Liputan6.com, Vatican City - Dari 266 paus yang pernah memimpin Gereja Katolik Roma, belum ada satu pun yang berasal dari Amerika Serikat (AS).
Seorang uskup terkemuka dari AS memiliki pendapat menarik yang mungkin bisa menjelaskan mengapa hingga kini belum ada paus yang berasal dari negaranya.
Baca Juga
Robert Barron, uskup dari Keuskupan Winona–Rochester di Minnesota, baru saja ditunjuk kurang dari seminggu yang lalu oleh Presiden Donald Trump untuk menjadi anggota Komisi Gedung Putih yang baru dibentuk tentang Kebebasan Beragama. Namun, di tengah penunjukan penting tersebut, pekan ini dia berada di Vatikan bersama ratusan prelatus lainnya dalam suasana yang jauh lebih sakral: konklaf untuk memilih paus baru pengganti Fransiskus.
Advertisement
Selama beberapa hari terakhir, Barron aktif berdialog dengan para kardinal — termasuk 133 kardinal pemilih yang menentukan arah kepemimpinan Gereja Katolik Roma selanjutnya. Dalam sebuah wawancara seperti dilansir CBS News, Barron mengutip salah satu mentor spiritualnya, mendiang Kardinal Francis Eugene George dari Chicago, yang mengatakan, "Lihat saja, sampai AS mengalami kemunduran secara politik, kita tidak akan pernah melihat seorang paus berasal dari AS. Maksudnya, selama AS masih menjadi negara yang memimpin dunia secara politik, budaya, dan ekonomi, dunia tidak akan menginginkan AS juga memimpin dalam hal keagamaan. Saya rasa ada benarnya juga. Karena kita adalah negara adikuasa yang sangat dominan, mereka enggan memberikan kita kendali atas gereja juga."
Meski begitu, nama seorang kardinal asal AS tetap mencuat dalam berbagai pembahasan seputar calon paus yang potensial: Kardinal Robert Francis Prevost (69).
Dan memang dialah sosok yang kemudian diumumkan oleh Kardinal Dominique Mamberti pada Kamis (7/5/2025) sebagai paus baru pengganti Fransiskus.
"Habemus Papam! Kita punya paus baru!
Para kardinal yang berkumpul di Kapel Sistina, Vatikan, telah memilih Kardinal Robert Francis Prevost sebagai Paus ke-267. Dia memilih nama Paus Leo XIV," demikian pengumuman Kardinal Mamberti.
Paus Leo XIV Punya 2 Kewarganegaraan
Prevost, yang berasal dari Chicago, sebelumnya menjabat sebagai kepala Dikasteri untuk Para Uskup di Vatikan — sebuah posisi strategis yang menangani penunjukan uskup-uskup di seluruh dunia. Posisi ini memberinya pengaruh besar dan menunjukkan kepercayaan tinggi dari Vatikan terhadapnya.
Secara teknis, syarat utama untuk menjadi paus sangat sederhana: harus laki-laki dan beragama Katolik Roma. Namun untuk benar-benar terpilih, seorang kandidat harus memperoleh dukungan dari lebih dari dua pertiga dari para kardinal pemilih. Di sinilah nama Prevost dinilai kuat, terlebih karena rekam jejak dan pengalamannya yang luas.
Prevost tidak hanya menyandang kewarganegaraan AS, namun juga Peru — sebuah faktor yang bisa meredakan kekhawatiran sebagian kardinal terkait dominasi AS. Prevost pernah melayani di Peru selama bertahun-tahun, membangun hubungan yang kuat dengan masyarakat lokal dan gereja di sana.
Dia dikenal sebagai sosok moderat, bahkan dianggap progresif dalam beberapa isu sosial. Seperti halnya Paus Fransiskus, Prevost dekat dengan kelompok-kelompok terpinggirkan, serta vokal dalam memperjuangkan hak-hak migran dan kaum miskin. Namun, dalam hal doktrin, dia tetap konservatif. Misalnya, dia menentang penahbisan perempuan sebagai diakon — sejalan dengan posisi Paus Fransiskus dalam isu tersebut.
Sosoknya dinilai memiliki keseimbangan antara pengalaman internasional, pendekatan sosial yang inklusif, dan sikap doktrinal yang tetap teguh.
Advertisement