Sukses

PM Israel Kini Bisa Deklarasikan Perang Cukup dengan Persetujuan Menhan

Undang-undang yang baru diloloskan di Knesset membuat perdana menteri Israel lebih mudah mendeklarasikan perang.

Liputan6.com, Tel Aviv - Pada Senin, 30 April 2018, parlemen Israel, Knesset, memutuskan mendukung pemberian kekuasaan kepada perdana menteri untuk menyatakan perang hanya dengan persetujuan menteri pertahanan.

Seperti dikutip dari Al Jazeera, Rabu (2/5/2018), pemungutan suara yang dilakukan di Knesset pada Senin, mengamendemen undang-undang yang sebelumnya mengharuskan seluruh anggota kabinet mendukung pernyataan perang, lalu mentransfer kewenangan itu kepada perdana menteri dan menteri pertahanan.

Knesset menyetujui amendemen undang-undang yang memungkinkan perdana menteri dan menteri pertahanan Israel mendeklarasikan perang dalam "kondisi ekstrem" dengan pemungutan suara 62 banding 41.

Dilansir The Times of Israel, undang-undang baru tidak secara spesifik menentukan "kondisi ekstrem" yang dimaksud, atau siapa yang menentukannya, dan hanya mengatakan bahwa deklarasi perang akan berlaku "jika hal tersebut diperlukan karena urgensi".

Perubahan tersebut diumumkan PM Benjamin Netanyahu sesaat sebelum melakukan presentasi di mana ia mengklaim menyajikan bukti bahwa Iran diam-diam mengejar program nuklir.

Amendemen -- yang diajukan PM Netanyahu sejak tahun lalu -- sempat ditolak oleh anggota dua komite kunci di Knesset, yakni Komite Hukum dan Keadilan serta Komite Hubungan Luar Negeri dan Pertahanan. Namun, proposal tersebut diajukan kembali oleh anggota Partai Likud dan Ketua Komite Hubungan Luar Negeri dan Pertahanan Avi Dichter selama pembahasan kedua dan ketiga, hingga akhirnya lolos lewat pemungutan suara.

Meskipun Netanyahu saat ini membutuhkan persetujuan menteri pertahanan, tidak jarang perdana menteri dapat rangkap jabatan sebagai menteri pertahanan.

David Ben-Gurion, Menachem Begin, Yitzhak Rabin, Ehud Barak dan Shimon Peres semua rangkap jabatan sebagai perdana menteri sekaligus menteri pertahanan.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ketegangan Regional Meningkat

Pada Senin, PM Israel Benjamin Netanyahu berpidato dengan latar belakang kesepakatan nuklir Iran 2015 atau yang dikenal pula sebagai Joint Comprehensive Programme of Action (JCPOA). Amerika Serikat disebut-sebut akan membatalkan atau melakukan negosiasi ulang terkait pakta nuklir yang ditandatangani oleh Iran, Amerika Serikat, Prancis, Rusia, Jerman, China, Inggris, dan Uni Eropa tersebut.

Dalam pidatonya, PM Netanyahu mengklaim bahwa pasca-penandatanganan JCPOA, Iran mengintesifkan upaya untuk menyembunyikan arsip-arsip yang berkaitan dengan program nuklirnya. Tudingan PM Netanyahu ini disebut propaganda oleh kantor berita Iran.

Selama ini, PM Netanyahu telah menjadi pengkritik utama kesepakatan nuklir Iran. Menurutnya, pakta tersebut gagal mencegah Iran mengejar kemampuan senjata nuklirnya.

Sikap PM Netanyahu itu selaras dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Karena itu, Netanyahu menyambut baik pernyataan Donald Trump yang berulang kali menekankan akan menarik Amerika Serikat keluar dari kesepakatan nuklir Iran jika poin-poin yang dicantum tidak direvisi.

Donald Trump sendiri telah merespons positif presentasi Netanyahu soal klaim dirinya memiliki bukti bahwa Iran menyembunyikan senjata nuklir.

Nasib kesepatan nuklir Iran akan diketahui pada 12 Mei mendatang. Karena hari itu merupakan batas waktu yang diberikan Donald Trump bagi negara-negara Eropa untuk memperbaiki perjanjian nuklir yang dianggapnya cacat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.