Sukses

Peneliti BRIN Sebut Tumbuhan Johar Berpotensi Jadi Bahan Baku Obat Malaria

Peneliti menyimpulkan bahwa johar memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku obat malaria.

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti dari Pusat Riset Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yuli Widiyastuti, mengatakan bahwa daun johar (cassia siamea) berpotensi jadi bahan baku obat malaria.

“Kita bisa menyimpulkan bahwa johar memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku obat malaria meskipun ini masih jauh. Jadi, riset-riset ini perlu banyak evaluasi dan riset tambahan yang membuktikan secara in vivo dan klinis bisa setara dengan obat malaria golden standard,” kata Yuli dalam Professor Talk BRIN, Senin (18/12/2023).

Dia menambahkan, perlu dilakukan uji visibilitas produksi bahan baku obat serta serangkaian uji lainnya untuk dapat menjadikan tumbuhan johar salah satu kandidat obat baru malaria.

Yuli menjelaskan, penelitian terhadap tumbuhan johar dilakukan berdasarkan pengetahuan empiris masyarakat.

“Johar ini sejak zaman dulu kala di pustaka-pustaka pun disebutkan, daun johar digunakan untuk pengobatan malaria. Jadi, ini basisnya adalah informasi empiris atau informasi etnomedisin.”

Selain digunakan secara empiris untuk mengobati malaria, daun johar juga digunakan untuk berbagai keluhan kesehatan. Seperti penyakit kuning, hepatitis, darah kotor, dan cacingan.

Daun johar juga termasuk sebagai salah satu bahan baku obat herbal yang dikembangkan di Thailand untuk antidepresan atau antiinsomnia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Karakteristik Tumbuhan Johar

Penelitian Yuli terkait daun johar dilakukan sejak 2017, sementara tumbuhan ini sudah menjadi objek penelitian sejak 1990-an.

Pada tahun tersebut telah dilakukan riset secara intensif terhadap daun johar. Penelitian dilakukan di Pusat Penelitian Farmasi di Badan Litbang Kesehatan.

“Penelitian itu mulai dari pengembangan standarisasi ekstrak sampai uji klinik fase satu. Untuk mengevaluasi terkait aspek keamanan bagi manusia dan bekerja sama dengan Universitas Airlangga.”

Johar ini termasuk tanaman yang mudah tumbuh hampir di semua provinsi di Indonesia umumnya sebagai peneduh dan sebagai tanaman penghijauan kembali atau reboisasi.

“Salah satu keunikan dan kelebihan dari tanaman ini adalah tahan kekeringan. Tanaman ini disebut asli dari India dan Indonesia. Di literatur awal tumbuhan ini hanya ditemukan di Sumatera maupun Jawa, tapi sekarang bisa ditemukan hampir di seluruh provinsi di Indonesia mulai Sabang sampai Merauke,” jelas Yuli.

Bagian yang digunakan untuk obat adalah daun. Ini adalah bagian yang selalu bisa beregenerasi secara cepat.

“Sehingga kalau ini dikembangkan jadi kandidat obat maupun kandidat herbal baru, maka ini tidak mengancam kepunahan atau pengurangan populasinya di alam secara cepat.”

3 dari 4 halaman

Akibat Resistensi Obat Malaria Lini Pertama

Sebelumnya Yuli menjelaskan alasan di balik masih banyaknya penelitian dalam pencarian obat malaria baru.

Menurutnya, obat malaria lini pertama yakni DHP atau dihydroartemisinin-piperaquine menunjukkan kegagalan dalam penanganan malaria.

“Obat lini pertama yang saat ini diberikan kepada penderita malaria di Indonesia adalah DHP atau dihydroartemisinin-piperaquine. Namun, beberapa tahun terakhir sudah ada laporan terkait kegagalan pengobatan berbasis artemisinin.”

Dengan adanya resistensi obat berbasis artemisinin, dunia tertantang untuk mencari obat baru berbasis bahan alam maupun sintesa untuk mengatasi malaria di masa yang akan datang.

4 dari 4 halaman

Pencarian Obat Malaria Sejak 1996

Menurut Yuli, penemuan dan pengembangan obat anti malaria baru masih dilakukan secara intensif di seluruh dunia.

Pengembangan obat baru untuk antimalaria dilakukan melalui eksplorasi senyawa antimalaria dan tanaman obat yang secara empiris digunakan secara tradisional untuk pengobatan malaria.

Menurut hasil penelusuran pustaka sejak 1996 hingga 2019, telah dilakukan skrining pada 652 spesies tumbuhan dari 146 famili untuk uji aktivitas antimalaria. Ditemukan 134 senyawa antimalaria dari 39 spesies, 2 formula herbal dan 4 jenis hewan.

“Sebagian juga ada kandidat senyawa yang berasal dari produk hewani. Ada empat jenis hewan yang dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antimalaria,” katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.