Sukses

Survei Balitbang PD: Publik Belum Tahu Keamanan dan Manfaat Vaksin Covid-19

Tomi Satryatomo mengingatkan pemerintah untuk lebih gencar lagi melakukan komunikasi yang efektif untuk meyakinkan masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta - Pelaksanaan vaksinasi yang dimulai 13 Januari 2021 lalu, masih dibayang-bayangi ketidaktahuan publik. Sebanyak 68,8 persen responden mengaku tidak yakin atau tidak tahu apakah vaksin yang disediakan pemerintah saat ini bermanfaat untuk mencegah penyakit covid-19. Hanya 31,2 persen saja yang merasa tahu akan manfaat vaksin yang disediakan pemerintah itu.

Hal ini terungkap dalam hasil survei daring yang dirilis Badan Penelitian dan Pengembangan DPP Partai Demokrat, Minggu (24/1/2021).

Kepala Balitbang DPP Partai Demokrat Tomi Satryatomo mengingatkan pemerintah untuk lebih gencar lagi melakukan komunikasi yang efektif untuk meyakinkan masyarakat.

"Apalagi survei nasional Kemenkes pada September 2020 menemukan sekitar 34% responden ragu-ragu dan tidak mau divaksinasi. Sekarang survei Balitbang Demokrat dan survei Balitbang Kompas juga menemukan tren serupa. Jangan sampai masyarakat makin ragu," ujar Tomi.

Survei Balitbang Demokrat menemukan ketidakyakinan ini didorong terutama oleh ketidaktahuan responden terhadap keamanan vaksin dan kemampuan (efikasi) vaksin dalam menanggulangi virus Covid-19.

Ada 65 persen responden yang mengaku tidak tahu apakah vaksin yang saat ini disediakan oleh pemerintah aman untuk digunakan. Sedangkan 55,1 persen responden saat ini tidak tahu apakah vaksin yang dibeli pemerintah saat ini, bisa mencegah virus covid-19.

Dalam paparannya, M Jibriel Avissena selaku Deputi Riset & Survei Balitbang DPP Partai Demokrat mengungkapkan faktor ketidaktahuan ini dominan muncul saat responden ditanya merek vaksin apa yang lebih efektif dalam mengatasi virus covid-19.

Sebanyak 70,7 persen responden menjawab tidak tahu merek apa yang lebih efektif. Untuk responden yang mengetahui merek apa yang lebih efektif, bagian terbesar responden (16,1 persen) memilih merek vaksin Pfizer Inc & biotech. Sedangkan vaksin yang dibeli pemerintah Indonesia saat ini, Sinovac, berada pada posisi selanjutnya, dipilih oleh 6,6 persen responden.

Pemerintah pun masih memiliki pekerjaan rumah cukup besar, menurut Jibriel, mengingat masih ada 26,5 persen responden yang tidak tahu atau merasa pemerintah belum membeli vaksin Covid-19.

Firdza Radiany, praktisi komunikasi yang juga inisiator jejaring Pandemic Talks, mengingatkan agar pemerintah memberikan informasi seluas-luasnya bagi masyarakat.

"Pemerintah jangan lagi cherry picking (pilih-pilih) informasi sehingga masyarakat tidak tahu situasi yang sebenarnya. Perlu edukasi yang lebih baik. Jangan sampai ruang komunikasi vaksinasi ini diambil alih oleh akun-akun konspirasi," ujar dia.

Sementara Dokter Aryoseno Hindarto, Kepala Biro Kesehatan DPP Partai Demokrat, mengungkapkan masih terjadi kebingungan di antara para tenaga kesehatan tentang tata laksana vaksin.

"Jangan sampai tenaga kesehatan yang sudah yakin menjadi ragu-ragu, karena proses pendaftarannya tidak selalu mudah," tegas dia.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Keluar dari Krisis Berganda

Survei nasional Persepsi Publik Mengenai Vaksin Covid-19 dilaksanakan secara daring oleh Badan Penelitian dan Pengembangan DPP Partai Demokrat pada 21-28 Desember 2020. Total sampel akhirnya sebesar 1.000 responden, dengan proporsi sampel mendekati proporsionalitas populasi untuk jenis kelamin, usia, dan provinsi tempat tinggal.

"Ketua Umum Partai Demokrat AHY menyebut vaksinasi sebagai game changer bagi kita untuk keluar dari krisis berganda kesehatan dan ekonomi saat ini," ujar Kabalitbang DPP Partai Demokrat Tomi Satryatomo mengingatkan dalam penutupnya.

Tomi menegaskan, tidak ada oposisi politik atas vaksinasi.

"Pemerintah harus mengedukasi para tenaga kesehatan, tokoh-tokoh masyarakat dan agama agar penerimaan masyarakat lebih luas. Jangan lagi mengandalkan selebriti atau buzzer. Lakukan komunikasi yang persuasif, jangan represif. Sudah selayaknya pemerintah memikul tanggung jawab terbesar dalam menyukseskan vaksinasi ini," Tomi menandaskan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.