Sukses

Pakar Hukum UI: Penangkapan Adelin Lis di Singapura Bukan Ekstradisi, Jaksa Bisa Borgol saat Pesawat di Indonesia

Hikmahanto mengatakan dalam konteks ini dikembalikannya Adelin Lis bukan karena kejahatan yang dilakukan di Indonesia, dimana pemerintah Indonesia meminta ke Singapura untuk dipulangkan Adelin Lis

Liputan6.com, Jakarta Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menilai pemulangan Buronan kelas kakap Kejaksaan Agung (Kejagung) Adelin Lis merupakan merupakan proses deportasi, bukan ekstradisi.

"Deportasi dilakukan karena Adelin Lis oleh otoritas Singapura dianggap melanggar hukum keimigrasian setempat. Pada 9 Juni Pengadilan Singapura telah memutus Adelin Lis bersalah dengan menjatuhkan denda dan mendeportasi kembali ke Indonesia," kata Hikmahanto dalam keteranganya, Jumat (18/6/2021).

Sehingga, Hikmahanto mengatakan dalam konteks ini dikembalikannya Adelin Lis bukan karena kejahatan yang dilakukan di Indonesia, dimana pemerintah Indonesia meminta ke Singapura untuk dipulangkan Adelin Lis. Sementara, bila ada permintaan dari keluarga yang meminta dipulangkan haruslah ditolak.  

"Benar yang disampaikan oleh Jaksa Agung agar Adelin Lis dipulangkan oleh Kejaksaan Agung. Hal ini untuk mencegah Adelin Lis dengan pesawat yang mungkin disewa oleh keluarg tidak menuju ke Indonesia, malah ke negara lain," ujarnya.

"Memang Kejagung mungkin harus menyewa pesawat komersial namun ini penting dilakukan untuk memastikan kepulangan Adelin Lis ke Indonesia," tambah Hikmahanto.

Alhasil, pada saat skema pemulangan Adelin Lis, kata Hikmahanto, dimana  bukan sebagai eksttadisi nantinya yang bersangkutan dalam keadaan diborgol saat proses handing over (penyerahan). Sementara dalam proses deportasi pada waktu dijemput oleh aparat Kejagung maka Adelin Lis tidak dalam keadaan diborgol. 

Maka, Adelin Lis akan diborgol saat pesawat memasuki wilayah udara Indonesia. Hal ini karena di Indonesia dan berdasar hukum Indonesia Adelin Lis melakukan kejahatan, dan karenanya otoritas Indonesia berhak melakukan penangkapan dan pemborgolan.

"Kalaulah otoritas Singapura tidak mengizinkan pesawat sewaan dari Kejaksaan, maka bisa tetap dipulangkan dengan peswat komersial dengan tujuan Jakarta. Nanti ada aparat Kejaksaan yang duduk sebagai penumpang," katanya.

"Setelah memasuki wilayah udara Indonesia barulah aparat kejaksaan melaksanakan tugas untuk menangkap dengan memborgol Adelin Lis sampai di Jakarta," tambahnya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Minta Segera Dipulangkan ke Indonesia

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah berhasil menangkap buronan Adelin Lis dan segera dipulangkan ke Indonesia. Adeline ditangkap imigrasi Singapura karena pemalsuan paspor.

Saat ini, Kejagung tengah bernegosiasi bersama KBRI dengan otoritas Singapura agar Adelin bisa dipulangkan segera ke Indonesia.

Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Leo Simanjuntak membenarkan informasi tertangkapnya Adelin Lis. Buronan yang pernah dua kali melarikan diri ini tertangkap menggunakan paspor palsu atas nama Hendro Leonardi pada Maret 2021 ketika memasuki Singapura.

Sejak mendapatkan berita tersebut, Kejagung langsung bergerak cepat bersama KBRI melobi pemerintah Singapura agar Adelin bisa dideportasi.

"Pak Jaksa Agung meminta Adelin Lis segera dibawa ke Jakarta. Tim kami di Singapura sudah standby di sana untuk pemulangan. Dan harus dibawa ke Jakarta, tidak boleh ke tempat lain," Jelas Kapuspenkum melalui sambungan telepon, Rabu malam, 16 Juni 2021.

Adeline Lis diketahui pernah melarikan diri ke RRC dan ditangkap KBRI tahun 2006, namun besoknya berhasil melarikan diri setelah puluhan orang tak dikenal mengeroyok 4 petugas KBRI yang mengawalnya. Namun setelah itu bisa ditangkap lagi setelah dibantu kepolisian Beijing.

Tahun 2008 Adelin kembali melarikan diri sampai tertangkap lagi maret tahun 2021 di Singapura. Adelin dipidana 10 tahun penjara, denda Rp1 miliar rupiah, dan uang penganti 199 miliar rupiah untuk kasus tindak pidana korupsi. 

 

Reporter: Bachtiarudin Alam

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.