Sukses

Rival Negara Barat: Rusia, China, dan Iran Gelar Latihan Maritim di Teluk Oman

Federasi Rusia, Republik Rakyat China, dan Republik Islam Iran menggelar latihan maritim bersama di Laut Arab.

Liputan6.com, Teluk Oman - Tiga negara yang sering berseberangan dengan Barat menggelar latihan maritim bersama di laut Arab. Latihan di area Teluk Oman itu melibatkan angkatan laut Federasi Rusia, Republik Rakyat China, dan Republik Islam Iran. 

Nama latihan gabungan ini adalah Maritime Security Belt 2023. Pihak Kementerian Pertahanan Rusia menyebut latihan dimulai pada Rabu (15/3) di Chabahar Port di Iran. 

Media pemerintah Rusia, TASS, Kamis (16/3/2023), melaporkan bahwa angkatan laut Rusia diwakili oleh kapal fregate Admiral of the Fleet of the Soviet Union Gorshkov dan tanker laut ukuran medium Kama.

Latihan laut ini akan berlangsung pada 16-17 Maret 2023. Pada fase ini tiga negara akan mendirikan satuan tugas kapal tempur multinasional, melakukan manuver bersama, dan menembak artileri pada pagi dan malam.

Para pelaut AL juga akan berlatih membebaskan kapal yang ditawan hingga memberi bantuan kepada kapal yang kesulitan. Hasil latihannya akan disimpulkan pada 18 Maret 2022.

Missile Destroyer Nanning 

RRC mengirim kapal Nanning untuk terlibat dalam latihan ini. Media pemerintah China, Global Times, fokus dari latihan ini adalah menjaga keamanan maritim, perdamaian regional, dan memperkuat kerja sama. 

Kementerian Pertahanan China berkata fokus utama kapal Nanning adalah latihan pencarian dan pertolongan.

Peneliti dari Naval Research Academy di China, Zhang Junshe, menyebut fokus latihan ini adalah pencarian dan pertolongan kawasan Teluk Oman disebut merupakan lokasi transportasi kapal banyak negara, sehingga latihan ini diharapkan bisa turut menjaga jalur internasional. Ia juga menyebut latihan tersebut tidak diarahkan ke pihak mana pun. 

Media China menyebut latihan trilateral ini akan resmi selesai Minggu 19 Maret 2022.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

China Respons Masalah Kapal Selam Tenaga Nuklir AUKUS

Sebelumnya, China menuduh Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Australia menempuh jalan yang salah dan bahaya. Pernyataan itu merupakan tanggapan atas pengumuman pakta AUKUS tentang kesepakatan pembangunan kapal selam bertenaga nuklir.

"Pernyataan bersama dari AS, Inggris, dan Australia menunjukkan bahwa ketiga negara, demi kepentingan geopolitik mereka sendiri, sepenuhnya mengabaikan keprihatinan komunitas internasional dan berjalan semakin jauh di jalur yang salah dan berbahaya," ungkap juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) China Wang Wenbin dalam konferensi pers reguler pada Selasa (14/3/2023), seperti dilansir The Guardian Rabu (15/3).

 Diumumkan pada September 2021, pakta keamanan AUKUS yang terdiri dari ketiga negara tersebut bertujuan mempromosikan Indo Pasifik yang bebas, terbuka, aman, dan stabil atau dengan bahasa lain melawan pengaruh China di kawasan tersebut.

Kesepakatan bernilai miliaran dolar yang diumumkan selama pertemuan para pemimpin AUKUS di San Diego pada Senin (13/2), akan memberi Australia kapal selam bertenaga nuklir dalam upaya melawan kebangkitan China di Indo-Pasifik.

Komentar juru bicara Kemlu China muncul setelah misi China untuk PBB men-twit pernyataan yang menuduh ketiga negara tersebut memicu perlombaan senjata dan menyebut kesepakatan itu adalah "contoh kasus standar ganda".

Presiden AS Joe Biden menolak tuduhan itu, dengan mengatakan kapal selam itu akan bertenaga nuklir, bukan bersenjata nuklir. Biden mengungkapkan, dia berharap dapat berbicara dengan Presiden Xi Jinping segera, tetapi menolak menjelaskan lebih lanjut.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong pada Selasa menuturkan bahwa kritik China itu tidak berdasarkan fakta. Meski demikian, menurutnya, AS harus tetap maju untuk mempromosikan hubungan China-AS.

