Sukses

9 Fakta Terkait Munculnya Aliran Hakekok Balatasutak di Banten

Aliran Hakekok Balatasutak atau Hakekok Balakutak menjalankan ritual mandi bersama di sebuah rawa dengan kondisi telanjang bulat di Desa Karang Bolong, Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, Banten.

Liputan6.com, Jakarta - Belakangan ini masyarakat dan sosial media dihebohkan dengan kemunculan aliran Hakekok Balatasutak atau Hakekok Balakutak.

Bagaimana tidak, mereka menjalankan ritual mandi bersama di sebuah rawa dengan kondisi telanjang bulat di Desa Karang Bolong, Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, Banten.

Aliran Hakekok Balatasutak itu membuat heboh warga sekitar pada Kamis siang, 11 Maret 2021. Masyarakat pun langsung melaporkannya pada aparat kepolisian setempat pada keesokan harinya, Jumat pagi, 12 Maret 2021.

"Laporan dari warga pagi, sebelumnya belum ada. Laporannya cuma mereka melakukan ritual mandi bareng saja. Itu di tempat penampungan air milik PT GAL. Itu untuk air bersih, luasnya sekitar mungkin 50x50 meter,"ujar Kapolsek Cigeulis Iptu Paulus Bayu Triatmaja, Jumat, 12 Maret 2021.

Setidaknya ada 16 anggota Hakekok Balatasutak yang ditemukan sedang melakukan ritual menyimpang tersebut. Mereka terdiri dari 13 orang dewasa dan 3 anak-anak.

Rupanya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah pernah melakukan pembinaan kepada kelompok itu. Hal tersebut diungkapkan Ketua MUI Pandeglang Hamdi Ma'ani.

"Sudah pernah dibina, sudah kondusif, muncul lagi sekarang di luar sepengetahuan kami," tutur Hamdi dalam keterangannya, Sabtu, 13 Maret 2021.

Berikut deretan fakta terkait munculnya aliran Hakekok Balatasutak atau Hakekok Balakutak dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 10 halaman

Viral di Sosial Media, Aliran Menyimpang

Kamis, 11 Maret 2021, masyarakat Desa Karang Bolong, Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, Banten dihebohkan dengan adanya ritual menyimpang yang dilakukan sekelompok orang yang menamakan diri aliran Hakekok Balatasutak atau Hakekok Balakutak.

Perilaku sekelompok orang tersebut yakni mandi bersama tanpa sehelai benang alias bugil di sebuah rawa.

Masyarakat langsung melaporkannya pada aparat kepolisian setempat pada keesokan harinya, Jumat pagi, 12 Maret 2021.

Kepolisian yang menerima laporan langsung bergerak cepat menuju rawa yang dijadikan lokasi ritual mandi bugil oleh 16 pengikut Hakekok Balatasutak.

 

3 dari 10 halaman

Diimingi Harta dan Sukses Dunia Akhirat

Terungkap, Ketua aliran Hakekok Balatasutak atau Hakekok Balakutak A (52), ternyata mengiming-imingi orang-orang agar mau menjadi pengikutnya.

Polisi mengungkap, A menawarkan sukses dunia akhirat hingga kaya raya bagi pengikutnya, jika menjadi umat yang 'soleh' Hakekok Balatasutak.

"Pimpinan mempengaruhi mereka apakah mereka ingin selamat dunia akhirat dan ingin mendapatkan kehidupan lebih layak, maka harus mengikuti keyakinan tersebut," ujar Kapolres Pandeglang AKBP Hamam Wahyudi, Jumat, 12 Maret 2021.

 

4 dari 10 halaman

Lokasi Sulit Dijangkau, 16 Anggota Diamankan dengan Barang Bukti

Tak mudah aparat kepolisian menjangkau lokasi mandi aliran Hakekok Balatasutak atau Hakekok Balakutak di Desa Karang Bolong, Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang. Mereka bahkan dengan menggunakan sepeda motor.

Kapolsek Cigeulis Iptu Paulus Bayu Triatmaja mengatakan, rawa yang dijadikan lokasi pemandian bugil adalah penampungan air milik PT GAL.

"Itu untuk air bersih, luasnya sekitar mungkin 50x50 meter," kata Paulus.

Paulus mengatakan, dari 16 orang yang mengikuti ritual mandi bugil bersama, sebanyak 15 orang merupakan warga Kabupaten Pandeglang, Banten, dan 1 orang berasal dari Bogor. Mereka terdiri dari 13 orang dewasa dan 3 anak-anak.

Demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, aparat kepolisian langsung menggiring enam orang tersebut ke Polsek Cigeulis.

"Karena khawatir terjadi sesuatu pada kelompok mereka, jadi kita amankan. Ada sebagian (anggotanya suami istri), ada ponakan ada," kata Paulus.

Usai diamankan anggota Polsek, belasan anggota Hakekok Balatasutak kemudian dibawa ke Polres Pandeglang, untuk dimintai keterangan lebih lanjut.

