Sukses

Transaksi Kripto Bakal Kena Pajak 20 Persen di Korea Selatan

Pemerintah Korsel siap mengenakan pajak pada transaksi uang kripto hingga 20 persen.

Liputan6.com, Seoul - Pemerintah Korea Selatan siap-siap menerapkan pajak penghasilan 20 persen kepada transaksi mata uang kripto mulai 2021. Rencana akan dilanjutkan meski investor meminta ada penundaan.

Dilaporkan Yonhap, Jumat (28/5/2021), keuntungan dari transaksi mata uang kripto akan masuk klasifikasi "pendapatan lain-lain". Selain itu, keuntungan dari aset virtual harus dilaporkan dalam pendapatan pajak general (general income taxes) mulai Mei 2023.

Sejak April 2021, Kementerian Keuangan Hong Nam-ki sudah berjanji bahwa pemerintah akan terus mendorong pajak pada transaksi mata uang kripto yang dikategorikan sebagai "aset virtual", dan bukan mata uang virtual.

Komisi Pelayanan Finansial Korsel telah ditugaskan sebagai otoritas tertinggi untuk mengawasi dan meregulasi pasar aset virtual. Sementara, Kementerian Sains Korsel dipilih untuk mengembangkan industri terkait blockchain.

Pemerintah juga memperpanjang kampanye spesial untuk memonitor dan menutup aktivitas ilegal di pasar aset virtual.

Menurut Investopedia, trading uang kripto sangatlah populer di Korsel selama beberapa tahun terakhir. FX Street menyebut tiga jenis kripto terpopuler di Negeri K-Pop itu adalah Messari, Bitcoin, dan Ripple.

Nilai mata uang kripto, seperti Bitcoin, sedang jatuh setelah miliarder Elon Musk berkata tak mau menerima pembayaran dengan Bitcoin, selain itu China juga mengharamkan uang kripto.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Mongolia Siap Hukum Penambangan Kripto

Menjadi kawasan otonom China, Mongolia Dalam tengah mengkaji hukuman bagi perusahaan dan individu yang terlibat dalam penambangan mata uang kripto.

Langkah itu dilakukan setelah Wakil Perdana Menteri China Liu He mengatakan, perlu ada tindakan untuk penambangan bitcoin dan perilaku perdagangan agar transmisi risiko individu ke bidang sosialbisa dicegah. 

Komentar tersebut menjadi niat Beijing untuk melanjutkan tindakan keras yang telah dilakukan selama empat tahun, terkait perdagangan bitcoin dan aktivitas mata uang kripto lainnya.

Seperti dilansir CNBC, Kamis (27/5), draf proposal terbaru Mongolia Dalam akan menargetkan perusahaan telekomunikasi dan internet yang terlibat dalam penambangan mata uang digital.

Tak hanya itu, Development and Reform Commission Mongolia Dalam akan mencabut izin usaha perusahaan apabila terlibat dalam pertambangan.

Terdapat juga hukuman berat bagi individu yang terlibat dalam pencucian uang dan penggalangan dana melalui mata uang digital.

Sikap keras Mongolia Dalam pada penambangan dimulai pada Maret setelah mengumumkan rencana pelarangan proyek penambangan mata uang kripto dan menutup aktivitas yang ada untuk mengurangi konsumsi energi.

Wilayah China utara gagal memenuhi target penggunaan energi pada 2019 dan menyusun rencana untuk mengurangi konsumsi daya.

Dalam kasus bitcoin, penambang menggunakan komputer yang dibuat khusus dan secara efektif memungkinkan terjadinya transaksi. Penambang ini diberi imbalan dalam bentuk bitcoin.

Hal ini karena komputer memiliki tenaga tinggi, mereka menghabiskan banyak energi.Penambangan bitcoin menghabiskan sekitar 112,57 terrawatt-jam per tahun. Angka ini melebihi negara lain seperti Filipina dan Chili, menurut Indeks Konsumsi Listrik Bitcoin Cambridge, sebuah proyek dari Universitas Cambridge.

3 dari 3 halaman

Infografis COVID-19:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.