Sukses

Eks Caleg PDIP Saeful Bahri, Penyuap Komisioner KPU Hadapi Vonis Hakim

Jaksa meyakini, Saeful Bahri selaku mantan Caleg PDIP memberi suap kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta melalui orang dekat Wahyu, yang juga Caleg PDIP, Agustiani Tio.

Liputan6.com, Jakarta Mantan calon anggota legislatif (Caleg) dari PDI Perjuangan, Saeful Bahri akan menghadapi vonis dari Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Penyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan itu akan menjalani sidang vonis hari ini, Kamis (28/5/2020).

"Saeful (Bahri), agenda putusan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Kamis (28/5/2020).

Diketahui, Saeful dituntut 2 tahun 6 bulan penjara oleh jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, mantan Staf Hasto Kristiyanto itu juga dituntut membayar denda sebesar Rp 150 juta subsider 6 bulan kurungan.

"Menyatakan terdakwa Saeful Bahri terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah, melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," ujar Jaksa KPK Takdir Suhan dalam tuntutannya, Rabu (6/5/2020).

Jaksa meyakini, Saeful Bahri selaku mantan Caleg PDIP memberi suap kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta melalui orang dekat Wahyu, yang juga Caleg PDIP, Agustiani Tio.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dilakukan Bersama Harun Masiku

Jaksa menyebut perbuatan Saeful Bahri itu dilakukan bersama-sama dengan eks Caleg PDIP Harun Masiku yang hingga kini masih menjadi buronan. Uang suap diberikan kepada Wahyu secara bertahap.

Upaya memberikan uang itu dengan maksud agar Wahyu Setiawan mengupayakan KPU menyetujui permohonan penggantian antar-waktu (PAW) anggota DPR RI Fraksi PDIP dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. 

Jaksa meyakini, Saful Bahri melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.