Sementara itu, jimat, pusaka, kondom hingga kitab ditemukan dari rumah ketua aliran Hakekok Balakutak, A (52). Semuanya dijadikan barang bukti oleh polisi dan disimpan di Mapolres Pandeglang.

"Hasil olah TKP yang ada di kediaman yang bersangkutan, kami mengumpulkan beberapa barang bukti, seperti kitab, kemudian pusaka, jimat, serta alat kontrasepsi," kata Kapolres Pandeglang AKBP Hamam Wahyudi.

Jimat hingga keris itu digunakan oleh Ketua Hakekok Balakutak sebagai kewibawaan, untuk memengaruhi pengikutnya agar patuh terhadap perintahnya. Namun kegunaan kondom, polisi tidak menyebutkannya.

Ketua aliran Hakekok Balakutak juga diyakini memiliki ilmu magis, untuk mempermudah aksinya. Sehingga masyarakat awam mudah dipengaruhi olehnya.

"Sebagai pegangan yang bersangkutan, digunakan dia sebagai ketua, punya kemampuan lebih, sehingga bisa memengaruhi pengikutnya," papar Hamam.

 

5 dari 10 halaman

Jalankan Aliran Turunan Keluarga

Menurut Hamam, Pada 2009, aliran Hakekok Balakutak pernah dibubarkan masyarakat karena mencabuli dua santriwatinya di padepokan yang berada di Desa Sekon, Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang, dengan alasan kawin gaib. Namun, Hamam mengatakan belum ada indikasi tindakan serupa pada kasus 2021 ini.

"Berdasarkan peyelidikkan kami, tidak ada, jadi tidak ada kegiatan (cabul) seperti itu," tutur Hamam.

Pada 2009 silam, Hakekok Balakutak dipimpin oleh Sahrudin (45), yang merupakan keluarga dari pimpinan saat ini, A (52). Sahrudin sudah meninggal dunia, dan aliran itu diteruskan oleh A. Dulu, pengikutnya berasal dari Jawa Barat, Jakarta, dan Banten. A merupakan warga asli Bogor, Jawa Barat.

Hamam membenarkan adanya tiga anak di bawah umur yang ikut serta dalam mandi bugil bersama di Desa Karang Bolong tersebut. Ketiganya mengikuti orangtua mereka. Sementara ini, polisi masih menyatakan aliran Hakekok Balakutak hanya menyimpang dari ajaran Islam, bukan aliran sesat.

Namun untuk memastikannya, akan ada rapat bersama Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat atau Bakorpakem.

"Kegiatan mereka adalah menyimpang, bukan sesat. Nanti keputusan Bakorpakem setelah ada fatwa MUI, akan disampaikan ke kita semua. Anak di bawah umur mengikuti orangtuanya," jelas Hamam.

 

6 dari 10 halaman

Kata Warga soal Pengikut Hakekok Balakutak

Jejak aliran Hakekok Balakutak di Kabupaten Pandeglang, Banten, ternyata sudah tercium sejak 2004. Pada 2009, padepokannya sempat dibakar masyarakat yang resah akan ajarannya.

Aliran ini lantas bikin heboh pada Kamis, 11 Maret 2021 di Desa Karang Bolong, Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, dengan ritual mandi bersama secara telanjang bulat di sebuah kolam. Sebanyak 16 anggotanya sudah ditangkap oleh polisi, agar menghindari kegaduhan di tengah masyarakat.

Aliran Hakekok Balakutak dipimpin oleh A (52), warga Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Banten, yang dikenal warga sekitar sebagai sosok pendiam, kurang berosialisasi dengan warga dan tidak pernah mengikuti pengajian rutin di kampungnya. A diketahui warga kerap melakukan ritual di dalam hutan yang tidak diketahui warga.

"Orangnya tertutup tidak bersosialisasi dengan warga, ikut pengajian juga enggak pernah. Memang saya dengar kalau A ini sering melakukan ritual. Tapi enggak tahu ritual apa, cuma dia itu hampir setiap hari ke hutan," kata salah satu warga yang enggan disebutkan identitasnya.

Menurut dia, pimpinan Hakekok Balakutak melanjutkan ritual yang sudah dilakukan orangtuanya berinisial S yang sudah meninggal dunia. S dikenal sebagai guru spiritual di wilayah Bogor, Jawa Barat (Jabar).

"Kalau dulu S yang seperti itu (ritual), karena sudah meninggal dilanjutkanlah oleh A, memang sudah lama," jelas dia.

 

7 dari 10 halaman

Ritual Baru Dilakukan Satu Kali

Kementerian Agama (Kemenag) menunjuk penyuluh Agama Ciegeulis Kabupaten Pandeglang Mahli Yudin, untuk mengedukasi penganut Hakekok Balakasuta.

"Itu dilakukan di tengah perkebunan kelapa sawit di Desa Karangbolong," kata Mahli, seperti dikutip dari situs resmi Kementeriang Agama Republik Indonesia.

Dia mengatakan, ritual tersebut baru dilaksanakan satu kali. Ritual itu dilakukan guna membersihkan diri dari segala dosa dan menjadikan diri lebih baik.

