Sukses

6 Anggota FPI Ditembak Polisi, Pemerintah Diminta Bentuk Tim Pencari Fakta

Fahri mengatakan, dalam berbagai instrumen hukum internasional maupun hukum positif, sangat melarang keras tindakan yang bercorak pembunuhan di luar putusan pengadilan.

Liputan6.com, Jakarta - Polisi menembak 6 anggota Front Pembela Islam atau FPI dalam menjalankan  tugas kepolisian di Tol Jakarta-Cikampek Senin, 7 Desember 2020 dini hari. 

Terkait hal itu, Pakar Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Fahri Bachmid menilai tindakan polisi itu dalam istilah hukum berpotensi menjadi Extra Judicial Killing alias pembunuhan yang terjadi di luar hukum. 

Menurut Fahri Bachmid, polisi seharusnya hanya dibolehkan menggunakan kekerasan, terutama dengan senjata api sebagai upaya terakhir. "Itu pun harus berdasarkan pada kondisi objektif serta merupakan situasi luar biasa untuk melindungi keselamatan dirinya dan/atau orang lain.

"Jika tidak, maka tindakan itu bisa tergolong unlawful killing yang sifatnya adalah melanggar hukum karena tindakan tersebut hahikatnya adalah kejahatan “crime” dan dapat di usut secara hukum,” ucap Fahri.

Dijelaskan Fahri Bachmid, dalam berbagai instrumen hukum internasional maupun hukum positif, sangat melarang keras tindakan yang bercorak pembunuhan di luar putusan pengadilan.

Menurutnya, tindakan seperti ini dilarang keras oleh ketentuan dalam hukum HAM internasional maupun hukum positif, Larangan tersebut dimuat di dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, serta International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) yang telah diratifikasi melalui UU RI No. 12 Tahun 2005.

Dia melanjutkan, extra-judicial killing merupakan suatu pelanggaran hak hidup seseorang, yang secara konstitusional telah dijamin dan diatur dalam UUD NRI Tahun 1945, dan merupakan seperangkat hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun 'non-derogable rights'.

"Oleh karena itu, tindakan yang demikian itu tidak dapat dibenarkan secara hukum sesuai prinsip Indonesia sebagai negara hukum,” ucap Fahri.

Tindakan tersebut bagi Fahri, selain melanggar hak untuk hidup yang telah dijamin oleh konstitusi, juga melanggar UU RI No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menjamin hak untuk hidup.

Dia mengatakan, penggunaan instrumen kekuatan oleh aparat penegak hukum di Indonesia telah diatur melalui Peraturan Kapolri tentang Penerapan Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Pelaksanaan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan PERKAP No. 8 Tahun 2009.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bentuk Tim Independen

Hal ini juga telah diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009, tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian, yang pada esensinya menjelaskan bahwa penggunaan senjata api hanya diperbolehkan, jika sangat diperlukan untuk menyelamatkan nyawa manusia.

"Dengan demikian, secara hukum penggunaan kekuatan, kekerasan, dan senjata api yang potensial melanggar hukum oleh polisi tidak dapat dibenarkan,” ucap dia.

Fahri pun mengusulkan agar dibentuk tim pencari fakta independen untuk mengusut kasus penembakan tersebut.  Hal ini sangat penting dilakukan sebagai sebuah upaya responsif pemerintah atas persoalan ini, karena meninggalnya enam warga tersebut merupakan hal yang sangat serius.

" Untuk memastikan terungkapnya fakta-fakta hukum yang sesungguhnya secara objektif, transparan, serta kredible, maka pesan Fahri Bachmid, Presiden Jokowi dan Menkopolhukam segera membentuk suatu Tim Pencari Fakta Independen, yang diisi oleh berbagai pihak, seperti Komnas HAM, tokoh-tokoh masyarakat yang Independen,” ucap dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.