Sukses

Alasan Kejagung Tak Tahan Tersangka Pelanggaran HAM Berat Paniai Papua

Kejagung tidak menahan IS, seorang purnawirawan TNI yang telah ditetapkan tersangka kasus dugaan pelanggaran HAM berat, peristiwa Paniai, Papua tahun 2014. Apa alasannya?

Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) RI tidak melakukan penahanan terhadap IS, seorang purnawirawan TNI yang telah ditetapkan tersangka kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, peristiwa Paniai, Papua tahun 2014.

"Ya bener tidak ditahan," kata Kapuspenkum, Ketut Sumedana saat dikonfirmasi merdeka.com, Sabtu (2/4/2022).

Ketut mengatakan IS tidak ditahan karena selama menjalani pemeriksaan oleh tim penyidik Jaksa Penyidik pada Direktorat Pelanggaran HAM Berat, pada Jampidsus masih kooperatif.

"Karena yang bersangkutan kooperatif dalam proses pemeriksaan," kata Ketut.

Sementara itu dikonfirmasi secara terpisah, Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah mengatakan jika kewenangan penahanan sepenuhnya hak dari penyidik dengan sejumlah pertimbangan.

"Itu kepentingan penyidik lah. Kalau penyidik melihat dia belum ditahan kan, kepentingannya tidak ada (untuk tetap ditahan). Dia (IS) tidak melarikan diri ya itu ya mungkin nggak lah," terang Febrie.

Sebelumnya, terkait IS sebagai tersangka kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, Paniai di Provinsi Papua, 2014. Telah diketahui jika sosok IS merupakan purnawirawan TNI.

"Purnawirawan TNI," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah saat dikonfirmasi awak media, Jumat (1/ 4).

Meski, Febrie sudah dibenarkan jika IS merupakan pihak dari unsur TNI yang pernah menjabat sebagai sebagai perwira penghubung di Komando Distrik Militer (Kodim) wilayah Paniai pada 2014.

Namun demikian, terkait rincian lebih lanjut soal peran IS dalam kasus Paniai belum bisa dibeberkan. Di mana akibat kejadian itu mengakibatkan jatuhnya korban yakni 4 orang meninggal dunia dan 21 orang mengalami luka-luka.

"Tahun 2014 IS sebagai) Perwira penghubung di Kodim di Paniai," sebutnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

IS Dijerat Dua Pasal

IS ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-01/A/Fh.1/04/ 2022 tanggal 01 April 2022 yang ditetapkan oleh Jaksa Agung RI selaku penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

"Kasus posisi singkat, Penyidik telah berhasil mengumpulkan alat bukti sesuai Pasal 183 jo. 184 KUHAP sehingga membuat terang adanya peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat di Paniai Tahun 2014," jelas Kapuspenkum, Ketut Sumedana, dalam Keterangannya.

Dimana pada kasus ini, diduga terjadi pembunuhan dan penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a dan h jo. Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia;

"Peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat terjadi karena tidak adanya pengendalian yang efektif dari komandan militer yang secara de jure dan/atau de facto berada di bawah kekuasaan dan pengendaliannya serta tidak mencegah atau menghentikan perbuatan pasukannya," katanya.

Selain itu, lanjut Ketut, sebagaimana dimaksud Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia diduga jika tersangka tidak menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

"Akibat kejadian tersebut, mengakibatkan jatuhnya korban yakni 4 orang meninggal dunia dan 21 orang mengalami luka-luka," tuturnya.

Adapun dalam kasus ini IS dipersangkakan pasal berlapis yakni Pasal 42 ayat (1) jo. Pasal 9 huruf a jo. Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Kemudian, Kedua Pasal 40 jo. Pasal 9 huruf h jo. Pasal 7 huruf b Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Reporter: Bachtiarudin Alam/Merdeka.com

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.