Sukses

Jemaah Haji Lansia Lebih Utama Sholat di Hotel Ketimbang Masjidil Haram dan Nabawi, Ini Sebabnya

Jemaah haji yang memiliki risiko tinggi seperti lansia dan difabel perlu mengantisipasi dengan tidak memaksakan diri pada ibadah-ibadah sunnah yang menguras tenaga.

Liputan6.com, Madinah - Gelombang I jemaah haji Indonesia terus berdatangan di Kota Madinah, Arab Saudi sejak Rabu, 24 Mei 2023 lalu. Hingga hari ke-8, Rabu (31/5/2023) pagi waktu setempat, tercatat sudah ada 43.120 jemaah haji dari 113 kelompok terbang (Kloter) yang sudah tiba di Madinah dan sekitar 30 persen di antaranya merupakan lanjut usia (Lansia).

Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Kementerian Agama (Kemenag) melaporkan, hingga saat ini jemaah haji yang meninggal dunia di Madinah berjumlah 4 orang. Sementara jemaah yang saat ini dirawat di Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) maupun Rumah Sakit Arab Saudi (RSAS) mencapai 64 orang.

Tahun ini untuk pertama kalinya Indonesia memberangkatkan jemaah haji dengan kuota penuh yakni 221 ribu jemaah ditambah kuota tambahan 8 ribu jemaah ke tanah suci pasca-pandemi Covid-19. Dari total 229 ribu jemaah itu, sekitar 30 persen atau 67 ribu di antaranya adalah jemaah lansia. Angka yang cukup besar.

Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Liliek Marhaendro Susilo mengatakan, tantangan haji 2023 lebih berat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Selain karena kian padatnya jamaah akibat pemberlakuan kuota normal pascapandemi, jumlah jamaah lansia juga membludak setelah mereka tidak bisa berangkat selama 3 tahun terakhir.

Menurutnya, jamaah haji lansia memerlukan pelayanan khusus lantaran ada peningkatan risiko terkena penyakit kronis, seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung, dan lainnya. Belum lagi jamaah akan menghadapi suhu panas Arab Saudi yang diperkirakan mencapai lebih dari 40 derajat celcius.

Data Pusat Kesehatan Haji mengungkap bahwa berdasar pengalaman penyelenggaraan haji selama ini selalu ada periode kritis yang dimulai pada hari ke-28 sampai hari ke-60. Dalam rentang waktu itu biasanya ada peningkatan kasus kematian harian.

“Puncak kematian tertinggi terjadi pada masa Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina) sampai lima hari pasca-Armuzna,” papar Liliek.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mitigasi Jelang Periode Kritis

Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi pun menghadapi tantangan. Direktur Bina Haji Kemenag Arsad Hidayat mengingatkan para petugas untuk mengurangi risiko menghadapi periode kritis operasional penyelenggaraan haji 2023.

Sesuai dengan jargon penyelenggaraan haji tahun ini, “Haji Ramah Lansia”, ribuan petugas diimbau tidak hanya memberi pelayanan ekstra kepada para jamaah lansia dan difabel, tetapi juga menjaga mereka agar tetap memiliki fisik prima menghadapi puncak haji pada rentang tanggal 8 sampai 13 Dzulhijjah 1444 H.

Karena itu, kata Arsad, jamaah haji yang memiliki risiko tinggi seperti lansia dan difabel perlu mengantisipasi dengan tidak memaksakan diri pada ibadah-ibadah sunnah yang menguras tenaga.

Berbagai rukhsah atau keringanan ibadah juga perlu diterapkan untuk mencegah mudarat.

Tidak Harus Shalat di Masjid

Satu hal yang banyak menarik perhatian jamaah haji adalah hadits tentang keutamaan shalat di Masjidil Haram yang mempunyai kelipatan seratus ribu kali dan shalat di Masjid Nabawi berkelipatan seribu kali dibanding shalat di masjid lainnya. Jemaah pun berbondong-bondong berburu pahala di Masjid Haramaian (dua masjid suci) tersebut.

“Masalah timbul ketika jemaah lansia atau risti (risiko tinggi) memaksakan diri menunaikan Arbain (shalat fardhu berjamaah selama 40 waktu) di Masjid Nabawi dan shalat rutin berjamaah di Masjidil Haram. Energi mereka sudah habis sebelum puncak haji,” kata Arsad.

Konsultan Ibadah Haji PPIH Arab Saudi KH Miftah Faqih mengatakan, bagi lansia shalat di hotel atau pemondokan lebih utama daripada shalat di Masjidil Haram karena mempertimbangkan mudarat yang bakal diterima jamaah.

"Hotel (berlokasi) di Tanah Suci. Masjidil Haram di Tanah Suci. Maka, pelipatgandaan pahalanya ya sama," papar Kiai Miftah yang juga ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.

Penjelasan ini juga selaras dengan statemen sahabat Nabi, Ibnu Abbas bahwa tanah haram seluruhnya adalah Masjidil Haram.

Imam at-Thabari dalam Jami’ul Bayan menjelaskan, ketika Rasulullah melakukan isra, beliau tidur di rumah Ummi Hani binti Abi Thalib. Namun dalam surat al-Isra’ [17]:1, disebutkan bahwa perjalanan itu dimulai dari Masjidil Haram menuju Masjid al-Aqsa. Hal ini bermakna seluruh tanah haram adalah masjid.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini