Sukses

Kasus Kopi Sianida dan Hukum Pembunuhan Berencana dalam Pandangan Islam, Apa Konsekuensinya?

Penjelasan hukum pembunuhan berencana menurut Islam

Liputan6.com, Jakarta - Setelah tayangnya film dokumenter berjudul Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso pada salah satu platform berbayar Netflix, kini kasus kopi sianida yang terjadi sekitar tujuh tahun silam tepatnya pada tahun 2016 kembali diperbincangkan oleh publik.

Diduga kasus tersebut termasuk dalam kategori pembunuhan berencana dengan menaruh bubuk sianida dalam secangkir kopi yang menyebabkan korban meninggal dunia. Hal ini juga berbuntut pada penetapan vonis tersangka dengan hukuman penjara 20 tahun.

Berpedoman dalam hukum positif yang berlaku di Indonesia, kita mengenal adanya istilah 'pembunuhan berencana' sebagaimana diatur dalam Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). 

Pasal tersebut berbunyi: “Barangsiapa sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.

Kemudian lebih lanjut dijelaskan bahwa sebuah pembunuhan dapat dikatakan berencana apabila memenuhi syarat rencana, yakni: pertama, adanya waktu tertentu untuk tindakan pembunuhan, kedua, waktu berencana yang dimaksud harus memiliki hubungan yang erat dengan pembunuhan yang dilakukan dan ketiga, adanya pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang. 

Berbicara soal kasus pembunuhan, bagaimana Islam memandang tindakan menghilangkan nyawa orang lain? Berikut penjelasannya mengutip dari laman NU Online Lampung.

 

Saksikan Video Pilihan ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Hukum Pembunuhan Berencana Menurut Islam

Terdapat banyak ayat Al-Qur’an dan hadis yang menjelaskan sanksi pelaku pembunuhan, mulai dari dosa besar hingga ancaman dimasukkan ke dalam Neraka Jahanam. Di antaranya adalah ayat Al-Qur’an berikut yang menegaskan pelaku pembunuhan akan mendapat siksa berat di akhirat kelak. Allah SWT berfirman:

وَالَّذِيْنَ لَا يَدْعُوْنَ مَعَ اللّٰهِ اِلٰهًا اٰخَرَ وَلَا يَقْتُلُوْنَ النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّٰهُ اِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُوْنَۚ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ يَلْقَ اَثَامًا ۙ  

Artinya: Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat (QS. Al-Furqan: 68). 

Ayat di atas menjelaskan pelaku pembunuhan akan mendapat balasan dosa besar berupa dimasukkan ke dalam neraka. Kata atsama(n) pada ayat ini diartikan nama sebuah lembah di dalam Neraka Jahanam. Ayat ini juga sekaligus menunjukkan dosa menghilangkan nyawa orang lain satu tingkat di bawah dosa menyekutukan Allah swt (Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 2019: juz VII, h. 60). 

Syariat Islam juga membuat kategorisasi pembunuhan menjadi 3 kategori, yakni: sengaja, serupa sengaja dan tidak sengaja. Dalam Kitab Ghayah al-Ikhtishar disebutkan:

الْقَتْل على ثَلَاثَة أضْرب عمد مَحْض وَخطأ مَحْض وَعمد خطأ  

Artinya: Pembunuhan ada tiga kategori: murni sengaja (‘amd mahdl), murni ketidaksengajaan (syibh ‘amd) dan serupa sengaja (‘amd khatha`).

Selain itu, dalam ayat lain Allah SWT juga menegaskan bahwa saking besarnya dosa pelaku pembunuhan, membunuh satu orang sama saja dengan menghilangkan nyawa seluruh manusia. Dalam Al-Qur’an disebutkan:

مِنْ اَجْلِ ذٰلِكَ ۛ كَتَبْنَا عَلٰى بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اَنَّهٗ مَنْ قَتَلَ نَفْسًاۢ بِغَيْرِ نَفْسٍ اَوْ فَسَادٍ فِى الْاَرْضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيْعًاۗ وَمَنْ اَحْيَاهَا فَكَاَنَّمَآ اَحْيَا النَّاسَ جَمِيْعًا ۗوَلَقَدْ جَاۤءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنٰتِ ثُمَّ اِنَّ كَثِيْرًا مِّنْهُمْ بَعْدَ ذٰلِكَ فِى الْاَرْضِ لَمُسْرِفُوْنَ  

Artinya: Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya Rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi (QS. Al-Maidah: 32).

