Sukses

Mogok Produksi, Perajin Tempe Minta Swasembada Kedelai Jadi Kebijakan Negara

Melonjaknya harga bahan baku kedelai sebagai bahan utama pembuatan tahu dan tempe di Indonesia memukul para pelaku usaha kecil dan menengah di produksi pembuatan tahu.

Liputan6.com, Jakarta - Melonjaknya harga bahan baku kedelai sebagai bahan utama pembuatan tahu dan tempe di Indonesia memukul para pelaku usaha kecil dan menengah di produksi pembuatan tahu. Seperti diungkapkan Sedulur Pengrajin Tahu Indonesia (SPTI) yang menyatakan aksi protes terhadap kenaikan bahan baku kedelai dengan mogok produksi hingga Minggu (3/1/2020) besok.

Ketua bidang Hukum Sedulur Pengerajin tahu Indonesia (SPTI) Fajri Safii menegaskan, kenaikan harga kedelai dalam beberapa pekan ini hingga 35 persen atau pada kisaran Rp 9.500 sampai Rp 10 ribu per kilogram kedelai dari sebelumnya Rp 7.000 sampai Rp 7.500 per kilonya menyebabkan para perajin tahu mogok produksi tahu karena tidak sanggup membeli kedelai dengan harga yang sangat mahal.

"Sedulur Pengrajin Tahu indonesia (SPTI) sebagai organisasi yang menghimpun pengusaha-pengusaha kecil dan menengah di bidang produksi tahu. Dengan kenaikan harga kedelai ini, melakukan mogok produksi tahu selama 3 hari agar pemerintah dan masyarakat mengetahui bahwa kebutuhan bangsa ini tidak hanya pembangunan infrastruktur saja, tetapi melestarikan budaya bangsa dengan cara melestarikan makanan khas bangsa indonesia yaitu tahu dan tempe. Sehingga dengan ini swasembada kedelai adalah keharusan dari kebijakan negara," ucap Fajri Safli Ketua bidang Hukum Sedulur Pengerajin tahu Indonesia (SPTI) di temui di Pamulang, Sabtu (3/1/2021).

Dengan aksi mogok tersebut, dia berharap Pemerintah mengambil langkah cepat melakukan upaya agar harga kedelai bisa kembali stabil.

"Pemerintah seperti diam saja dan tidak mengambil tindakan apapun terhadap kenaikan harga kedelai ini, kuat dugaan ada kartel dalam importasi kedelai di tanah air, apalagi kalau melihat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 24/M-DAG/PER/5/2013 Tentang Ketentuan Import Kedelai dalam Rangka Stabilitas Harga Kedelai, peraturan ini dianggap menghambat tumbuhnya importir–importir baru yang menyebabkan importir lama semaunya menentukan harga dan melakukan kesepakatan harga atau kesepakatan pembagian wilayah pemasaran, hal ini jelas bertentangan dengan UU No.: 5 Tahun 1999 Tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Yang Tidak Sehat," ungkap Fajri.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bagian Melestarikan Budaya

Dia menegaskan, naiknya harga kedelai sebagai bahan pokok untuk pembuatan tahu dan tempe bisa berdampak meruntuhkan sikap nasionalis dan kebanggaan terhadap budaya bangsa.

"Karena tempe dan tahu adalah merupakan makanan pokok bangsa Indonesia, yang merupakan bagian dari melestarikan budaya bangsa, seharusnya pemerintah harus turut campur dalam pengendalian harga ini bukan memberi fasilitas impotir untuk melakukan monopoli harga atau kartel," katanya. 

Reporter : Kirom

Sumber: Merdeka

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.