Sukses

Polri Sebut Ada 92 Kasus Penyelewengan Dana Bansos Covid-19

Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan menyampaikan, sudah ada 92 kasus dugaan penyelewengan dana bansos penanganan pendemi Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan menyampaikan, sudah ada 92 kasus dugaan penyelewengan dana bantuan sosial (bansos) penanganan pendemi Covid-19.

"Data yang diterima terdapat 92 kasus penyelewengan dana bansos," tutut Ahmad di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (21/7/2020).

Ahmad menyebut, kasus tersebut terdapat di 18 polda, dengan rinciannya Polda Sumatera Utara sebanyak 38 kasus, Polda Jawa Barat sebanyak 12 kasus, Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) sebanyak 8 kasus, Polda Riau sebanyak 7 kasus, dan Polda Sulawesi Selatan sebanyak 4 kasus.

"Polda Banten, Jawa Timur, NTT, Sulteng, masing-masing 3 kasus, Polda Maluku Utara dan Polda Sumsel masing-masing 2 kasus, dan polda Kalteng, Kepri, Sulbar, Sumbar, Kaltara, Lampung, dan Papua Barat masing-masing sebanyak 1 kasus," jelas Ahmad.

Sebelumnya, kepolisian menemukan adanya dugaan praktik penyelewengan dana bansos penanganan virus Corona atau Covid-19. Temuan perkara tersebut mencapai 55 kasus.

"Data yang kami terima 55 kasus di 12 Polda," tutur Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa 14 Juli 2020.

Awi merinci, temuan itu terdiri dari Polda Sumatera Utara 31 kasus, Polda Riau 5 kasus, Polda Banten 3 kasus, Polda Nusa Tenggara Timur 3 kasus, Polda Sulawesi Tengah 3 kasus, dan Polda Jawa Timur 2 kasus.

"Polda Maluku Utara, Polda NTB masing-masing 2 kasus. Polda Kalteng, Polda Kepri, Polda Sulbar, Polda Sumbar masing-masing 1 kasus," jelas dia soal bansos.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Motif

Menurut Awi, motif dalam temuan kasus itu pun beragam. Di antaranya pemotongan dana bansos dan pembagian yang tidak merata sengaja dilakukan perangkat desa dengan asas keadilan untuk warga yang tidak menerima.

"Hal tersebut sudah diketahui dan disetujui yang menerima bansos," katanya.

Motif lainnya adalah pemotongan dana untuk uang lelah, pengurangan timbangan paket sembako, hingga transparansi yang dimanipulasi.

"Tidak ada transparansi kepada masyarakat terkait sistem pembagian dan dana yang diterima. Ini masih melakukan penyelidikan, tentunya tanpa mengganggu jalannya pendistribusian," Awi menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.