Sukses

Indonesian Paper di Forum NPT RevCon PBB, Bahas Konsekuensi hingga Pemusnahan Senjata Nuklir

Indonesia memaparkan Indonesian Paper yang mendorong pemusnahan senjata nuklir dan pemanfaatan teknologi nuklir untuk tujuan damai dalam forum PBB.

Liputan6.com, Jenewa - Review Conference of the Parties to the Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons (NPT RevCon) atau konferensi untuk mengkaji perjanjian non-proliferasi senjata nuklir dilangsungkan di markas PBB, New York. Pertemuan ke 10 itu dimulai pada Senin 1 Agustus 2022 dan akan berlangsung hingga 26 Agustus mendatang.

Menurut VOA Indonesia, Kamis (4/8/2022), sebanyak 191 negara yang menandatangani perjanjian itu mengkaji urgensi perjanjian penting. Termasuk Indonesia, yang secara khusus menyampaikan apa yang disebut sebagai "Indonesian Paper" yang merinci risiko dan konsekuensi program pengembangan kapal selam bertenaga nuklir yang sempat menimbulkan pro dan kontra.

Direktur Jenderal Kerjasama Multilateral Kementerian Luar Negeri Indonesia Tri Tharyat, yang sekaligus memimpin delegasi Indonesia dalam forum itu, mengatakan dokumen berjudul "Nuclear Naval Propulsion" itu dimaksudkan membangun kesadaran tentang potensi risiko program nuklir dan perlunya pengaturan mekanisme pelaporan dan pengawasan. Indonesia juga mendesak pemusnahan segera senjata nuklir dan pemanfaatan teknologi nuklir untuk tujuan damai.

Senjata nuklir menjadi ancaman serius bagi perdamaian dunia dan keselamatan umat manusia. Karenanya, Indonesia mendesak agar senjata nuklir dimusnahkan secepatnya. Sementara itu, pemanfaatan teknologi nuklir untuk tujuan damai perlu didorong.

"Selama 52 tahun, NPT telah menjadi jangkar dalam upaya perlucutan senjata nuklir dan non-proliferasi. Dunia menanti negara-negara pemilik senjata nuklir untuk menjalankan langkah-langkah efektif guna mencapai perlucutan senjata," kata Tri Tharyat seperti dikutip dari situs Kemlu RI.

Namun sayangnya, upaya menuju ke sana belum terlihat. Bahkan yang terjadi justru sebaliknya, yaitu status siaga nuklir dinaikkan dan transparansi oleh negara-negara pemilik senjata nuklir berkurang.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tiga Hal Pokok yang Didorong Indonesia

Terkait hal ini, Indonesia mendorong tiga hal pokok.

Pertama, kewajiban yang ada di NPT harus segera diimplementasikan dengan tindakan nyata.

"Penghapusan doktrin senjata nuklir dan pemusnahan hulu ledak nuklir harus dilakukan secepatnya. Kita harus memperkuat komitmen terhadap NPT dan mencapai kemajuan dalam tiga pilarnya," kata Tri Tharyat.

Tiga pilar NPT adalah non-proliferasi, perlucutan senjata, dan penggunaan nuklir untuk tujuan damai. Kedua, arsitektur perlucutan senjata harus diperkuat.

Implementasi Traktat Pelarangan Senjata Nuklir (TPNW), percepatan pemberlakuan Traktat Pelarangan Uji Coba Nuklir Komprehensif (CTBT), dan penguatan Kawasan Bebas Senjata Nuklir perlu menjadi prioritas.

Ketiga, penggunaan teknologi nuklir untuk tujuan damai perlu terus didorong. Dukungan kepada Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) perlu ditingkatkan melalui bantuan teknis kepada negara anggota.

Terakhir, Indonesia menyinggung risiko dan konsekuensi program pengembangan kapal selam bertenaga nuklir yang menimbulkan pro dan kontra. Untuk itu, Indonesia mengusulkan "Indonesian Paper"” berjudul Nuclear Naval Propulsion sebagai jalan tengah di antara kedua pandangan tersebut.

Paper tersebut juga dimaksudkan untuk membangun kesadaran tentang potensi risiko program tersebut serta perlunya pengaturan mekanisme pelaporan dan pengawasannya. NPT RevCon adalah pertemuan tingkat tinggi untuk mengkaji ulang pelaksanakan NPT yang dilakukan secara berkala setiap 5 tahun sekali sejak 1975.

