Sukses

Macron Selamat dari Dua Mosi Tidak Percaya atas Reformasi Pensiun, Rakyat Prancis Kembali Demo pada Kamis

Meski pemerintahan Macron dan Perdana Menteri Elisabeth Borne selamat, namun penentangan publik atas reformasi pensiun yang menaikkan batas usia pensiun dari 62 menjadi 64 tahun diyakini akan memperburuk krisis legitimasi di Prancis.

Liputan6.com, Paris - Dua mosi tidak percaya terhadap pemerintahan Emmanuel Macron gagal lolos di parlemen pada Senin (20/3/2023). Peristiwa tersebut membuka jalan bagi penerapan reformasi pensiun yang sangat tidak populer dan memicu protes di seantero Prancis.

Mosi tidak percaya dipicu oleh langkah pemerintah pada pekan lalu yang menggunakan kekuatan konstitusional Pasal 49 Ayat 3 untuk memberlakukan RUU reformasi pensiun. Penggunaan kekuatan konstitusional artinya pemerintah menyampingkan pemungutan suara di parlemen untuk meloloskan RUU.

Adapun mosi tidak percaya pertama diajukan oleh kelompok LIOT yang mewakili berbagai partai kecil. Awalnya mosi mereka dinilai yang paling mungkin lolos, namun ternyata mereka hanya menerima 278 suara, kurang sembilan dari 287 yang dibutuhkan untuk "menjatuhkan" pemerintah.

Sementara itu, mosi tidak percaya kedua diajukan oleh partai berhaluan kanan, National Rally. Hanya 94 anggota parlemen yang memberikan suara setuju.

Meski pemerintahan Macron dan Perdana Menteri Elisabeth Borne selamat, namun penentangan publik atas reformasi pensiun yang menaikkan batas usia pensiun dari 62 menjadi 64 tahun diyakini akan memperburuk krisis legitimasi.

"PM (Borne) harus mengundurkan diri, membawa serta reformasinya," kata Mathilde Panot, pemimpin parlemen dari Partai Komunis, pasca pemungutan suara, seperti dilansir CNN, Selasa (21/3)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kemarahan Rakyat

Oposisi sekarang ingin mengajukan banding ke dewan konstitusional Prancis, badan konstitusional tertinggi di negara itu, untuk memblokir sebagian atau seluruh undang-undang reformasi pensiun. Dewan akan memiliki waktu hingga satu bulan untuk mempertimbangkan keberatan apapun terhadap undang-undang tersebut.

Sementara itu, kemarahan rakyat terhadap reformasi tidak menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, dengan para pengunjuk rasa berkumpul di pusat kota Paris pasca pemungutan suara dan bentrok dengan polisi. Mereka meneriakkan slogan-slogan menentang pemerintah dan membakar sampah.

"Sedikitnya 70 orang ditahan di Paris selama demonstrasi pada Senin malam waktu setempat," kata seorang sumber polisi kepada CNN.

Kementerian Dalam Negeri menyebutkan ada 169 orang ditahan selama protes di seluruh Prancis pada Sabtu (18/3).

Kemarahan rakyat Prancis atas reformasi pensiun Macron berdampak langsung pada sejumlah sektor.

Otoritas yang bertanggung jawab atas lalu lintas udara sipil meminta maskapai penerbangan untuk membatalkan 20 persen penerbangan mereka pada Selasa dan Rabu. Air France sendiri juga sudah memperingatkan pembatalan penerbangan dalam beberapa hari mendatang.

Kilang minyak dan fasilitas penyimpanan turut terdampak, dengan 39 persen pekerja TotalEnergie mogok pada Senin. Lebih dari 10.000 ton sampah mengotori jalan-jalan di Paris menyusul aksi mogok petugas kebersihan.

Sebagai aksi lanjutan, serikat pekerja telah menyerukan pemogokan dan protes nasional pada Kamis (23/3). Pada puncaknya dua minggu lalu, demonstrasi menentang reformasi pensiun mengumpulkan 1,28 juta orang di seluruh negeri.

Pemerintah Macron berargumen bahwa sistem pensiun saat ini, yang mengandalkan populasi pekerja untuk membayar kelompok usia pensiunan yang terus bertambah, tidak lagi sesuai dengan tujuannya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.