Sukses

Fahri Hamzah Sebut Megawati Berbeda dengan Aung San Suu Kyi

Kata Fahri, Aung San Suu Kyi punya kewenangan besar untuk menghentikan pertumpahan darah dan pembantaian terhadap etnis Muslim Rohingya.

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menegaskan, Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri tidak bisa disamakan dengan Penasihat Negara Myanmar, Aung San Suu Kyi. Salah satu alasannya adalah perbedaan kekuasaan yang dipegang keduanya.

"Bu Megawati enggak dapat hadiah Nobel, Aung San Suu Kyi dapat Nobel. Bu Megawati enggak pernah berkuasa secara absolut, Suu Kyi bisa dibilang absolut, menang pemilunya mutlak," ujar Fahri di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Jumat (8/9/2017).

Jadi, kata Fahri, Aung San Suu Kyi jauh punya kewenangan yang besar untuk menghentikan pertumpahan darah dan pembantaian terhadap etnis muslim Rohingya di Myanmar.

"Enggak bisa (disamakan). Dari sisi sensitivitas terhadap nyawa, terhadap hak-hak orang dan terhadap dikte dari negara lain dan sebagianya, Megawati jauh lebih sensitif," tegas Fahri.

Pernyataan Fahri ini mengemuka setelah beredarnya tulisan aktivis dna jurnalis Dandhy Dwi Laksono yang menyamakan kepemimpinan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati dengan Aung San Suu Kyi. Terutama dalam mendukung kekerasan terhadap rakyat.

Gara-gara tulisan ini, Dandhy Dwi Laksono dilaporkan oleh Dewan Pimpinan Daerah Relawan Perjuangan (Repdem) Jawa Timur ke Polda Jatim.

"Kalau Bu Mega disudutkan dengan pernyataan mendukung adanya kekerasan terhadap masyarakat Papua saat memenangkan Jokowi dalam pilpres. Ini jelas menghina dan memfitnah. Kami sebagai organisasi sayap partai tidak bisa menerima," ujar Abraham Edison, Ketua DPD Repdem Jatim, Rabu, 6 September 2017.

Dalam tulisannya, Dandhy memulai paragrafnya dengan menyandingkan kedua tokoh perempuan itu.

"Pada paragraf berikutnya, Dandhy Dwi Laksono menuliskan kegeraman atas peristiwa pembantaian terhadap etnis Rohingya. Lalu mencari persamaan dengan gaya kepemimpinan Megawati," ungkap Abraham.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Respons Dandhy

Menanggapi laporan tersebut, Dandhy menilai banyak persoalan lain yang menuntut perhatian publik lebih besar. Dia mencontohkan kriminalisasi petani Kendeng, peringatan 13 tahun pembunuhan Munir, dan krisis kemanusiaan Rohingya.

Namun, dia tidak bisa menutupi keterkejutannya. Dandhy tidak menyangka pendapatnya ditanggapi di ranah hukum.

"Alih-alih mendapat kiriman artikel bantahan atau perspektif pembanding, yang datang justru kabar pemolisian," imbuhnya.

Dia mengaku akan menanggapi pelaporan itu dengan terukur. Dandhy dan rekan-rekannya tengah mengumpulkan informasi terkait pelaporan atas dirinya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.