Sukses

Laporan IPCC Soroti Kode Merah Perubahan Iklim, FPCI: Nasionalisme Iklim Kini Penting

Acara daring FPCI menyoroti laporan terbaru IPCC soal kode merah untuk iklim dan kemanusiaan. Simak selengkapnya.

Liputan6.com, Jakarta - Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) pada Rabu (1/9/2021) menyelenggarakan acara daring yang menyoroti laporan terbaru dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), terkait kode merah untuk iklim dan kemanusiaan.

Dalam sambutannya, Founder dari FPCI, Dino Patti Djalal menyampaikan: "Beberapa menanyakan kepada saya apakah mereka harus takut ketika membaca laporan IPCC, saya menjawab ya, Anda harus takut. Karena ketika Anda takut maka Anda berpikir secara berbeda, dan Anda dapat bertindak secara berbeda".

Dino Patti Djalal pun menyebutkan bahwa ia mempercayai tantangan iklim akan menjadi isu yang berat di Indonesia.

"Saya percaya bahwa tantangan iklim akan menjadi perjuangan bagi Indonesia - yang lebih sulit dari perjuangan untuk kemerdekaan, lebih sulit dari krisis keuangan, dan lebih sulit dari perjuangan kita melawan pandemi COVID-19 sekarang," ujar Dino Patti Djalal.

Ia pun menegaskan bahwa pengurangan kecil tidak akan membawa kita ke pencapaian yang kita inginkan, yaitu batas 1,5 derajat untuk kenaikan suhu global.

"Yang akan membawa kita lebih dekat ke tujuan itu adalah transformasi total, bukan upaya kecil," pungkas Dino.

Dikutip dari laman BBC, poin-poin penting dalam laporan terbaru IPCC di antaranya adalah:

Suhu permukaan global 1,09 C lebih tinggi dalam periode antara 2011-2020 dibandingkan antara 1850-1900.

Lima tahun terakhir telah menjadi rekor terpanas sejak tahun 1850.

Tingkat kenaikan permukaan laut baru-baru ini hampir tiga kali lipat dibandingkan dengan tahun 1901-1971.

Pengaruh manusia "sangat mungkin" (90%) sebagai pendorong utama kemunduran global pada gletser sejak 1990-an dan penurunan es laut Arktik.

Sudah "hampir pasti" bahwa suhu panas yang ekstrem, termasuk gelombang panas menjadi lebih sering dan lebih intens sejak tahun 1950-an, sementara peristiwa dingin menjadi lebih jarang dan tidak terlalu parah.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Seruan untuk Indonesia Segera Bergerak

"Pertanyaan sekarang untuk warga Indonesia adalah kini kita sudah tahu faktanya, sekarang kita memiliki sumber daya, sekarang kita memiliki niat politik secara global, akankah kita bertindak sekarang? atau kita hanya akan duduk di pinggir dan melihat orang lain melakukan upaya mereka, atau akankan kita hanya mengambil risiko, sementara hanya duduk di pinggir," imbuh Dino Patti Djalal. 

Dalam kesempatan itu, ia juga menyerukan pentingnya nasionalisme iklim saat ini.

Sekarang kita perlu menegakkan nasionalisme iklim, itu adalah jenis nasionalisme baru, yang berarti jika Anda mencintai negara Anda, jika Anda patriotik, maka Anda harus peduli dengan perubahan iklim," jelas Dino Patti Djalal. 

Selanjutnya, Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, Henriette Faargemann mengatakan bahwa mengurangi emisi gas rumah kaca menjadi nol bersih pada tahun 2050 adalah satu-satunya cara untuk menahan pemanasan global dan menjaga target 1,5 C.

"Laporan (IPCC) itu menegaskan bahwa dunia memanas dengan cepat karena pengaruh manusia, dan tidak ada ambiguitas tentang pengaruh manusia dari laporan Tersebut ," katanya.

"Perubahan iklim akan tetap ada, jadi sayangnya tidak bisa dihindari," tegas Henriette Faargemann.

Uni Eropa sangat setuju dengan temuan laporan tersebut, dan dengan rasa urgensi yang besar itu saya dapat mengatakan dan kita siap untuk mengambil tindakan," imbuhnya.

3 dari 3 halaman

Infografis 7 Tips Cegah Klaster Keluarga COVID-19

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.