3 dari 4 halaman

Ada Hampir 13.000 Senjata Nuklir di Berbagai Gudang Senjata di Seluruh Dunia

Sebelumnya dalam pembukaan forum itu Senin lalu 1 Agustus, Sekjen PBB Antonio Guterres menyampaikan peringatan mengerikan dengan mengutip perang di Ukraina, dan ancaman senjata nuklir terhadap konflik di Timur Tengah dan Asia, dua wilayah yang menurutnya "menuju malapetaka."

"Kekelaman yang lenyap setelah berakhirnya Perang Dingin, kini kembali muncul. Sejauh ini kita sangat beruntung, tetapi keberuntungan bukan strategi, juga bukan perisai dari ketegangan geopolitik yang memuncak menjadi konflik nuklir. Saat ini, satu kesalahpahaman, satu salah perhitungan, akan memusnahkan umat manusia akibat nuklir. Kita semakin membutuhkan perjanjian non-proliferasi senjata nuklir," kata Guterres.

Guterres memperingatkan bahwa terdapat hampir 13.000 senjata nuklir di berbagai gudang senjata di seluruh dunia, dan bahwa negara-negara yang mengupayakan "keamanan palsu" menghabiskan ratusan miliar dolar untuk "senjata pemusnah massal" itu.

China Minta Masyarakat Internasional Tak Tetapkan Standar Ganda

Direktur Jenderal Departemen Pengendalian dan Perlucutan Senjata di Kementerian Luar Negeri China, Fu Cong, yang berbicara dalam forum itu hari Selasa (2/8), mengatakan meskipun China berkomitmen untuk membela diri, pihaknya "tidak akan menjadi yang pertama menggunakan senjata nuklir, sampai kapan pun dan dalam kondisi apapun."

Ia menambahkan masyarakat internasional harus menolak standar ganda dalam non-proliferasi, dan menyerukan Amerika untuk "menarik semua senjata nuklirnya dari Eropa dan menahan diri untuk menyebarluaskan senjata nuklir ke wilayah lain," dan bahwa “situasi keamanan di Semenanjung Korea tetap rumit dan serius."

 

4 dari 4 halaman

Perjanjian Penting untuk Dunia yang Aman

Sementara itu, dalam keterangan persnya, Menteri Luar Negeri Amerika Antony Blinken menggarisbawahi pentingnya perjanjian yang menjadi penentu kuat menciptakan dunia menjadi tempat yang lebih aman.

"Perjanjian ini telah diberlakukan selama 50 tahun. Perjanjian ini menjadi penentu yang kuat bagi dunia dalam menciptakan tempat yang lebih aman, yang tidak terlalu berbahaya. Memastikan bahwa negara-negara dengan senjata nuklir – termasuk Amerika – mengupayakan perlucutan senjata, memastikan agar negara-negara yang tidak memiliki senjata nuklir tidak berupaya memperolehnya dengan menjunjung tinggi dan memperkuat non-proliferasi, dan memastikan agar negara-negara terlibat dalam penggunaan energi nuklir untuk tujuan damai," ujar Blinken.

NPT, Perjanjian Non-Proliferasi Paling Kuat Yang Pernah Ada

Perjanjian Non-Proliferasi yang dikenal sebagai NPT dan berlaku sejak tahun 1970 merupakan perjanjian pengendalian senjata apapun yang paling dipatuhi. Perjanjian tersebut diikuti oleh sekitar 191 negara.

Berdasarkan ketentuan NPT, lima negara yang pertama kali memiliki senjata nuklir – yaitu Amerika, China, Rusia, Inggris dan Prancis – setuju untuk berunding agar pada suatu hari nanti mereka memusnahkan persenjataan tersebut; sementara negara-negara yang tidak memiliki senjata nuklir berjanji untuk tidak mengupayakan kepemilikan senjata tersebut dengan imbalan dapat mengembangkan energi nuklir untuk tujuan damai.

India dan Pakistan Tak Ratifikasi NPT

India dan Pakistan, yang tidak bergabung dalam NPT, masih terus mengupayakan pembuatan bom nuklir. Begitu juga Korea Utara, yang meratifikasi pakta itu tetapi kemudian mengumumkan akan menarik diri.

Sementara Israel, yang tidak menandatangani NPT, diyakini memiliki senjata nuklir tetapi tidak membenarkan ataupun menyangkalnya.

Meskipun demikian, perjanjian itu dinilai berhasil membatasi jumlah senjata nuklir baru sebagai kerangka kerja sama internasional dalam hal perlucutan senjata.

Pertemuan itu, yang akan berakhir 26 Agustus, bertujuan menghasilkan konsensus tentang langkah-langkah selanjutnya, tetapi kalau pun ada, kecil harapan akan tercapainya kesepakatan yang substansial.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.