Sukses

Cerita Akhir Pekan: Metamorfosis Museum di Era Digital

Idealnya museum juga bisa diakses semua orang melalui teknologi digital atau daring.

Liputan6.com, Jakarta - Para pengelola museum di Indonesa didorong untuk terus berinovasi untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman. Terlebih sejak masa pandemi yang mengubah gaya hidup semua orang beralih ke budaya atau era digital.

Di masa ini, interaksi berjalan melalui media digital. Orang-orang memenuhi kebutuhannya, mulai yang bersifat sekunder maupun primer melalui media digital. Karena itulah, museum sebagai salah satu bagian penting dari praktik kesejarahan dan kebudayaan masyarakat, idealnya juga bisa diakses semua orang melalui teknologi digital atau melalui daring.

Berbagai upaya terus digiatkan untuk menarik atensi masyarakat untuk belajar sejarah Indonesia dengan cara yang seru dan menyenangkan. Hal ini pula yang diadopsi Museum Nasional, Jakarta yang menghadirkan instalasi bernama Ruang ImesifA sejak Maret 2022.

Dikutip dari laman resmi Museum Nasional, Jumat, 12 Agustus 2022, instalasi ImesifA memanfaatkan teknologi imersif dan menawarkan pengalaman interaktif untuk pengunjung. Ini adalah instalasi video mapping permanen di Gedung A, Museum Nasional. Instalasi ImesifA hadir dengan ukuran 12 m x 21.

Tiap sesi pertunjukan menyajikan video mapping berdurasi 30 menit yang diproyeksi dengan sudut 360 derajat, termasuk lantai.  Saat berada di dalam Ruang ImesifA, pengunjung dapat merasakan sensasi seolah-olah menjadi bagian di dalam video. Dinding yang mengelilingi dan lantai yang dipijak menjadi layar yang memutar pertunjukan.

ImersifA menyajikan konten tentang sejarah Indonesia dalam konsep alam, masyarakat, sejarah dan budaya dari masa ke masa. Di ruang ini, pengunjung akan berpetualang, mengalami dunia dari sudut pandang pelaku sejarah.

Layaknya penjelajah, pengunjung bisa mengeksplorasi berbagai hal menarik di Ruang ImesifA. Sebut saja khasanah dan keanekaragaman alam Indonesia, seni dan budaya, kerukunan beragama hingga pengalaman eksotis menembus batas berbagai motif-motif tradisional Indonesia yang tersebar di berbagai koleksi museum, benda cagar budaya, dan bangunan cagar budaya.

Suguhan tersebut juga melibatkan audio visual untuk menciptakan sensasi pengalaman unik, terutama penglihatan, suara dan imajinasi melalui bantuan teknologi digital. Di masa pandemi ini, pemanfaatan teknologi dilakukan sejumlah museum, termasuk Museum Kebangkitan Nasional atau Muskitnas di kawasan Senen, Jakarta Pusat.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Angka Kunjungan Masih Rendah

Pemanfaatan kemajuan teknologi di Museum Kebangkitan Nasional mulai banyak digunakan pada saat PPKM (Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) dengan mengembangkan media sosial, kunjungan virtual, dan pameran virtual.

Menurut Nur Khozin, selaku Pamong Budaya Ahli Muda di Museum Kebangkitan Nasional, program-program tersebut berhasil mengenalkan museum ke masyarakat, yang bisa dilihat dari adanya respons masyarakat secara daring.

Program-program tersebut akan dievaluasi lebih lanjut karena bisa mengarah ke kutub positif dalam bentuk menaikan angka kunjungan masyarakat ke museum atau justru menjadikan masyarakat merasa tidak perlu melakukan kunjungan ke museum.

"Rencana besar museum terkait dengan kemajuan teknologi adalah memanfaatkanya dalam ruang pamer tetap, sehingga pameran di museum menarik masyarakat untuk datang langsung mengunjunginya," ucap Khozin pada Liputan6.com, Jumat, 12 Agusus 2022.