Selain itu, aliran Hakekok sudah lama muncul di Pandeglang Banten. Aliran ini pernah dikembangkan di padepokan atau majelis zikir di Desa Sekon, Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang.

"Aliran Hakekok ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 2009, waktu itu sampai membuat keresahan warga yang secara spontan langsung melakukan pembakaran padepokan tempat aliran itu," ungkap Mahli.

"Jadi aliran tersebut mengadopsi dari ajaran Hakekok yang dibawa oleh almarhum Abah Edi, dan diteruskan oleh Arya dengan ajaran Balaka Suta Pimpinan Abah Surya Leuweng Kolot," lanjut dia.

 

8 dari 10 halaman

Penyuluh Agama Akan Berikan Edukasi Cegah Tak Terulang Kembali

Mahli menyebut, timnya sudah terjun ke lokasi ditemukannya aliran Hakekok Balakasuta melakukan ritual mandi bersama tersebut.

"Saya bersama teman-teman penyuluh lainnya sudah ke lokasi, melihat langsung bagaimana kondisinya," kata dia.

Sebagai penyuluh agama, Mahli menyatakan siap menggandeng para tokoh agama setempat untuk membina mereka yang diduga terpapar aliran Hakekok Balakasuta. Dia akan melakukan pembinaan keagamaan dengan pendekatan budaya.

"Ke depan kami (penyuluh agama) akan melibatkan tokoh agama setempat untuk memberikan pembinaan secara keagamaan dan pendekatan secara kultur budaya terhadap penganut aliran ini. Kami terus berupaya memantau agar hal itu tidak terjadi lagi," ucap Mahli.

Aliran Hakekok, menurut Mahli sudah ada sejak tahun 2009. Saat itu pun kata dia aliran tersebut membuat keresahan warga. Sehingga secara spontan masyarakat membakar padepokan tempat aliran itu.

"Kami terus berupaya memantau agar hal itu tidak terjadi lagi," katanya.

Mahli Yudin pun menyampaikan saat ini pihaknya telah berkoordinasi dengan pihak kepolisian, pemerintah kabupaten, tokoh agama, dan lainnya untuk memastikan tidak terjadi keributan dan tindakan main hakim sendiri.

"Dan kami juga berkoordinasi dengan pihak kepolisian, pemerintah kabupaten, tokoh agama, dan lainnya, untuk memastikan agar tidak terjadi keributan, dan tindakan main hakim sendiri," ungkap Mahli.

 

9 dari 10 halaman

MUI Sebut Pernah Dibina, Tapi Muncul Lagi

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pandeglang Hamdi Ma'ani mengatakan, pihaknya bersama tokoh masyarakat sudah pernah memberikan pembinaan kepada penganut aliran Hakekok Balakutak. Sebab, ajaran tersebut dianggap menyimpang.

"Sudah pernah dibina, sudah kondusif, muncul lagi sekarang di luar sepengetahuan kami," tutur Hamdi dalam keterangannya, Sabtu, 13 Maret 2021.

Menutut Hamdi, pemeluk aliran Hakekok Balatasutak sudah terdeteksi beberapa tahun lalu di Desa Karangbolong, Cigeulis, Banten. Untuk kasus terbaru, dia sendiri telah bertemu dengan pimpinan pemeluk aliran tersebut di Polres Pandeglang.

"Arya (pimpinan aliran) mengakui telah melakukan kesalahan," jelas Hamdi.

 

10 dari 10 halaman

MUI Sebut Sebagai Aliran Sesat

Wakil Ketua MUI Anwar Abbas menegaskan, aliran Hakekok Balatasutak di Pandeglang, Jawa Barat, adalah sesat.

Hal itu berdasarkan tidak adanya ajaran Islam yang memberikan tuntutan untuk melakukan kegiatan mandi bugil bersama.

"Jadi cara seperti itu tidak ada tuntunannya dalam agama Islam, artinya aliran sesat berarti," kata Anwar saat dihubungi via telepon kepada Liputan6.com.

Anwar mengimbau, agar mereka yang percaya pada aliran Bakekok Balatasutak bisa dibina oleh kelompok keagamaan setempat agar kembali ke jalan yang lurus.

"Kita harapkan mereka dibina, dan pelaku ritual juga sudah diamankan di kepolisian setempat dan sudah didatangi oleh pimpinan MUI di sana dan diajak berdialog," jelas dia.

"Katanya yang bersangkutan itu menyampaikan rasa salahnya, jadi menurut saya ya ini perlu dibina," lanjut Anwar.

Anwar bercerita, menurut informasi dihimpunnya, ritual aliran teHakekok Balatasutak bukanlah terjadi pertama kali. Tercatat, pada tahun 2004 dan 2005, hal serupa pernah terjadi di tempat yang sama.

"Ini kan muncul lagi pandangan seperti itu, artinya masih ada. Menurut bupatinya, mereka melakukan itu karena ada masalah, dan cara menghilangkannya adalah membersihkan dosa dengan itu (ritual mandi bugil bersama)," dia menandasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.