Sukses

Deretan Menteri Era Jokowi Terjerat Kasus Korupsi

Belum lama, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK telah menetapkan Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara sebagai tersangka kasus dugaan korupsi bansos Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK telah menetapkan Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara sebagai tersangka kasus dugaan korupsi bansos Covid-19.

Status tersangka yang diberikan KPK kepada Mensos Juliari berdasarkan penyidikan yang dilakukan terhadap operasi tangkap tangan (OTT) di Bandung dan Jakarta. Tak sendiri, KPK juga menetapkan lima orang tersangka lainnya. KPK pun meminta Juliari menyerahkan diri.

"Kami imbau, kami minta kepada para tersangka saudara JPB dan AW untuk kooperatif dan segera mungkin menyerahkan diri kepada KPK. Karena KPK akan terus mengejar sampai saudara-saudara tersebut tertangkap," ujar Ketua KPK Firli Bahuri, Minggu, 6 Desember 2020.

Pada Minggu, 6 Desember 2020 sekitar pukul 02.55 WIB, Menteri Sosial Juliari Batubara tiba di gedung Merah Putih KPK dengan menggunakan masker dan topi, serta rompi hitam.

Juliari P Batubara bukanlah menteri pertama di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang terjerat kasus dugaan korupsi KPK.

Belum lama ini, Edhy Prabowo menjadi target operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Ia ditangkap pada Rabu dini hari, 25 November 2020 di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Ia pun mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP).

Namun rupanya, pada periode pertama kepemimpinan Jokowi, sudah ada menterinya yang juga diciduk KPK. Salah satunya adalah Imam Nahrawi.

Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) itu diciduk KPK dalam dugaan kasus suap terkait penyaluran pembiayaan dengan skema bantuan pemerintah melalui Kemenpora pada KONI Tahun Anggaran 2018.

Berikut menteri yang terjerat kasus dugaan korupsi KPK pada masa kepemimpinan Presiden Jokowi dalam dua periode dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Imam Nahrawi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu, 18 September 2019 mengumumkan Imam Nahrawi dan asisten pribadinya Miftahul Ulum (MIU) sebagai tersangka dalam pengembangan perkara suap terkait penyaluran pembiayaan dengan skema bantuan pemerintah melalui Kemenpora pada KONI Tahun Anggaran (TA) 2018.

Imam Nahrawi diduga menerima uang dengan total Rp26,5 miliar.

Uang tersebut diduga merupakan "commitment fee" atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora Tahun Anggaran 2018, penerimaan terkait Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima, dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan Imam selaku Menpora.

Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak Iain yang terkait. Adapun rinciannya, dalam rentang 2014-2018, Menpora melalui Ulum diduga telah menerima uang sejumlah Rp 14,7 miliar.

Selain penerimaan uang tersebut, dalam rentang waktu 2016-2018, Imam diduga juga meminta uang sejumlah total Rp 11,8 miliar.

Ketua majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, mengetuk palu vonis 7 tahun penjara terhadap Eks Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi. Hakim menilai, Imam terbukti bersalah melakukan praktek korupsi suap dan grartifikasi.

"Menyatakan terdakwa Imam Nahrawi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata ketua majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya, Jakpus, Senin, 29 Juni 2020.

"Dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 7 tahun penjara," tok! bunyi palu hakim.

Selain pidana bui, Imam juga didenda sebesar Rp 400 juta, subsider 3 bulan kurungan. Ketua majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta juga mencabut hak politik Imam Nahrawi selama 4 tahun.

 

3 dari 6 halaman

Idrus Marham

Mantan Menteri Sosial (Mensos) Idrus Marham terjerat kasus suap terkait proyek PLTU Riau-1. Ia pun divonis 3 tahun penjara oleh majelis hakim Tipikor Jakarta.

Idrus dinyatakan terbukti menerima Rp 2,25 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources (BNR) melalui mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih.

"Menjatuhkan pidana 3 tahun penjara, pidana denda Rp 150 juta dengan ketentuan apabila tidak membayar denda maka diganti dengan pidana 2 bulan kurungan," ucap Ketua Majelis Hakim Yanto, Selasa, 23 April 2019.

Majelis hakim berpendapat, meski dalam perkara ini Idrus tidak menikmati hasil korupsinya. Sebab, berdasarkan fakta persidangan Idrus yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Jenderal dan pelaksana tugas Ketua Umum Partai Golkar mengetahui penerimaan uang oleh Eni Saragih.

Idrus Marham juga dianggap turut aktif membantu serta menjembatani antara Eni dan Kotjo agar mendapatkan uang. Terlebih lagi saat itu Eni meminta uang kepada Kotjo dengan alasan munaslub Partai Golkar dan pencalonan sang suami sebagai Kepala Daerah di Kabupaten Temanggung.

Dalam vonis Idrus Marham, majelis hakim juga mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan adalah perbuatan Idrus tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi, dia juga tidak mengakui perbuatannya.

"Hal yang memberatkan, terdakwa bersikap sopan, tidak menikmati hasil korupsi, dan belum pernah dihukum," tukas dia.

Namun saat ini, Idrus Marham resmi bebas dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Cipinang, Jakarta Timur. Idrus bebas dari Lapas Cipinang pada Jumat pagi, 11 September 2020.

"Bebas Murni 11 September 2020. (Idrus Marham) telah dibebaskan pagi ini, 11 September 2020 dari Lapas Kelas I Cipinang," kata Kabag Humas dan Publikasi Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham, Rika Aprianti melalui pesan singkat yang diterima Liputan6.com.

