Sukses

100 Tahun Kelahiran Nelson Mandela, Tanah Kelahirannya di Afrika Selatan Krisis Air Bersih

Liputan6.com, Cape Town - Hari ini, sebagian penduduk di beberapa belahan dunia memperingati hari lahir Nelson Mandela. Presiden Afrika Selatan yang menjabat sejak tahun 1994 hingga 1999 ini genap berusia 100 tahun, apabila ia masih hidup.

Mandela dikenal masyarakat global karena vokal menyuarakan antiapartheid sejak menduduki kursi kepresidenan. Ia merupakan orang Afrika Selatan berkulit hitam pertama yang memegang jabatan tersebut dan presiden pertama yang terpilih melalui keterwakilan penuh, dalam sebuah pemilu multiras.

Pemerintahannya berfokus pada penghapusan pengaruh apartheid dengan memberantas rasisme, kemiskinan dan kesenjangan, serta mendorong rekonsiliasi rasial di negaranya.

Nelson Mandela lahir pada 18 Juli 1918 di Mvezo, sebuah desa kecil di tepi Sungai Mbashe di Provinsi Eastern Cape, Afrika Selatan. Di tempat inilah, ia dan keluarganya tinggal dan membentuk dinasti kepala suku.

Penonton mendengarkan mantan presiden AS Barack Obama berbicara dalam Kuliah Tahunan Nelson Mandela ke-16 di Wanderers Stadium, Johannesburg, Afrika Selatan, Selasa (17/7). Nelson Mandela dikenal sebagai tokoh antiapartheid. (GIANLUIGI GUERCIA/AFP)

Meski dusun tersebut sudah terkenal, namun hingga kini Mvezo masih dilanda kemiskinan. Cucu tertua Mandela, Nkosi Mandla Zwelivelile Mandela, melayangkan kritik tajam kepada pemerintahan Presiden Afrika Selatan saat ini, Cyril Ramaphosa, bahwa Mvezo masih kekurangan air bersih dan layanan kesehatan.

Meskipun kakeknya telah berjuang mati-matian untuk merubah keadaan desa-desa terpencil di Afrika Selatan, namun Mandla menegaskan hanya sedikit yang berubah di Mvezo.

Penduduk setempat masih sering berbagi sumber daya air dengan hewan ternak mereka, seperti babi dan kambing. Dia menambahkan, mereka mendapatkan pasokan air dari kolam atau air mancur.

Selain itu, mereka juga harus membayar 500 rand (sekitar Rp 542 ribu) demi bisa mendapatkan air dari sungai Mbhashe untuk mengisi tangki air mereka.

"Kami masih berbagi air dengan babi dan keledai, kami masih harus menggunakan keledai untuk mengangkut air dari sungai. Kami pernah melakukan itu saat rezim apartheid," ujar Mandla, seperti dikutip dari Sunday Times, Rabu (18/7/2018).

Selain itu, Mandla menjelaskan bahwa fasilitas kesehatan yang dibangun enam tahun lalu tidak dapat lagi digunakan warga. Alhasil, mereka harus merogoh kocek 60 rand (Rp 60 ribu) agar bisa sampai ke klinik terdekat di Nywarha.

Hal ini dikhawatirkan memicu tingginya angka kehamilan remaja dan seks bebas, sebab anak-anak muda tidak mampu pergi ke klinik tersebut untuk mendapatkan kondom gratis yang disediakan pemerintah.

Surat kabar Afrika Selatan, Daily Dispatch, menghadiri sebuah pertemuan komunitas di Mvezo baru-baru ini. Masyarakat menjadi emosional ketika mereka menceritakan bagaimana Nelson Mandela yang lahir di Mvezo‚ mengorbankan hidupnya untuk memperjuangkan kebebasan mereka.

Masih banyak orang-orang yang belum bisa membedakan antara zaman penindasan dan era demokrasi Mandela.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Nelson Mandela: Cerai di Penjara, Jadi Presiden Setelah Bebas

Nelson Mandela dan Winnie Madikizela-Mandela menikahi satu sama lain dalam situasi juga kondisi yang tak biasa. Begitu pula dengan perceraiannya.

Pada 1992, dua tahun usai dirinya dibebaskan dari penjara rezim Apartheid Afrika Selatan, sang pemenang penghargaan Nobel Perdamaian mengajukan tuntutan hukum untuk mengakhiri mahligai rumah tangganya.

Dalam sidang perceraian yang dilaksanakan pada tahun 1996, pengakuan yang keluar dari mulut Nelson cukup mengejutkan. Di hadapan hakim, sang pejuang anti-Apartheid itu bersaksi bahwa dirinya telah dikihianati oleh sang istri yang telah berselingkuh. Demikian seperti dilansir The Chicago Tribune pada 20 Maret 1996.

Nelson juga menyatakan kesaksian lain. Ia mengatakan, sejak dibebaskan dari penjara rezim Apartheid pada 1990, hanya kesepian yang ia rasakan saat membina mahligai rumah tangga dengan sang istri.

"Pernikahan kami luntur," kata Nelson.

Dalam kesaksian tersebut, Nelson juga yakin Winnie berselingkuh dengan asisten pribadinya, Dali Mpofu. Keyakinannya menguat setelah sang mantan Presiden Afrika Selatan itu menemukan surat cinta antara Winnie dan Dali.

Winnie Mandela, dalam gilirannya menyampaikan pernyataan di hadapan hakim, hanya bisa mengatakan, "Kasus (perceraian) ini adalah sesuatu yang tak biasa."

Frikkie Eloff, yang menjadi hakim sidang perceraian itu, langsung mengabulkan tuntutan Nelson Mandela untuk bercerai. Putusan sang hakim menjadi penanda putusnya rajut pernikahan pasutri yang merupakan simbol perjuangan melawan Apartheid di Afrika Selatan.

Tak Benar-Benar Menikah

Seperti dikutip dari South African History Online, Nelson dan Winnie menikah pada tahun 1958. Keduanya sama-sama aktivis yang berjuang untuk menumbangkan rezim Apartheid di Afrika Selatan.

Namun, keduanya hanya menghabiskan beberapa tahun bersama, sebelum Nelson dijatuhi hukuman penjara seumur hidup oleh rezim, akibat aktivitasnya yang kian hari semakin menggoyah kemapanan politik berbasis warna kulit yang diterapkan di negara tersebut.

Winnie rajin menjenguk Nelson selama di mendekam di dalam bui. Namun apa daya, jeruji yang memisahkan Nelson dan Winnie turut melunturkan kasih mereka berdua.

Banyak pihak menyebut, perpisahan panjang yang dialami oleh pasutri tersebut--kala Nelson menjadi pesakitan--merupakan penyebab runtuhnya mahligai rumah tangga mereka. Sedangkan perselingkuhan Winnie dengan Dali Mpofu hanyalah akumulasi dari keterpisahannya dengan Nelson yang berlangsung selama menahun.

Seperti dikutip dari buku Knowing Mandela karya John Carlin, Winnie pernah mengatakan, "Saya tak pernah benar-benar hidup (menikah) bersama (Nelson) Mandela."

"Saya tidak pernah tahu rasanya memiliki keluarga inti yang dekat atau duduk bersama di hadapan meja makan bersama dengan suami dan anak-anak. Bahkan, ketika saya melahirkan, ia -- Nelson Mandela -- tak ada di sisi saya, meski ia sedang tak dipenjara pada saat itu," kata Winnie. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.