Sukses

Yang Tak Putus Dirundung Malang

Sebanyak 68 TKI ilegal mengembuskan napas terakhir di lokasi penampungan. Belasan lainnya tenggelam bersama kapal pengangkut. Keseriusan pemerintah pun dipertanyakan.

Liputan6.com, Jakarta:Teluk Bone-Bone, 30 Agustus 2002. Sekitar pukul sembilan malam waktu Indonesia bagian tengah, api berkobar hebat di tengah laut. Sebuah Kapal Motor Kenanga meledak, kurang lebih lima mil dari Pelabuhan Baubau, Sulawesi Tenggara. Ini bukan kapal penumpang "biasa", tapi berisi ratusan pekerja Indonesia yang terusir dari Malaysia. Sudah bisa ditebak, buntutnya pasti memilukan. Data terakhir yang tercatat, ada 14 mayat terlacak dan 85 lainnya diselamatkan dari seluruh penumpang yang diperkirakan berjumlah 200 orang. Sejauh ini pencarian korban masih berlangsung. Tak tertutup kemungkinan mereka yang tewas akan bertambah.

Kisah tragis itu adalah sekelumit drama panjang menyedihkan buruh jiran, menyusul pemberlakuan Undang-Undang Keimigrasian baru di Malaysia. Masih berlembar-lembar cerita tentang penderitaan tenaga kerja Indonesia (TKI). Tengoklah kondisi mereka di kantong-kantong penampungan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. Selain tempat tinggal yang tak layak, mereka juga harus bersusah payah untuk sekadar mendapatkan jatah makan. Belum lagi soal mandi atau minum yang juga sulit karena persedian air bersih amat minim. Celakanya, sebagian dari mereka bokek alias tak memiliki uang untuk sekadar--katakanlah--jajan-jajan makanan kecil. Jelas saja nasib mereka amat bergantung pada bantuan. [baca: Buruh Jiran Merana Sendirian].

Jangan heran jika kondisi demikian membuat sebagian besar dari mereka sakit-sakitan. Rata-rata mereka terjangkit penyakit menular. Ada yang gatal-gatal, infeksi pada saluran pernapasan, tak tertinggal pula mereka yang mencret-mencret. Bahkan, sebagian lagi terjangkit malaria dan stres. Edan. Ini diperparah dengan kondisi rumah sakit setempat yang terbilang parah. Alih-alih para pasien sembuh, perawatan yang seadanya justru membuat penderitaan tak tertahan. Hingga kini, jumlah total pekerja yang meninggal di perbatasan mencapai 67 orang [baca: Lagi, TKI di Nunukan Meninggal].

Potret buram "pahlawan devisa" tak cuma soal perut, kesehatan buruk, atau kematian. Ada fakta mengenaskan yang terendus pada Juli sampai Agustus silam: lantaran tak sanggup terjepit kesulitan, dua orang TKI menjual bayi mereka kepada warga setempat seharga Rp 1 juta. Sesuatu yang tak semestinya terjadi andai pemerintah pusat serius menangani persoalan ini.

Gerak pemerintah pada kasus ini memang seperti keong. Sejak persoalan ini mencuat, sekitar dua bulan lampau, baru belakangan ini pemerintah kasak-kusuk tak keruan. Ironisnya, pada lembaga yang diharapkan punya posisi tawar yang besar, gagal tak menuai hasil memuaskan. Itulah ketika Presiden Megawati Sukarnoputri bertemu Perdana Menteri Mahathir Mohammad di Istana Tampak Siring, Gianyar, Bali, awal Agustus. Indonesia gagal membujuk Malaysia agar menunda pengusiran TKI yang dianggap ilegal. Nota Kesepahaman (MoU) menyangkut nasib ratusan ribu buruh tak jadi ditandatangani.

Ironisnya, bukannya segera berbenah, ketidakberhasilan itu berlanjut dengan sikap saling menyalahkan. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jacob Nuwa Wea dan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda saling menuding. Tanpa tedeng aling-aling, Jacob menganggap Departemen Luar Negeri lemah dalam berdiplomasi. Tohokan Nuwa Wea ini kontan disambut bantahan Wirajuda. Polemik itu berhenti setelah Presiden Megawati menggelar sidang kabinet yang menugaskan sembilan menteri bersama Kepala Kepolisian RI Jenderal Polisi Da`i Bachtiar menuntaskan masalah TKI.

Belum lagi tugas sembilan menteri itu tuntas, masyarakat di Tanah Air kembali tersentak. Terdengar kabar dari Malaysia sejumlah TKI ilegal diadili dan diancam hukuman cambuk, plus penjara beberapa bulan. Sejumlah pejabat penting Indonesia, meski terlambat, naik pitam. Mereka mengecam tindakan tersebut. Kecaman yang cukup "memerahkan kuping" para pembesar Malaysia adalah omongan Ketua MPR Amien Rais. Amien menilai, hukuman cambuk itu hanya layak dikenakan pada binatang. Singkatnya, masih dalam pandangan Amien, hukuman itu adalah penghinaan untuk bangsa Indonesia yang jelas-jelas serumpun dengan Malaysia.