3 dari 4 halaman

Kunjungan Nancy Pelosi

Hubungan antara AS dan China berada pada titik terendah dalam beberapa dekade. Berbagai saluran komunikasi, termasuk dialog militer, telah dihentikan sejak Nancy Pelosi, ketua DPR AS saat itu, mengunjungi Taiwan pada Agustus lalu.

Pada Februari 2023, AS menembak jatuh balon mata-mata China yang melayang di wilayah udaranya. China membantah balon itu terkait spionase, mengklaimnya sebagai perangkat pemantauan meteorologi yang meledak.

Imbas dari ditembak jatuhnya balon mata-mata tersebut adalah Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken membatalkan lawatannya ke Beijing.

AS dan sekutunya semakin khawatir tentang kemungkinan China meluncurkan konflik langsung dengan Taiwan. Pengamat mengamati dengan saksama tanda-tanda bahwa militer China sedang mempersiapkan serangan semacam itu.

Pada Senin, Presiden Xi Jinping menutup sesi parlemen tahunan China dengan pidato di mana dia berjanji untuk membangun angkatan bersenjata China menjadi "tembok baja besar".

Kementerian Luar Negeri Taiwan sendiri menyambut kemajuan berkelanjutan dari kemitraan AUKUS. Mereka menggarisbawahi bahwa Taiwan berada di garis depan perang melawan ekspansi otoriter.

Biden telah berjanji untuk menanggapi secara militer jika China menginvasi Taiwan dan Australia akan menjadi yang pertama merasakan dampak konflik di Indo Pasifik.

Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menyatakan bahwa kesepakatan AUKUS yang diperkirakan menelan biaya US$ 268 miliar hingga US$ 368 miliar adalah investasi tunggal terbesar dalam kemampuan pertahanan Australia sepanjang sejarahnya.

4 dari 4 halaman

Drone Rusia Tabrakan dengan Pesawat AS

Pekan ini, Amerika Serikat (AS) mengklaim bahwa sebuah jet tempur Rusia menghantam baling-baling pesawat pengintainya di Laut Hitam pada Selasa (15/3/2023). AS mengaku terpaksa menjatuhkan drone-nya akibat insiden tersebut.

Di lain sisi, Rusia bersikeras bahwa pesawat tempurnya tidak mengenai drone MQ-9 Reaper. Sebaliknya, drone itu bermanuver tajam dan jatuh ke air setelah bertemu dengan jet tempur Rusia yang mencegatnya di dekat Krimea.

Insiden, yang meningkatkan ketegangan dalam hubungan Rusia-AS itu disebut menjadi kali pertama sejak puncak Perang Dingin, di mana pesawat AS dijatuhkan setelah bertemu dengan pesawat perang Rusia.

Menurut juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby, Presiden AS Joe Biden diberi pengarahan tentang insiden tersebut oleh penasihat keamanan nasional Jake Sullivan.

"Kami menyatakan keprihatinan atas pencegatan yang tidak aman dan tidak profesional ini," ujar Kirby seperti dilansir AP, Rabu (15/3/2023).

Bagaimanapun, Kirby menekankan bahwa insiden tersebut tidak akan menghalangi AS untuk melanjutkan misinya di wilayah tersebut.

"Jika pesannya adalah mereka ingin menghalangi atau mencegah kami terbang dan beroperasi di wilayah udara internasional, di atas Laut Hitam maka pesan itu akan gagal," kata Kirby. "Kami akan terus terbang dan beroperasi di wilayah udara internasional di atas perairan internasional. Laut Hitam bukan milik satu bangsa."

Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Ned Price menyebut insiden tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional yang memalukan. Dia mengatakan, AS telah memanggil duta besar Rusia untuk mengajukan protes dan Duta Besar AS untuk Rusia Lynne Tracy telah membuat pernyataan serupa di Moskow.

Komando Eropa AS menjelaskan, dua jet tempur Su-27 Rusia mencegat drone saat beroperasi di wilayah udara internasional. Salah satu pesawat tempur Rusia menabrak baling-baling MQ-9, menyebabkan pasukan AS menjatuhkannya di perairan internasional.

"Sebelumnya, Su-27 membuang bahan bakar ke MQ-9 dan terbang di depannya beberapa kali dengan cara yang sembrono, tidak ramah lingkungan, dan tidak profesional," kata Komando Eropa AS dalam sebuah pernyataan dari Stuttgart, Jerman. "Insiden ini menunjukkan kurangnya kompetensi selain tidak aman dan tidak profesional."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.