Idrus Marham merupakan terpidana kasus suap terkait proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar ini terbukti bersalah menerima suap dari pengusaha Johanes Kotjo terkait proyek PLTU Riau-1.

Awalnya, Idrus Marham divonis tiga tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsidair dua bulan kurungan di tingkat pertama atau Pengadilan Tipikor Jakarta. Hakim Pengadilan Tipikor memvonis Idrus Marham terbukti bersalah karena menerima suap terkait proyek PLTU Riau-1 bersama-sama Eni Maulani Saragih.

Kemudian, Idrus Marham yang juga mantan Menteri Sosial itu melalui pengacaranya mengajukan banding.‎ Namun di Pengadilan Tinggi DKI, Idrus justru diperberat hukumannya menjadi 5 tahun bui. Lantas, Idrus mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan dikabulkan.

Mahkamah Agung memangkas masa hukuman Idrus Marham menjadi dua tahun penjara, yang semula lima tahun. Hukuman itu diputus oleh Ketua Majelis Hakim Suhadi dan dua Hakim Anggota, Krisna Harahap serta Abdul Latief pada 2 Desember 2019.

"Lama Pidana 2 tahun, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI pada tingkat Kasasi, tanggal 2 Desember 2019, No. 3681 K/PID. SUS/2019. Denda 50 juta, sudah dibayarkan pada tanggal 3 September 2020," beber Rika.

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim Agung berpendapat bahwa Idrus Marham lebih tepat diterapkan dengan Pasal 11 Undang-Undang Tipikor.

Sebab, Idrus dianggap telah menggunakan pengaruh kekuasaannya sebagai Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum Golkar untuk mengetahui perkembangan proyek tersebut melalui bekas Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih.

 

4 dari 6 halaman

Edhy Prabowo

Edhy Prabowo ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu dini hari, 25 November 2020. Penangkapan dilakukan di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang usai tiba dari kunjungan ke Amerika Serikat (AS).

Penangkapan Edhy Prabowo dikarenakan dugaan korupsi ekspor benih lobster atau benur. Bersama Menteri Edhy Prabowo, total ada 17 orang yang diamankan lewat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, tepatnya pada pukul 01.23 WIB.

KPK pun menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo alias EP sebagai tersangka dugaan korupsi.

Edhy Prabowo disangka menerima hadiah atau janji terkait perizinan tambak, usaha, atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.

"KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana penerimaan hadiah atau janji terhadap penyelenggara negara," ujar Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu malam, 25 November 2020.

Dalam konferensi pers yang disiarkan secara langsung melalui media sosial resmi KPK, Edhy Prabowo dan beberapa tersangka lainnya tampak mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye.

Edhy Prabowo pun mengajukan surat pengunduran diri sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KP). Surat tersebut sudah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Antam Novambar mengatakan, Edhy Prabowo telah menandatangani surat pengunduran diri sebagai Menteri KKP.

"Surat pengunduran diri sudah ditandatangani Pak Edhy kemarin. Surat itu ditujukan ke Bapak Presiden," ujar Antam dalam keterangannya, Jumat, 27 November 2020.

 

5 dari 6 halaman

Juliari Batubara

KPK menetapkan Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara sebagai tersangka kasus dugaan korupsi bansos Covid-19. Hal ini berdasarkan penyidikan yang dilakukan berdasakan operasi tangkap tangan kemarin di Bandung dan Jakarta.

Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan lima orang tersangka. Tiga orang diduga penerima yakni Mensos Juliari Batubara, Matheus Joko Santoso sebagai pejabat pembuat komitmen di Kemensos dan Adi Wahyono. Dua orang lainnya sebagai pemberi yakni Ardian IM dan Harry Sidabuke. Keduanya dari pihak swasta.

Ketua KPK Firli Bahuri meminta Mensos segera menyerahkan diri. Selain Juliari, Adi Wahyono juga diminta menyerahkan diri ke KPK.

"Kami imbau, kami minta kepada para tersangka saudara JPB dan AW untuk kooperatif dan segera mungkin menyerahkan diri kepada KPK. Karena KPL akan terus mengejar sampai saudara-saudara tersebut tertangkap," ujar Firli, Minggu dini hari, 6 Desember 2020.

Firli menjelaskan, kasus bermula dari informasi adanya dugaan aliran uang dari Ardian IM dan Harry Sidabuke kepada Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono.

Mensos Juliari diduga menerima aliran dana melalui Matheus Joko Santoso dan Shelvy N selaku sekretaris di Kemensos. Penyerahan uang akan dilakukan pada hari Sabtu 5 Desember 2020.

"Sekitar jam 02.00 WIB di salah satu tempat di Jakarta," kata Firli.

Ardian dan Harry menyiapkan uang itu dalam tujuh koper, tiga tas ransel dan amplop kecil yang jumlahnya Rp14,5 miliar. Tim KPK langsung mengamankan Matheus Joko Santoso, Shelvy N dan beberapa orang di berbagai tempat di Jakarta.

"Pihak-pihak yang diamankan beserta uang dengan jumlah sekitar Rp14,5 Miliar dibawa ke KPK untuk pemeriksaan lebih lanjut," kata Firli.

Tak lama diumumkan tersangka, Mensos Juliari menyerahkan diri ke KPK. Juliari Batubara tiba di gedung Merah Putih sekitar pukul 02.55 WIB.

Menggunakan masker dan topi, serta rompi hitam, Juliari memasuki gedung KPK. Tampak beberapa orang yang mendampingi Juliari saat memasuki gedung komisi antirasuah tersebut.

6 dari 6 halaman

Mensos Juliari Batubara Terancam Hukuman Mati?

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.