Khozin mengakui, angka kunjungan masyarakat ke museum dinyatakan masih rendah. Berdasarkan kajian pengunjung Museum Kebangkitan Nasional tahun 2019, jumlah kunjungan pelajar di Jakarta yang baru mencapai 10 persen, dari keseluruhan jumlah pelajar yang ada di DKI Jakarta. Padahal pelajar ditetapkan sebagai segmen utama pengunjung museum.

Sedangkan berdasarkan data pengunjung museum 2020-2021 minat pengunjung datang ke museum masih rendah. Hal ini dikarenakan adanya PPKM yang mengharuskan museum juga melakukan pembatasan jumlah pengunjung karena pandemi COVID-19. Masyarakat lebih banyak mengapresiasi museum melalui media sosial yang dikelola oleh museum yang bersangkutan.

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Terobosan Baru

Data pengunjung museum pada Januari-Juli 2022 juga masih menunjukkan angka yang terbilang rendah yaitu rata-rata 1.550 pengunjung perbulan."Rendahnya minat pengunjung ke museum merupakan salah satu tantangan besar pengelola museum di era digital, sehingga diperlukan terobosan-terobosan baru agar masyarakat berminat untuk melakukan kunjungan ke museum," jelas Khozin.

Salah satu usaha yang dilakukan Muskitnas untuk menarik lebih banyak pengunjung adalah menjadikan museum sebagai Rumah Kebangkitan Bersama. Pengelola museum membuka ruang seluas-luasnya untuk masyarakat yang ingin berkegiatan di museum, khususnya dalam rangka mengembangkan objek-objek pemajuan kebudayaan, pemberdayaan ekonomi, dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Kegiatan tersebut tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tetang Cagar Budaya dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

"Kebijakan ini diharapkan bisa menjadikan museum sebagai pusat kegiatan masyarakat yang selalu ramai dengan beragam kegiatan. Masyarakat juga bisa menjadikan museum sebagai tempat alternatif untuk berkegiatan sekaligus mendapatkan pengetahuan," harap Khozin.

Sementara menurut pengamat budaya Feby Triadi, berbagai upaya strategis memang perlu dilakukan para pengelola museum baik milik pemerintah maupun swasta untuk bisa bermetamorfosis di era digital seperti sekarang ini.

4 dari 4 halaman

Memanfaatkan Teknologi

Untuk skala museum, tentu bukan seperti pasar yang menawarkan kebutuhan pokok, namun baiknya harus dilihat seperti toko yang menawarkan satu varian barang tertentu. Ketika barang itu kita miliki, maka senanglah hati kita, begitu juga dalam melihat oran-orang yang berkunjung ke museum.

Saat teknologi semakin maju, museum seharusnya bisa memanfaatkan situasi tersebut. "Justru dengan teknologi museum bisa dibuat semakin real, kehadiran teknologi metaverse misalnya, bisa dijadikan tolak ukur atas mesin waktu yang bisa kembali pada setting peristiwa, tahun atau abad tertentu," ujar Feby pada Liputan6.com, Jumat, 12 Agustus 2022.

Berdamai dan memanfaatkan teknologi, termasuk dengan memahami kebutuhan dan ketertarikan milenial dalam melihat museum tidak hanya sebagai lawatan sejarah, melainkan kebutuhan untuk mengetahui masa lalu,” sambungnya.

Museum juga bisa dibuat lebih menarik seperti bisa kita lihat dalam perkembangan berbagai jenis museum saat ini. Ada museum kontemporer seperti Museun MACAN, museum seni rupa seperti Ciputra Artpreneur dan Galeri Indonesia Kaya atau museum tiga dimensi seperti Museum Art Magic 3D di kawasan Kota, Jakarta Pusat.

"Bahkan ada juga museum selfie untuk berfoto yang sangat disukai anak muda. Bagi saya ini bisa jadi tantangan menarik bagi pengelola museum. Jadi, mereka harus bisa berbenah dengan teknologi, dan mulai melihat metaverse sebagai kebutuhan pengembangan museum," pungkas Feby.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.