Sukses

Byun Hui-Soo Tak Terima Dipecat dari Militer Korsel Usai Jadi Transgender

Tentara Korea Selatan Byun Hui-Soo diberhentikan dari militer Korea Selatan terkait penggantian jenis kelaminnya.

Liputan6.com, Seoul - Pada pekan lalu, militer Korea Selatan mengatakan akan membuat keputusan yang belum pernah terjadi sebelumnya, yaitu terkait masa depan bagi tentara transgender yang bertugas di angkatan bersenjata.

Seorang tentara transgender mengatakan dia akan menuntut militer saat konferensi pers pada Rabu, 22 Januari, di Pusat Hak Asasi Manusia Militer di Seoul, Korea Selatan. 

Pihak militer Korea Selatan memberhentikannya karena melanggar peraturan setelah melakukan penggantian jenis kelaminnya.

Byun Hui-Soo (22), bergabung dengan tentara sebagai seorang lelaki, tetapi telah melakukan operasi penggantian kelamin pada 2019 di Thailand usai menderita disforia gender dan masalah kesehatan mental. Demikian dilansir dari BBC, Kamis (23/1/2020).

Dia menuduh militer "intoleransi yang mendalam" dari minoritas seksual. Korea Selatan tetap konservatif dalam hal identitas seksual. Kasus Byun telah menyebabkan perdebatan tentang perlakuan terhadap tentara transgender dan juga dari komunitas LGBT yang lebih luas.

Byun mengatakan, ia tidak menyangka akan dipaksa meninggalkan militer. Petugas atasannya telah mengunjunginya di rumah sakit dan telah mendiskusikan di mana ia akan dipekerjakan kembali setelah perawatannya. Mereka menyarankan dia bisa menjadi panutan bagi orang-orang LGBT di angkatan bersenjata.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pernyataan Lengkap Byun Hee-Soo

Byun Hui-Soo menyampaikan pernyataannya terkait keinginan untuk tetap menjadi tentara setelah operasi penggantian kelamin yang dilakukan di Thailand pada November tahun lalu. 

Dengan berlinang air mata, sersan staf Angkatan Darat itu memohon agar tetap diizinkan menjadi tentara setelah militer memutuskan untuk memberhentikannya. Pernyataan yang emosional dan penuh haru itu berlangsung selama 45 menit. 

"Saya akan terus berjuang sampai tiba hari di saat saya dapat tetap bertugas di militer. Saya akan menantang keputusan sampai akhir, ke Mahkamah Agung," katanya.

Ia mengatakan bahwa pada awalnya ia tidak berencana menjalani operasi penggantian kelamin, tetapi dokter di rumah sakit militer yang merekomendasikan untuk melakukannya setelah menderita masalah kesehatan mental.

Masalah kesehatan itu muncul dari disforia gender, yang didefinisikan sebagai tekanan dari konflik internal antara gender fisik dan identitas gender.

"Merupakan keputusan yang sangat sulit bagi saya untuk membiarkan markas mengetahui identitas saya, tetapi begitu saya melakukannya, saya merasa jauh lebih baik," katanya.

"Saya pikir saya akan menyelesaikan tugas di ketentaraan dan kemudian menjalani operasi peralihan dan kemudian masuk kembali ke militer sebagai tentara wanita. Tetapi depresi saya menjadi terlalu parah," tambahnya.

"Terlepas dari identitas gender saya, saya ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa saya juga bisa menjadi salah satu tentara hebat yang melindungi negara ini," tambahnya.

3 dari 3 halaman

Menghindari Diskriminasi dan Perlakuan Tak Adil

Pernyataan militer itu menambahkan bahwa mereka bertekad untuk menghindari diskriminasi dan perlakuan tidak adil.

Seorang juru bicara kementerian pertahanan mengatakan bahwa tentara itu telah menjalani tes di sebuah rumah sakit militer, yang mengklasifikasikan hilangnya alat kelamin pria sebagai cacat mental atau fisik. Militer tidak memiliki peraturan yang mengatur layanan tentara transgender.

Di Korea Selatan, menjadi LGBT sering dipandang sebagai cacat atau penyakit mental, atau dianggap dosa oleh gereja-gereja, dan tidak ada undang-undang anti-diskriminasi di negara itu.

Dalam kasus Byun, juru kampanye anti-LGBT telah berusaha untuk mengidentifikasi dirinya secara online. Mereka juga mengadakan demonstrasi yang mendesak militer untuk memecatnya setelah berita tentang kasus tersebut muncul dan menyerukan demonstrasi lebih lanjut.

Menurut sumber anonim, terdapat hampir 9.000 pasukan transgender yang aktif bertugas. Beberapa negara lain yang memungkinkan orang transgender untuk bertugas di militer secara terbuka termasuk banyak negara Eropa Barat, Australia, Kanada, Selandia Baru, Israel dan Bolivia.

 

Reporter: Jihan Fairuzzia

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.