Sukses

Dikira Meninggal Akibat COVID-19, Orang Masih Hidup Dibawa Pakai Kantong Mayat Viral di China

Seorang pasien COVID-19 yang masih hidup dibawa ke rumah pemakaman.

Liputan6.com, Beijing - Sebuah kasus meresahkan terjadi di Shanghai, China, ketika petugas kesehatan salah membawa orang ke rumah pemakaman karena dikira pasien COVID-19 yang meninggal. Tubuh pasien itu sudah masuk ke kantong mayat. 

Kasus itu ternyata terekam video dan menjadi viral di media sosial. "Jasad" itu terlihat masih bergerak dan ternyata masih hidup. Otoritas China lantas mencopot sejumlah pejabat distrik yang dianggap berperan atas kelalaian tersebut. 

Berdasarkan laporan Global Times, Rabu (4/5/2022), ada lima pejabat yang terkena hukuman, termasuk di biro urusan sipil China di Distrik Putuo tempat insiden itu terjadi.

Zhang Jiandong, kepala biro urusan sipil di divisi tersebut akan diinvestigasi. Deputinya dicopot dari jabatannya. Kepala seksi perawatan lansia di distrik Putuo juga bernasib sama.

Kepala pengembangan karier sosial di Kota Changzheng yang berlokasi di Putuo juga harus melepas jabatannya.

Satu orang lagi yang terkena hukuman adalah Ge Fang. Ia merupakan pemimpin dari rumah perawat yang menjadi tempat tinggal pasien yang dikira meninggal itu. Ge Fang dipecat dari posisinya.

Seorang dokter juga dicabut izinnya karena hal ini. Dokter itu pun ikut diinvestigasi.

Pasien yang dikira meninggal itu sudah ditransfer ke rumah sakit dan kondisinya stabil.

Shanghai memang sedang diterjang gelombang baru COVID-19. Pemerintah menerapkan aturan lockdown yang ketat di Shanghai sehingga mobilitas rakyat terganggu. Beruntung ada orang yang sempat merekam kasus salah kirim pasien tersebut.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

China Libur Hari Buruh Perketat Pembatasan COVID-19, Restoran Hanya Boleh Pesanan Bawa Pulang

Saat China sedang dalam masa liburan peringatan hari Buruh Internasional, restoran hanya diizinkan untuk melayani makanan yang dibawa pulang. Aturan itu berlaku mulai Minggu 1 Mei sampai Rabu 4 Mei 2022.

Pemerintah China mengatakan, makan di dalam restoran bisa menjadi sumber penularan, dengan mengatakan virus COVID-19 bisa menyebar antara staf dan tamu yang makan.

Beberapa hari sebelumnya pihak berwenang sudah mulai melakukan tes massal terhadap jutaan warga di kota tersebut dalam usaha pemerintah untuk mencegah penyebaran kasus di sana.

Pihak berwenang di Beijing melaporkan adanya 67 kasus baru hari Sabtu 30 April sehingga total angka kasus naik menjadi 300 sejak 22 April.

Taman-taman kota, daerah wisata, dan pusat hiburan malam sudah diperintahkan beroperasi dengan pembatasan kapasitas pengunjung hanya 50 persen selama masa liburan. 

Sekolah juga sudah diperintahkan untuk tutup sementara.

Siapa saja yang memasuki tempat publik, termasuk hendak menggunakan transportasi publik harus memiliki bukti hasil tes COVID yang negatif.

Beberapa komunitas di kawasan yang paling padat penduduknya di Distrik Chaoyang sudah ditetapkan sebagai daerah berisiko tinggi dan warganya harus menjalani tes massal hari Minggu 1 Mei dan Selasa 3 Mei.

Beijing sedang berusaha mencegah kasus naik dengan tajam yang bisa menyebabkan lockdown massal seperti yang dilakukan oleh Shanghai selama lebih dari tiga minggu.

Di sana, jutaan warga masih menjalani lockdown dan pasokan makanan kadang tidak tersedia sehingga menimbulkan banyak kritik dari warga meski pemerintah berusaha keras menyensornya.

3 dari 4 halaman

Pendekatan Nol-COVID

Meski berdampak pada ekonomi dan kehidupan sehari-hari, pendekatan nol kasus COVID terus dilakukan oleh Partai Komunitas China yang ditunjukkan dengan pemasangan slogan bertuliskan "kegigihan adalah kemenangan" di berbagai tempat.

Li Bin, Wakil Menteri Komisi Kesehatan Nasional China, mengatakan kasus akan meningkat cepat tidak terkendali jika tidak dilakukan pembatasan.

"Bila pembatasan COVID dilonggarkan, virus bebas bergerak, maka akan timbul jumlah kasus besar dalam jangka pendek yang diikuti sejumlah besar kematian," kata Li.

Dihadapkan dengan varian Omicron yang sangat menular, pejabat China telah menggandakan kebijakan nol-COVID mereka, menghancurkan kluster virus melalui pengujian massal dan penguncian.

Meskipun biaya ekonomi meningkat dan frustrasi publik, ibu kota mengumumkan akan semakin membatasi akses ke ruang publik setelah masa liburan.

Mulai 5 Mei, tes COVID-19 negatif yang diambil dalam seminggu terakhir akan diperlukan untuk memasuki "semua jenis area umum dan naik transportasi umum", menurut pemberitahuan di halaman WeChat resmi kota.

Untuk kegiatan seperti acara olahraga dan perjalanan kelompok, peserta juga harus menunjukkan tes COVID-19 negatif yang diambil dalam waktu 48 jam, bersama dengan bukti "vaksinasi penuh", menurut aturan baru.

4 dari 4 halaman

Sempat Picu Panic Buying

Sebelumnya, kekhawatiran akan lockdown akibat COVID-19 memicu panic buying di Beijing ketika antrian panjang terbentuk pada Senin (25 April) di sebuah distrik pusat yang besar untuk pengujian massal yang diperintahkan oleh otoritas China.

Dilansir dari laman Channel News Asia, China sudah berusaha menahan gelombang infeksi di kota terbesarnya Shanghai, yang hampir seluruhnya dikunci selama berminggu-minggu dan melaporkan 51 kematian COVID-19 baru pada hari Senin. 

Shanghai telah berjuang untuk menyediakan makanan segar bagi mereka yang terkurung di rumah, sementara pasien telah melaporkan kesulitan mengakses perawatan medis non-COVID-19 dan meningkatnya kasus di ibu kota memicu kekhawatiran penguncian serupa.

Distrik terbesar di pusat kota Beijing, Chaoyang, yang berpenduduk sekitar 3,5 juta orang, memerintahkan pengujian massal mulai Senin untuk penduduk dan mereka yang datang untuk bekerja di sana - daerah itu menjadi markas banyak perusahaan multinasional dan kedutaan.

Antrean meliuk-liuk di sekitar mal dan di luar kompleks perkantoran pada hari Senin ketika orang-orang menunggu untuk diambil sampelnya oleh petugas kesehatan dengan alat pelindung.

"Jika satu kasus ditemukan, daerah ini bisa terpengaruh," kata pekerja kantor Yao Leiming, 25, saat dia menuju lokasi pengujian di Chaoyang bersama sekelompok rekannya.

Perintah pengujian massal, dan peringatan tentang situasi COVID-19 yang "suram" di kota itu, memicu padatnya supermarket Beijing pada hari Minggu ketika penduduk bergegas untuk menimbun kebutuhan pokok.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.