Bak minyak disulut api, pernyataan Amien mendapat reaksi keras di Malaysia. Menurut Menlu Malaysia Syed Hamid Albar, Amien seharusnya tak mencampuri proses hukum di Malaysia. Dengan nada menyindir, dia menyarankan Amien sebaiknya mengurusi masalah dalam negeri Indonesia, khususnya masalah pengangguran di Indonesia yang tergolong tinggi.

Bersamaan dengan itu, aksi memprotes hukuman cambuk terhadap TKI merebak di Tanah Air. Suhu yang meningkat itu diperburuk pemberitaan Kantor Berita Malaysia Bernama yang menulis 19 warga Malaysia telah ditahan selama enam jam oleh pihak kepolisian Indonesia. Mereka ditahan karena tidak membawa paspor ketika berada di sebuah lobi hotel di Kota Medan, Sumatra Utara. Polisi akhirnya membebaskan mereka setelah menyerahkan uang, masing-masing sebesar US$ 20 atau 80 ringgit.

Perang terbuka tak terbendung. Indonesia dan Malaysia sama-sama gerah, sampai-sampai, Malaysia melarang warganya datang ke Indonesia. Di mata Juru Bicara Departemen Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa, larangan tersebut tak mencerminkan realitas. Menurut Marty, pemerintah Malaysia hanya melihat kasus dari insiden-insiden terpisah yang tak ada kaitannya sama sekali. "Padahal, ketika Indonesia serius untuk menyelesaikan masalah TKI ilegal, seharusnya antara kedua pemerintah terjalin kerja sama yang baik," kata Marty.

Hubungan RI-Malaysia yang menghangat tersebut diperuncing kasus pembakaran bendera Negeri Jiran. Pembakaran itu dilakukan puluhan aktivis Forum Bersama Laskar Merah Putih saat berunjuk rasa di depan Kedutaan Besar Malaysia di Jalan H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Senin pekan silam [baca: Demo Menentang Hukuman Cambuk buat TKI]. Sejauh ini, polisi telah memeriksa tiga pelaku. Seorang di antaranya adalah Ketua Presidium Laskar Merah Putih Eddy Hartawan. Pembakaran tersebut segera ditanggapi Duta Besar Kerajaan Malaysia untuk Indonesia Datuk Rastam Mohamad Isa. Menurut Dubes Malaysia, tindakan membakar bendera negara adalah perbuatan melanggar hukum. Karena itu, pembakarnya harus diproses secara hukum.

Suhu yang memanas itu cepat didinginkan Menteri Koordinator Bidang Politik Susilo Bambang Yudhoyono. Menko Polkam pun meminta semua pihak tak memberikan reaksi yang berlebihan dan tak mempermasalahkan hubungan RI-Malaysia. Terutama menyangkut kebijakan pemerintah Malaysia memberlakukan hukuman cambuk bagi TKI ilegal [baca: Menko Polkam: Hubungan Indonesia-Malaysia Tetap Harmonis]. Pernyataan serupa diungkapkan Wakil Presiden Hamzah Haz. Wapres menyarankan Menlu Wirajuda segera bertemu dengan Menlu Malaysia Syed Hamid Albar untuk memperbaiki hubungan dua negeri serumpun itu.

Kritikan juga ditembakkan Ketua DPR Akbar Tandjung. Dia mendesak Presiden Megawati turun tangan langsung. Akbar mencontohkan, sikap Presiden Filipina Gloria Macapagal Arroyo yang gesit menjemput para tenaga kerja ilegal yang diusir dari Malaysia. Ketua Umum Partai Golongan Karya juga menilai pemerintah tak serius menangani masalah TKI. Agar masalah ini segera tuntas, dia mengusulkan pemerintah membentuk tim khusus yang diketuai Menteri Koordinator Kesra Jusuf Kalla dan mengalokasikan dana yang cukup untuk menangani masalah tersebut [baca: Megawati Diminta Meniru Sikap Arroyo ].

Akbar yang juga terdakwa Kasus Bulog ini mungkin benar. Tapi jangan lupa, pemerintah Filipina memang sejak lama terkenal profesional dalam menangani tenaga kerja. Bahkan, pendapatan sejumlah pekerja Filipina di luar negeri telah memberikan kontribusi besar bagi devisa negara tersebut. Tak cuma pada Filipina, sudah semestinya, Indonesia mau belajar membenahi rumitnya persoalan TKI. Ini penting agar tak perlu lagi ada buruh jiran merana di pengungsian atau mati tenggelam di laut akibat sikap pemerintahan yang, kok, kesannya tak bertanggung jawab.(ANS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.