Sukses

Pria Penampar Presiden Prancis Emmanuel Macron Dijatuhi Hukuman Penjara

Demonstran yang beberapa hari lalu menampar wajah Presiden Macron dijatuhi hukuman penjara.

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Prancis pada Kamis (10/6) menghukum seorang pria yang menampar wajah Presiden Prancis Emmanuel Macron minggu ini dengan hukuman penjara 18 bulan, namun 14 di antaranya ditangguhkan.

Damien Tarel, seorang penggemar sejarah abad pertengahan berusia 28 tahun, telah ditahan sejak serangan pada  Selasa 8 Juni.

Mengutip Channel News Asia, Jumat (11/6/2021), berbicara di pengadilan di kota Valence, jaksa Alex Perrin menyerukan hukuman penjara 18 bulan setelah menggambarkan tamparan itu sebagai tindakan yang "sama sekali tidak dapat diterima" dan "tindakan kekerasan yang disengaja".

Di bawah hukum Prancis, hukuman penjara kurang dari dua tahun dapat diubah menjadi hukuman non-penahanan, yang berarti tidak mungkin Tarel akan menghabiskan waktu di balik jeruji bahkan jika pengadilan mengikuti pembelaan jaksa.

Penggemar sejarah itu mengatakan kepada penyelidik bahwa dia "bertindak secara naluriah dan tanpa berpikir" setelah menunggu Macron di luar sebuah sekolah di desa Tain-l'Hermitage.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Serang Macron

 Di pengadilan, Tarel menyatakan simpatinya untuk gerakan "rompi kuning" anti-pemerintah dan mengatakan bahwa dia dan dua temannya telah mempertimbangkan untuk melemparkan telur atau krim kue ke kepala negara selama kunjungannya ke wilayah Drome, menurut saluran berita BFM.

"Macron mewakili kemunduran negara kita," katanya kepada pengadilan.

Dalam video insiden itu, Macron yang tersenyum terlihat berjalan ke arah kerumunan penonton termasuk Tarel yang ditahan di balik penghalang.

Macron telah mengabaikan serangan itu dan menyebutnya sebagai "peristiwa yang terisolasi". Ia juga telah bersumpah untuk terus bertemu para pemilih meskipun ada kekhawatiran akan keamanan pribadinya.

Ditanya tentang hal itu lagi selama wawancara pada hari Kamis dengan BFM, ia menyebutnya sebagai "tindakan bodoh, kekerasan" dan menyarankan itu adalah konsekuensi dari atmosfer beracun yang ditemukan di media sosial.

Kepresidenannya diguncang oleh protes "rompi kuning" anti-pemerintah pada 2018-2019, yang sebagian didorong oleh kemarahan pada reformasi ekonominya serta kepribadiannya yang kasar.

Macron (43) yang peringkat pribadinya telah meningkat baru-baru ini, diperkirakan akan mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua tahun depan.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.