Sukses

Makin Banyak Anak Muda Lakukan Hubungan Seks di Usia Belia, Kepala BKKBN Ungkap Kegelisahan

Dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 90an, para responden mengaku aktivitas seksual pertama mereka rata-rata dilakukan di usia 20-21. Namun, sekarang usianya semakin muda.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dokter Hasto mengaku gelisah karena dewasa ini hubungan seks pertama terjadi di usia yang semakin muda.

Dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 90an, para responden mengaku aktivitas seksual pertama mereka rata-rata dilakukan di usia 20-21.

“Memang usia laki-laki lebih maju ketimbang perempuan untuk hubungan seks pertama," kata Hasto mengutip keterangan pers, Senin (27/5/2024).

"Hari ini, atas pertanyaan di tahun 2018 (Riskesdas) itu, maka rata-rata hubungan seks pertama maju di usia 15-19 tahun. Kalau ditanya, mayoritas di usia 17 tahun. Padahal menikahnya rata-rata di usia 22 tahun," jelas dokter Hasto.

Aktivitas seksual di usia muda kerap menjadi alasan maraknya kasus hamil di luar nikah. Mau tak mau mereka pun menikah di bawah umur. Lebih jauh, ini berdampak pada tingginya risiko anak lahir stunting.

“Oleh karena itu, dalam upaya mencegah stunting jangan sampai hamil duluan. Hamil di luar nikah kita hindari. Ini penting,“ kata Hasto.

Dalam pertemuan di Palembang pada Selasa, 21 Mei 2024, Hasto kembali mengingatkan agar pencegahan stunting dapat dilakukan dengan intervensi di 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

“Kenapa di seribu hari? Karena ubun-ubun kita tertutup di 1000 hari. Pas 24 bulan, sudah tidak ada celah lagi. Sejak itu otak anak mengalami pertumbuhan yang tidak signifikan," terang dokter Hasto.

Sementara, mencegah stunting di atas usia 24 bulan sulit dilakukan. Sehingga, pemberian ASI eksklusif harus disempurnakan hingga usia anak menginjak 2 tahun.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Cegah Stunting dengan KB

Pencegahan stunting juga dapat dilakukan dengan KB, misalnya KB steril atau MOW (metode operasi wanita).

Dengan KB, ibu-ibu bisa leluasa mengurus anaknya agar tidak stunting dan bisa agak lama menyusui anak.

Selain istri, Hasto mengatakan bahwa para suami juga perlu ikut berperan dalam pencegahan stunting.

“Peran suami harus ditingkatkan dalam rangka mencegah stunting. Kalau istri kadang suntik KB sulit karena hormon, sakit kepala, ada diabetes, tensi tinggi, maka suami harus berpartisipasi," jelas dokter Hasto.

Para suami dapat melakukan KB dengan vasektomi, ini adalah tindakan yang berbeda dengan kastrasi.

“Jangan khawatir, vasektomi beda dengan kastrasi. Kalau kastrasi diambil bijinya, kalau vasektomi hanya salurannya diikat. Jadi tetap perkasa,” ujar dokter Hasto.

Kastrasi merupakan tindakan medis untuk menghilangkan kemampuan untuk bereproduksi. BKKBN sendiri memiliki kelompok namanya “Pria perkasa”. Kelompok ini beranggotakan laki-laki yang sudah divasektomi dan sering memberikan motivasi terkait vasektomi dan manfaatnya bagi keluarga. 

3 dari 4 halaman

Pengalaman Gunakan KB IUD

Salah satu kader KB di Palembang, Dian menceritakan pengalamannya menggunakan KB IUD.

Dia sudah memakai IUD sejak 2007 saat melahirkan anak pertama. Lalu, pada 2012, ia melahirkan anak kedua. Dengan ber-KB IUD, Dian menyatakan lebih bisa menjaga kelahiran antar anak.

"Jaraknya lima tahun antara anak kesatu dengan kedua," kata Dian dalam keterangan yang sama.

Tujuan Dian memakai IUD agak berbeda. Selain menjaga jarak kelahiran, tujuan lainnya untuk memberikan contoh kepada masyarakat tentang manfaat dan keamanan program KB. 

"Saya Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), lebih enak mengajak orang karena contohnya di badan saya sendiri. Kemudian tahun 2023 suami saya ikut vasektomi,“ tambahnya.

“Alhamdulillah intensitas dan kualitas tidak ada yang berubah,” ujar Dian sambil tersenyum saat dokter Hasto menanyakan yang dirasakan ketika kondisi dirinya dan suami ber-KB.

4 dari 4 halaman

Anggapan Masyarakat Soal KB

Menurut Dian, selama ini masyarakat mengira suami yang menjadi akseptor vasektomi akan mengalami kondisi tubuh menjadi lemah. 

"Ternyata nggak. Saya membuktikan sendiri. Yang saya rasa kekentalannya berbeda," lanjut Dian.

Dokter Hasto pun menjelaskan, tidak ada perubahan yang signifikan saat pria memutuskan untuk vasektomi.

“Walau disteril, tetap keluar cairan. Hanya bibit sperma yang bisa bergerak sendiri itu ditahan sehingga tidak terlalu kental seperti kalau belum disteril. Tapi, tetap kedua-duanya bisa puas,” terang dokter Hasto.

“Kata suami saya lebih enjoy sekarang karena udah yakin ga akan punya anak lagi,” ujar Dian menutup testimoninya.

Dokter Hasto mengatakan, KB membuat jarak kelahiran menjadi tiga tahun sehingga menyusui menjadi cukup. Manfaatnya, anak terbebas dari ancaman stunting.

"Spacing (jarak melahirkan) menjadi penting sekali. Menyusui anak enam bulan dan tidak boleh diberi makanan selain ASI," jelas dokter Hasto.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.