Sukses

Uni Eropa Menentang Sanksi Ekonomi Donald Trump untuk Iran

Komisi Luar Negeri Uni Eropa menyerukan kepada para pengusaha untuk mengabaikan sanksi ekonomi AS terhadap Iran.

Liputan6.com, Brussels - Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa baru saja menyampaikan imbauan resmi kepada para pengusaha, untuk mengabaikan sanksi ekonomi Iran yang dijatuhkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, awal pekan ini.

Ketika Trump menyatakan pemblokiran hubungan dagang Iran dan AS, Uni Eropa di satu sisi justru menyerupakan para pelaku bisnis di Benua Biru untuk mempertahankan relasi dengan entitas di Iran.

Federica Mogherini, perwakilan tinggi Uni Eropa untuk urusan luar negeri, mengatakan Brussels tidak akan membiarkan perjanjian 2015 dengan Teheran mati, dan dia mendesak orang Eropa untuk membuat keputusan investasi mereka sendiri terhadap Iran. Demikian dikutip dari The Guardian pada Rabu (8/8/2018).

Selama perjalanan ke Wellington, Selandia Baru, pada Selasa 7 Agustus, Mogherini mengatakan: "Kami melakukan yang terbaik untuk menjaga Iran dalam kesepakatan, untuk menjaga Iran mendapatkan manfaat ekonomi dari perjanjian tersebut, karena kami percaya ini adalah kepentingan keamanan tidak hanya di wilayah kami, tetapi juga dunia."

"Jika ada satu bagian dari perjanjian internasional tentang non-proliferasi nuklir yang disampaikan, itu harus dipertahankan. Kami mendorong usaha kecil dan menengah khususnya untuk meningkatkan bisnis dengan dan di Iran sebagai bagian dari sesuatu (yang) bagi kami adalah prioritas keamanan," lanjutnya menjelaskan.

Beberapa jam sebelumnya, Trump telah men-twit: "Sanksi Iran secara resmi telah dijatuhkan. Ini adalah sanksi paling keras yang pernah dikenakan, dan pada bulan November statusnya naik tingkat. Siapa pun yang berbisnis dengan Iran TIDAK akan berbisnis dengan Amerika Serikat. Saya mengharapkan DUNIA DAMAI, tidak kurang!"

Di sisi lain, Uni Eropa, China dan Rusia dikabarkan sepakat untuk tetap memegang komitmen terhadap imbalan pencabutan sanksi terhadap Iran, menyusul kesepakatan pembatasan aspirasi program nuklirnya.

Donald Trump mengingkari perjanjian dengan Iran tersebut pada Mei lalu, dan menggambarkannya sebagai "kesepakatan sepihak yang mengerikan yang seharusnya tidak pernah dibuat".

Ditambahkan oleh Trump dalam sebuah pernyataan resmi: "Kami mendesak semua negara untuk mengambil langkah-langkah tersebut untuk memperjelas bahwa rezim Iran menghadapi pilihan: mengubah perilaku mengancam, mendestabilisasi dan mengintegrasikan kembali dengan ekonomi global, atau terus menyusuri jalan isolasi ekonomi."

 

Simak video pilihan berikut: 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Penting Bagi Iran untuk Merasakan Manfaat Ekonomi

Sanksi ekonomi AS terhadap Iran mulai berlaku pada Selasa, 7 Agustus 2018, pukul 12.01 pagi waktu setempat.

Pada saat yang sama, undang-undang pemblokiran --yang terakhir digunakan untuk melindungi perusahaan Uni Eropa dari sanksi terhadap Kuba-- diberlakukan dalam upaya untuk melindungi perusahaan-perusahaan Eropa, yakni dengan cara mengancam dampak hukum jika mereka mematuhi diktat Washington, dan menawarkan kesempatan untuk menuntut AS atas tuduhan menggangu stabilitas dagang.

Sejauh ini keberhasilan klaim pemblokiran AS terhadap Kuba masih diragukan.

Produsen mobil Jerman Daimler AG mengatakan pada hari Selasa, bahwa pihaknya menangguhkan kegiatan "sangat terbatas" di Iran.

Pada awal 2016 perusahaan tersebut mengumumkan rencana untuk produksi truk lokal dan kerjasama dengan mitra Iran, namun kemudian pada awal pekan ini, kantor perwakilan terkait mengatakan "tidak akan dilanjutkan".

Seperangkat sanksi pertama dari Negeri Paman Sam menargetkan transaksi keuangan yang melibatkan dolar AS, sektor otomotif Iran, serta pembelian pesawat komersial dan logam, termasuk emas.

Adapun sanksi kedua yang akan diberlakukan pada awal November nanti, disebut akan memukul sektor minyak Iran dan bank sentral.

Namun di sisi lain, Uni Eropa mengatakan penting bagi Iran untuk merasakan manfaat ekonomi dari kesepakatan nuklir, menggambarkannya sebagai "aspek mendasar dari hak Iran untuk memiliki keuntungan ekonomi sebagai imbalan atas apa yang telah mereka lakukan sejauh ini, yang sesuai dengan semua komitmen terkait nuklir".

Langkah AS telah memperkuat seruan di Brussels untuk aliansi transatlantik yang lebih longgar. Pemimpin kelompok liberal di parlemen Eropa, Guy Verhofstadt --sekaligus mantan perdana menteri Belgia-- mengatakan: "Ini menunjukkan mengapa kita sebagai orang Eropa harus memperkuat kebijakan luar negeri untuk dapat membentuk hubungan dengan Timur Tengah, yang lebih besar secara independen dari Amerika Serikat."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.