Sukses

PPN Bagi Jasa Pendidikan, APTISI: Seperti Preman Saja, Semua Dipajakin

Pengenaan PPN pada jasa pendidikan, kata Budi dapat membuat anak-anak di Indonesia semakin sulit mengakses pendidikan.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), Budi Djatmiko menilai gagasan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) pada jasa pendidikan adalah hal yang paradoks. Pasalnya pendidikan merupakan nirlaba, namun rencana pengenaan PPN itu akan membuat pemerintah memperlakukan dunia pendidikan layaknya perusahaan yang berorientasi pada keuntungan.

Menurut Budi, di saat pihaknya menuntut supaya lembaga pendidikan dibebaskan untuk membayar PPN saat membeli sejumlah barang, justru malah muncul wacana pengenaan PPN bagi para pihak yang memakai jasa pendidikan.

Wacana ini tentu saja akan membebani para orang tua dan peserta didik.

"Undang-undangnya bahwa perguruan tinggi adalah nirlaba, tetapi diperlakukan seperti perusahaan, kan jadi lucu malah paradoks ini negara. Ini lucu benar, bantuan aja dikompetisikan, kecil," kata Budi saat berbincang dengan Liputan6.com, Kamis malam (10/6/2021).

Menurut Budi, rencana itu dipastikan menyasar lembaga pendidikan swasta. Padahal pendidikan tinggi swasta yang jumlahnya lebih besar ketimbang perguruan tinggi negeri hanya mendapat anggaran pendidikan tak lebih dari 10 persen dari total anggaran pendidikan nasional.

"Kecil sekali, kecil itu di bagi hampir dengan 4.500 perguruan tinggi (swasta). PTN kan hanya 200-an, 90 persen swasta. Jadi gak adil menurut saya, gak adil betul," tegasnya.

Budi menyatakan, jika begitu negara ini dengan preman yang memalak rakyatnya, bahkan lewat pendidikan yang seharusnya menjadi hak bagi seluruh anak Indonesia.

"Ya seperti negara preman, semua dipajakin," ucap Budi berkelakar.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rakyat Menengah ke Bawah Sulit Akses Pendidikan

Pengenaan PPN pada jasa pendidikan, kata Budi dapat membuat anak-anak di Indonesia semakin sulit mengakses pendidikan, terlebih lagi pendidikan tinggi. Karena PPN yang bakal dikenakan akan membuat biaya sekolah semakin membengkak.

"Jadi gini, logika dasarnya khusus perguruan tinggi, pendidikan tinggi itu hampir 6-7 tahun terakhir itu merosot jumlah mahasiswanya. Karena kondisi ekonomi, kalau kena pajak lagi otomatis semua dikenakan PPN semua," paparnya.

Sampai saat ini, menurut Budi jumlah mahasiswa di seluruh Indonesia yang mendapatkan bantuan pendidikan dari pemerintah tak lebih dari 10 persen. Angka ini sama dengan 800 ribuan jumlah mahasiswa dari total mahasiswa di seluruh Tanah Air sebanyak 8 jutaan.

"Nah kemudian kalau PPN itukan mainnya di angka 10 persen, nah kalau kena ya sama aja bohong, ya bantuan diambil lagi gitu," tegasnya.

Budi menyarankan mestinya pemerintah tak mengambil opsi pengenaan pajak terhadap jasa pendidikan. Lebih jauh ia justru meminta pemerintah meringankan beban lembaga pendidikan swasta dengan mencabut pengenaan sejumlah pajak.

"Saya sudah kasihkan draf ke Pak Jokowi, zamannya Pak SBY juga bahwa ini loh contoh negara-negara maju. Di negara-negara maju itu gak ada mereka mengenakan PPN, malah memberikan bantuan dibebaskan kala lembaga pendidikan membeli barang perlengkapan pendidikan," tandasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.