Saking beratnya pertanggung jawaban di akhirat kelak atas aksi pembunuhan, kelak di hari akhir amal yang paling awal diadili adalah dosa pembunuhan. Diriwayatkan:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوَّلُ مَا يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ فِي الدِّمَاءِ رواه البخاري ومسلم  

Artinya: Dari Abdullah ia berkata, ‘Nabi saw bersabda, ‘Yang paling pertama diputuskan (dalam pengadilan Allah di akhirat kelak) bagi manusia adalah masalah darah (kasus pembunuhan) (HR. Bukhari dan Muslim). 

 

3 dari 3 halaman

Konsekuensi Tindakan Pembunuhan Berencana

Hadis di atas tidak bertentangan dengan riwayat yang menjelaskan bahwa amal perbuatan pertama yang akan diadili kelak di akhirat adalah sholat karena beda jenis. Jika sholat kategori amal yang pertama diadili dari jenis ibadah kepada Allah sementara pembunuhan adalah kategori perbuatan yang berkaitan dengan interaksi sesama manusia (Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fathul Bari, 2001: juz XI, h. 404). 

Yang menjadi pembeda apakah seseorang sengaja atau tidak melakukan tindak pembunuhan adalah dengan melihat media yang ia gunakan untuk menghilangkan nyawa seseorang karena sesuatu disebut sebagai “sengaja” atau “berencana” itu dilihat dari bisikan hatinya, yang tentu saja sangat sulit bagi orang lain untuk mengetahui isi hati si pelaku. Oleh karena itu yang dijadikan sebagai pertimbangan ialah media yang ia gunakan untuk pembunuhan. 

Jika kita komparasikan, maka yang paling sesuai dengan apa yang dimaksud sebagai “pembunuhan berencana” dalam hukum positif Indonesia ialah qatl ‘amd atau pembunuhan sengaja yaitu pembunuhan yang dilakukan secara indirect pada korban dengan media yang secara umum bisa membunuh seperti menggunakan alat benda tajam atau tidak menggunakan alat namun dengan media semisal memenjarakan seseorang dan tidak memberinya makan minum hingga korban mati.

Syekh Taqiyuddin al-Syafi’i dalam Kitab Kifayah al-Akhyar fi Hilli Ghayah al-Ikhtishar, halaman 451, menjelaskan kriteria pembunuhan sengaja sebagai berikut:

فالعمد الْمَحْض أَن يقْصد الْفِعْل والشخص الْمعِين بِشَيْء يقتل غَالِبا 

Artinya: Pembunuhan dengan delik murni kesengajaan ialah jika seseorang sengaja melakukan tindak pembunuhan pada orang tertentu dengan sesuatu yang secara umum bisa menyebabkan kematian.

Konsekuensi dari pembunuhan jenis ini ialah qishash atau balas bunuh jika keluarga korban tidak mengampuni. Namun apabila keluarga korban mengampuni maka hukumannya bisa beralih menjadi diyat mughalladzah atau denda yang diperberat. Rinciannya adalah sebagai berikut: 

  1. Berupa 100 ekor unta dengan rincian 30 unta hiqqah, 30 unta jadza’ah, dan 40 khilfah
  2. Diyat tersebut diambilkan dari harta pelaku 
  3. Dibayarkan secara kontan. Bukan hanya itu saja, pelaku juga diwajibkan untuk bertaubat dengan cara membebaskan budak mukmin dan puasa dua bulan berturut-turut

Demikianlah penjelasan mengenai hukum pembunuhan berencana menurut Islam. Semoga menambah khazanah keislaman kita. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.