Sukses

'Chernobyl Terapung' Buatan Rusia di Laut Arktik yang Menuai Kritik

Segera pada bulan Juli, kabarnya Rusia akan membawa kapal pembangkit listrik tenaga nuklir ke perairan Arktik di Kutub Utara.

Liputan6.com, Moskow - Juli nanti, pembangkit listrik tenaga nuklir terapung yang dinamai Akademik Lomonosov akan ditarik melalui Rute Laut Arktik menuju destinasi akhirnya di Timur Jauh, setelah menyelesaikannya selama hampir dua dekade.

Pembangkit tenaga nuklir itu adalah bagian dari ambisi Rusia untuk membawa listrik ke wilayah yang kaya mineral, demikian sebagaimana dikutip dari CNN pada Sabtu (29/6/2019).

Platform sepanjang 144 meter yang kini dicat dengan warna bendera Rusia itu akan mengapung di sebelah kota pelabuhan kecil Pevek di Kutub Utara, sekitar 4.000 mil (setara 6.437 kilometer) dari Moskow.

 

Fasilitas ini akan memasok listrik ke pemukiman dan perusahaan yang mengekstraksi hidrokarbon dan batu mulia di wilayah Chukotka.

Selain itu, agenda yang lebih besar juga sedang berjalan, yakni membantu rencana ambisius Presiden Vladimir Putin untuk mengekspansi Arktik, yang telah mengangkat keprihatinan geopolitik di Amerika Serikat.

Akademik Lomonosov akan menjadi pabrik nuklir yang beroperasi paling utara di dunia, dan itu adalah kunci untuk rencana pengembangan kawasan secara ekonomi.

Sekitar 2 juta orang Rusia tinggal di dekat pantai Kutub Utara di beberapa desa dan kota yang mirip dengan Pevek, permukiman yang seringkali hanya dapat dicapai dengan pesawat atau kapal, jika cuaca memungkinkan.

Tetapi mereka menghasilkan sebanyak 20 persen dari PDB Rusia, dan merupakan kunci bagi rencana negara itu untuk memanfaatkan kekayaan minyak dan gas Arktik yang tersembunyi, ketika cadangan Siberia berkurang.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tuai Kritik Luas

Secara teori, pembangkit listrik tenaga nuklir terapung dapat membantu memasok energi ke daerah-daerah terpencil tanpa komitmen jangka panjang. atau tidak membutuhkan investasi besar dibandingkan pembangkit konvensional, karena sebagian besar dibangun di area tak berpenghuni.

Tetapi konsep reaktor nuklir yang ditempatkan di Laut Arktik telah menuai kritik dari para pencinta lingkungan. Akademik Lomonosov dijuluki "Chernobyl di Atas Es" atau "Chernobyl Terapung" oleh Greenpeace, bahkan sebelum perhatian publik kembali pada bencana 1986, berkat sebagian besar serial televisi produksi HBO dengan judul yang sama.

Rosatom, perusahaan negara yang bertanggung jawab atas proyek-proyek nuklir Rusia, telah berjuang melawan julukan tersebut, dan mengatakan kritik semacam itu tidak kuat.

"Sama sekali tidak dibenarkan untuk membandingkan kedua proyek. Ini adalah klaim yang tidak berdasar, karena cara reaktor itu sendiri bekerja berbeda," kata Vladimir Iriminku, kepala teknisi Lomonosov untuk perlindungan lingkungan.

"Tentu saja, apa yang terjadi di Chernobyl tidak dapat terjadi lagi .... Dan karena itu akan ditempatkan di perairan Arktik, itu akan menjadi dingin terus-menerus, dan tidak ada kekurangan air dingin," lanjutnya optimis.

3 dari 3 halaman

Industri Nuklir Rusia Dipertanyakan

Ide reaktor nuklir terapung bukanlah hal baru, karena AS pernah menggunakan fasilitas serupa dalam skala lebih kecil, yang dipasang di sebuah kapal di Terusan Panama selama hampir satu dekade pada 1960-an.

Untuk tujuan sipil, sebuah perusahaan energi Amerika PSE & G menugaskan reaktor terapung untuk ditempatkan di lepas pantai New Jersey, tetapi proyek itu dihentikan pada deakde 1970-an, karena penentangan publik dan masalah lingkungan.

Industri nuklir sipil Rusia juga menghadapi pertanyaan publik setelah bencana Chernobyl, yang membentuk kekhawatiran tentang "atom damai" selama beberapa dekade berikutnya.

Pembangunan lusinan pembangkit nuklir terhenti, tidak hanya memengaruhi proyek-proyek skala besar, insiden Chernobyl juga memperlambat penggunaan reaktor berdaya rendah seperti yang dipasang pada reaktor terapung.

Untuk diketahui, PLTN Chernobyl menghasilkan hingga 4.000 megawatt, sedangkan Lomonosov yang memiliki dua reaktor, hanya menghasilkan masing-masing 35 megawatt.

"Reaktor ini awalnya akan digunakan dalam lingkup kota, tetapi sayangnya insiden Chernobyl menghambat itu," kata Iriminku.

"Warga negara kita, terutama jika mereka tidak mengerti secara teknis, tidak benar-benar memahami energi nuklir, dan bahwa stasiun-stasiun ini dibangun secara berbeda, sehingga hampir mustahil untuk menjelaskannya kepada mereka," lanjutnya prihatin.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini