Sukses

Siswi SMP di Surabaya Jadi Korban Kekerasan Seksual 4 Anggota Keluarga, KPAI: Tidak Boleh Ada Mediasi

Perempuan berinisial B (13) diperkosa 4 anggota keluarganya sendiri yakni PE (43) ayah, MA (17) kakak, I (43) dan JW (49) paman korban.

Liputan6.com, Jakarta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) angkat bicara soal kasus kekerasan seksual yang menimpa siswi SMP di Surabaya.

Perempuan berinisial B (13) diperkosa 4 anggota keluarganya sendiri yakni PE (43) ayah, MA (17) kakak, I (43) dan JW (49) paman korban. Atas tindakan tersebut, para pelaku terancam hukuman 15 tahun penjara.

"Akibat perbuatannya, empat pelaku disangkakan dengan Pasal 81 dan atau 82 UU RI No.17 Tahun 2016 tentang persetubuhan dan atau pencabulan terhadap anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara," ujar Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Hendro Sukmono mengutip Regional Liputan6.com, Selasa (23/1/2024).

Menanggapi kasus ini, Komisioner KPAI, Dian Sasmita mengatakan bahwa kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia terutama dengan korban anak tidak ada toleransi hukuman atau tawar menawar apapun.

“Kami juga baru saja bertemu dengan Kabareskrim untuk menegaskan bahwa tidak ada lagi kasus kekerasan seksual dengan pelaku dewasa kemudian didamaikan. Seperti kasus yang lalu-lalu di wilayah Kalimantan,” kata Dian saat temu media di Jakarta, Senin (22/1/2024).

Pasalnya, lanjut Dian, kasus kekerasan seksual adalah pidana murni dan mengakibatkan penderitaan yang luar biasa terhadap anak.

“Tidak hanya luka fisik saja, tapi luka psikis, tumbuh kembang anak bahkan masa depan anak juga terpengaruh.”

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dorong Pendampingan Korban

Maka dari itu, imbuh Dian, untuk kasus yang terjadi di Surabaya, pihaknya berharap dan mendorong pemerintah daerah untuk segera melakukan pendampingan kepada anak dan mendukung pemulihan anak.

“Pendampingannya tidak hanya psikososial tapi juga bantuan hukum untuk anak karena proses hukumnya masih akan panjang.”

“Kemudian kehadiran psikolog dan pekerja sosial sangat penting sekali untuk menemani anak dalam proses hukum karena prose hukum untuk tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) itu panjang,” jelas Dian.

Dalam proses ini, anak akan diminta menyampaikan secara berulang tentang tragedi atau peristiwa buruk yang dialaminya.

3 dari 4 halaman

Tidak Ada Kata Mediasi

Dian menegaskan, untuk kasus kekerasan seksual tidak boleh ada mediasi atau penyelesaian di luar jalur peradilan formal untuk kasus TPKS dengan pelaku dewasa.

“Semua harus diproses lewat peradilan kemudian kasus di Surabaya pelakunya adalah kerabat anak, masih orangtua dan saudara. Berdasarkan pasal di UU TPKS dan UU Perlindungan Anak, maka ada pasal pemberatan (hukuman) sepertiganya.”

Dian yang mewakili KPAI juga mendorong para penegak hukum agar pemberatan hukuman itu bisa diberikan kepada pelaku sebagai efek jera.

“Kami mendorong penegak hukum, baik kepolisian, kejaksaan, dan hakim agar dapat memberikan pemberatan kepada pelaku supaya menjadi efek jera.”

4 dari 4 halaman

Peran Pemerintah Daerah dan Masyarakat

Dian juga mendorong pemerintah daerah agar lebih serius dalam melakukan edukasi tentang perlindungan anak dan kekerasan.

“Supaya masyarakat lebih peka dan lebih responsif ketika ada indikasi-indikasi atau situasi yang membuat anak-anak rentan terhadap kekerasan.”

“Masyarakat perlu ikut terlibat supaya dapat mencegah dan melindungi anak-anak di sekitarnya. Dan fungsi kami KPAI adalah memastikan pemerintah daerah dan aparat penegak hukum menjalankan tugas-tugasnya sesuai dengan undang-undang yang ada. Supaya anak-anak mendapat keadilan dan terpenuhinya hak-hak mereka,” tutup Dian.  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.