Sukses

Ampuhkah Taktik Herd Immunity Kalahkan Virus Corona COVID-19?

Taktik herd immunity bertujuan agar masyarakat kebal dengan sendirinya terhadap Virus Corona (COVID-19). Apakah itu langkah cerdas atau justru berbahaya?

Melbourne - Pemerintah seluruh dunia banyak menerapkan lockdown dan social distancing demi meredam bahaya Virus Corona (COVID-19). Ada lagi alternatif selain dua hal itu, yakni membiarkan masyarakat terinfeksi sehingga semuanya imun dari virus ini. 

Taktik itu bernama herd immunity (kekebalan massal) sehingga otomatis pemerintah tak butuh lockdown. Herd immunity sempat dibahas pakar ilmiah Inggris sebelum akhirnya Perdana Menteri Inggris tertular Virus Corona dan memilih lockdown. 

Pendekatan 'herd immunity' disampaikan oleh Sir Patrick Vallance, penasehat utama bidang sains pemerintah Inggris.

Dalam wawancara tanggal 13 Maret lalu, Sir Patrick mengatakan, salah satu hal penting yang bisa diilakukan Inggris adalah membangun kekebalan massal.

"Dengan banyak warga yang kebal terhadap virus tersebut, warga tidak bisa menyebarkan lagi," kata Sir Patrick Valllance seperti dikutip ABC Australia, Kamis (2/4/2020).

Saat ini Inggris sudah menjalani lockdown selama tiga minggu. Total kasus Virus Corona di Inggris telah menyentuh 24 ribu orang. 

Sebetulnya bagaimana pendekatan kekebalan massal itu dan mengapa menimbulkan kontroversi? Secara teori herd immunity ini bisa menghentikan wabah.

Kekebalan massal artinya sebagian besar penduduk akan terkena sebuah penyakit dan kemudian mereka sembuh dan menjadi kebal karenanya. Dengan itu penyebaran menjadi berkurang karena semakin sedikit mereka yang terinfeksi oleh virus tersebut.

Ini dianggap sebagai salah satu cara memerangi pademik, selain dengan memisahkan orang per orang, melakukan testing dan melacak pergerakan orang dan juga membuat vaksin.

Para sejarawan mengatakan gelombang kedua pandemik flu di Spanyol di tahun 1918 menimbulkan korban paling besar, karena ketika di gelombang pertama hanya sedikit orang yang memiliki kekebalan.

Di negara Eropa lain, Swedia dilaporkan tidak lagi mengeluarkan laporan mengenai tingkat penyebaran di negaranya, sebab kini negaranya hanya melakukan tes Virus Corona terhadap staf rumah sakit dan kelompok yang berisiko tinggi.

Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengatakan lockdown mungkin tidak akan efektif di negaranya. Meski demikian, ia melakukan lockdown parsial dan menyuruh tempat usaha untuk tutup sementara. 

Akan tetapi, saran herd immunity ini mendapat penentangan dari kalangan ilmuwan. Ada kalangan ilmuwan di Inggris dan Australia pun menyebut herd immunity sebagah hal berbahaya. 

Berikut protes mereka:

 

 

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ilmuwan Menentang Herd Immunity

Pemerintah Inggris mengatakan tidak mendukung pendekatan tersebut setelah munculnya berbagai kecaman dari para ilmuwan.

"Herd immunity  bukanlah tujuan atau kebijakan kami. Itu adalah konsep ilmiah. Kebijakan kami adalah melindungi warga dan mengalahkan virus," kata Menteri Kesehatan Inggris, Matt Hancock.

Bisakah memerangi virus corona?Para ilmuwan dengan cepat menyampaikan fakta bahwa belum ada kejelasan mereka yang sembuh dari COVID-19 kemudian menjadi kebal.

Pihak berwenang Jepang mengatakan tanggal 16 Maret lalu bahwa seorang pria yang sudah dites positif COVID-19 sebelumnya, kemudian terjangkit lagi beberapa minggu kemudian.

Namun kemungkinannya karena pengujian yang salah.

Diego Silva, dosen ilmu bioetika di University of Sydney mengatakan sampai sekarang masih banyak yang belum mengetahui mengenai virus tersebut dan bagaimana reaksi tubuh kita.

"Membiarkan virus menyebar di negeri kita tanpa kita tahu apakah orang akan kebal dan seberapa lama kekebalan itu akan muncul, bila ada wabah COVID-19 kedua, adalah hal yang sangat beresiko," katanya.

Strategi menghentikan COVID-19?Kebanyakan ilmuwan sepakat bahwa pendekatan yang harus dilakukan sekarang ini haruslah beberapa cara, seperti social distancing, penutupan perbatasan dan menemukan vaksin.

"Dengan adanya wabah penyakit menular, khususnya yang menyangkut saluran pernapasan seperti virus corona, tujuan utama adalah menciptakan kekebalan massal," kata Dr Silva dari University of Sydney.

 

3 dari 3 halaman

Menanti Vaksin

Lebih lanjut Dr Silva mengatakan vaksin yang mungkin masih memerlukan waktu 18 bulan untuk dibuat adalah alternatif terbaik dan paling aman.

"Hal yang bisa dilakukan adalah menyediakan vaksin untuk membentuk kekebalan warga. Cara lain adalah membiarkan virus ini menyebar dengan liar," katanya.

Professor Angus Dawson dari University of Sydney mengatakan diskusi mengenai kekebalan massal telah membingungkan warga.

Pemerintah manapun menurutnya lebih baik mengkonsentrasikan diri ke aksi terkooordinir.

"Kita harus menerapkan pemisahan jarak antar warga yang lebih ketat dibandingkan yang sudah ada sekarang," katanya.

"Pandemik ini adalah ancaman kesehatan serius. Melindungi mereka yang paling lemah harus menjadi prioritas tertinggi dan bukan berbicara mengenai hal yang masih jadi teori."

Pemisahan orang atau 'social distancing' adalah untuk melindungi mereka yang lemah dan bisa mengurangi pandemik terjadi dalam masa yang pendek dengan korban besar.

Social distancing bisa membantu sistem layanan kesehatan untuk tidak kewalahan dan membantu kekebalan massal dalam waktu yang lebih panjang dan lebih terkontrol.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.