Sukses

Film dan Game Action atau Horor Makin Digemari, Bagaimana Hukumnya dalam Islam?

Film dan game ber genre action, magis, ataupun horor selalu ada penggemarnya, bahkan bisa dikatakan terus bertambah. Lalu bagaimana sebenarnya hukum atau pandangan Islam mengenai hal tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Film dan game bergenre action, magis, ataupun horor selalu ada penggemarnya, bahkan bisa dikatakan terus bertambah. Lalu bagaimana sebenarnya hukum atau pandangan Islam mengenai hal tersebut.

Film dan game bergenre ini pesat perkembangannya, bisa dinikmati semua kalangan, anak-anak maupun dewasa. Produksi film dan game seperti ini selalu bertambah setiap waktu.

Ada keasyikan tersendiri menikmati acara acara yang disuguhkan, baik di bioskop, televisi, maupun yang menyusup melalui ponsel pintar kita.

Untuk diketahui, cerita horor merupakan cerita yang dipenuhi dengan unsur-unsur yang bertujuan untuk membangkitkan ketegangan atau rasa takut, ngeri pada pembacanya. Rasa takut dan kengerian yang didapat merupakan kesenangan dan hiburan yang dicari para penikmatnya sehingga genre horor menjadi populer.

Permainan petualangan aksi (Action-adventure games), yaitu ragam permainan video yang menempatkan pemain sebagai tokoh dalam permainan tersebut, mirip dengan permainan peran, tetapi ditambah dengan unsur-unsur aksi, misalnya perkelahian dan tembak-menembak.

Lantas, bagaimana pandangan Islam terkait hukum menonton film atau bermain game bergenre action atau horor?

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ini Film yang Dibolehkan dalam Islam

Sebelum mengetahui hukumnya dalam Islam, ada baiknya kita membedah terlebih apa itu film action. Melansir suaramuhammadiyah.id, film action adalah sebuah film dengan plot yang bergerak cepat, biasanya film ini berisi adegan-adegan kekerasan.

Film yang bergenre action maupun film yang mengandung unsur magis ini boleh untuk ditonton, hal tersebut berlaku apabila film itu memberikan manfaat yang lebih besar dari pada mudarat (bahaya) kepada penontonnya. Contoh: menonton film perang badar atau film Muhammad al-Fatih, film ini termasuk dalam kategori film action.

Film ini boleh untuk ditonton, karena ada manfaat yaitu dapat memetik pelajaran-pelajaran atau hikmah dari film tersebut dan asalkan dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Pelajaran tersebut misalnya tentang keberanian, kepemimpinan, strategi perang, dan lain-lain. Selain film yang berbau Islami di atas, film bergenre action yang lain juga boleh, seperti film-film barat.

Selain itu, film-film yang akan ditayangkan di berbagai media juga harus memenuhi syarat lulus sensor. Adapun lembaga yang akan menyeleksi film yang pantas untuk ditayangkan, yaitu Lembaga Sensor Film (LSF).

LSF juga mempunyai hak yang sama terhadap reklame-reklame film, misalnya poster film. Selain tanda lulus sensor, lembaga sensor film juga menetapkan penggolongan usia penonton bagi film yang bersangkutan. Sehingga efek dari menonton film tersebut, bukan malah berpengaruh buruk terhadap dirinya. Jadi, menonton film dengan genre tersebut boleh, akan tetapi harus memenuhi beberapa ketentuan di atas.

Kedua, mengenai game. Game atau permainan, sebagaimana film, adalah bagian dari sarana hiburan dan sarana melepas lelah (Arab: al-lahwu wa al-tarwîh). Akan tetapi, tidak semua hiburan (al-lahwu) mendapatkan tempat dalam agama Islam.

Islam hanya membolehkan jenis-jenis hiburan yang di dalamnya terdapat unsur-unsur pendidikan, kesehatan, dan nilai-nilai moral lainnya.

Dalam Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah yang dimuat di Rubrik Tanya Jawab Agama Majalah Suara Muhammadiyah Nomor 14 Tahun 2011 disebutkan bahwa hukum asal dari game adalah boleh. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam kaidah fikih “hukum asal segala sesuatu adalah mubah, kecuali setelah adanya dalil yang mengharamkannya”.

Namun perlu adanya pertimbangan terhadap dampak positif dan negatif dari hiburan tersebut, apakah itu ada manfaatnya atau malah lebih besar mudaratnya, misalnya dapat melalaikan terhadap ibadah dan kewajiban, membuang-buang waktu, mengandung sesuatu yang dilarang oleh agama, seperti memperlihatkan aurat, menentang akidah, dan lain-lain.

Adapun dampak positifnya seperti dapat mengurangi rasa penat atau stres pada diri seseorang, menjadi media untuk belajar, dan lain-lain. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa bermain game itu boleh, termasuk yang bergenre action, namun manfaat dan mudarat di atas perlu menjadi pertimbangan.

 

3 dari 3 halaman

Hukum Menonton dan Game Horor

Ketiga, mengenai hukum sihir telah disebutkan dalam Al-Qur’an surah al-Baqarah (2) ayat 102 sebagai berikut,

وَاتَّبَعُوْا مَا تَتْلُوا الشَّيٰطِيْنُ عَلٰى مُلْكِ سُلَيْمٰنَ ۚ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمٰنُ وَلٰكِنَّ الشَّيٰطِيْنَ كَفَرُوْا يُعَلِّمُوْنَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَآ اُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوْتَ وَمَارُوْتَ ۗ وَمَا يُعَلِّمٰنِ مِنْ اَحَدٍ حَتّٰى يَقُوْلَآ اِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ ۗ فَيَتَعَلَّمُوْنَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُوْنَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ ۗ وَمَا هُمْ بِضَاۤرِّيْنَ بِهِ مِنْ اَحَدٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللهِ ۗ وَيَتَعَلَّمُوْنَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ ۗ وَلَقَدْ عَلِمُوْا لَمَنِ اشْتَرٰىهُ مَا لَهُ فِى الْاٰخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ ۗ وَلَبِئْسَ مَاشَرَوْا بِهِٓ اَنْفُسَهُمْ ۗ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَ.

Mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman. Sulaiman itu tidak kafir tetapi setan-setan itulah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babilonia yaitu Harut dan Marut. Padahal keduanya tidak mengajarkan sesuatu kepada seseorang sebelum mengatakan, sesungguhnya kami hanyalah cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kafir.

Kemudian mereka mempelajari dari keduanya (malaikat itu) apa yang (dapat) memisahkan antara seorang (suami) dengan istrinya. Mereka tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Allah.

Mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan, dan tidak memberi manfaat kepada mereka. Sungguh, mereka sudah tahu, barangsiapa membeli (menggunakan sihir) itu, niscaya tidak akan mendapat keuntungan di akhirat. Sungguh, sangatlah buruk perbuatan mereka yang menjual dirinya dengan sihir, sekiranya mereka tahu.

Dalam kitab Ibnu Katsir, terdapat suatu riwayat yang mengemukakan bahwa kaum Yahudi berkata, lihatlah Muhammad yang mencampurbaurkan antara hak dan batil, yaitu menerangkan (Nabi) Sulaiman digolongkan pada kelompok nabi-nabi, padahal ia seorang ahli sihir yang mengendarai angin. Allah kemudian menurunkan ayat ini yang menegaskan bahwa kaum Yahudi lebih mempercayai setan daripada iman kepada Allah (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Syahr bin Hausyab).

Kemudian, Ibnu Jarir mengatakan, dengan demikian, penafsiran ayat ini yaitu mengenai sihir. Nabi Sulaiman tidak kafir, dan Allah tidak menurunkan sihir kepada kedua malaikat tersebut, tetapi setan-setan itu yang kafir. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia di negeri Babilonia, yaitu Harut dan Marut. Dengan demikian kalimat, di negeri Babilonia, yaitu Harut dan Marut’ merupakan ayat yang maknanya didahulukan dan redaksinya diakhirkan.

Allah menginformasikan kepada Nabi Muhammad saw bahwa Malaikat Jibril dan Mikail tidak pernah turun membawa sihir, sedang Nabi Sulaiman sendiri terbebas dari sihir yang mereka tuduhkan. Allah justru memberitahu mereka bahwa sihir merupakan perbuatan setan, dan setan-setan itu mengajarkan sihir di negeri Babilonia.

Allah juga menginformasikan bahwa di antara yang diajari sihir oleh setan adalah dua orang yang bernama Harut dan Marut. Harut dan Marut merupakan terjemahan dari kata ‘manusia’ dalam ayat ini, sekaligus sebagai bantahan atas mereka (orang-orang Yahudi). Demikian nukilan dari Ibnu Jarir berdasarkan lafal darinya.

Selain itu, dalam Majalah Suara Muhammadiyah Nomor 10 tahun 2011 disebutkan bahwa mayoritas ulama berpendapat bahwa perbuatan sihir hukumnya adalah haram atau syirik dan sihir termasuk ke dalam kelompok dosa besar, berdasarkan hadis Rasulullah saw berikut,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ [رواه البخارى ومسلم].

Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan) dari Nabi saw bersabda, jauhilah tujuh perkara yang merusak (dosa besar). Para sahabat bertanya, apa saja ketujuh perkara itu wahai Rasulullah? Rasulullah saw menjawab, syirik kepada Allah, sihir, membunuh seseorang yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan jalan yang benar, memakan harta riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang dan menuduh zina terhadap perempuan-perempuan mukmin [H.R. al-Bukhari dan Muslim nomor 6351].

Mengenai hukum menonton film, bermain game atau segala hiburan yang mengandung unsur sihir, hukum boleh atau tidaknya tergantung kepada penontonnya. Apabila dengan menonton film tersebut penonton dapat mengambil manfaat, maka hal itu dibolehkan. Namun apabila malah sebaliknya, maka hal itu tidak dibolehkan. Seseorang yang sudah memahami hukum-hukum sihir misalnya, ia menonton sebuah film yang mengandung unsur sihir, maka hal itu boleh, karena film atau game tersebut tidak akan berpengaruh terhadap dirinya.

Tidak pula dikhawatirkan akan mencontoh perbuatan sihir itu. Namun apabila seseorang masih awam mengenai hukum sihir, lalu ia menonton film sihir, dan kemudian dikhawatirkan dirinya akan terpengaruh bahkan mencontohnya, maka sebaiknya tidak dilakukan. Hal ini karena film atau game tersebut dapat berpengaruh terhadap keimanannya atau yang lebih parahnya dapat terjerumus ke dalam dosa syirik.

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa hukum mengenai perbuatan sihir (baik mempelajari atau mengajarkan) hukumnya adalah haram atau syirik. Adapun hukum menonton film atau bermain game yang bergenre action maupun ada unsur sihir adalah boleh sepanjang tidak memberikan pengaruh terhadap jiwa, diri dan keiman orang yang menonton. Oleh karena itu hukumnya tidak dapat disamakan dengan hukum seseorang yang mendatangi dukun, yaitu tidak diterima salatnya selama 40 hari. Wallahu a‘lam bish-shawab.

Penulis: Nugroho Purbo

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.