Sukses

Epidemiolog: Dalam Vaksinasi COVID-19, Penyandang Disabilitas Memiliki Hak yang Sama dengan Non Difabel

Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono mengatakan, dalam mendapatkan vaksinasi COVID-19, penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan non difabel.

Liputan6.com, Jakarta Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono mengatakan, dalam mendapatkan vaksinasi COVID-19, penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan non difabel.

“Haknya (penyandang disabilitas) sama dengan non disabilitas. Kalau disabilitasnya lansia dia perlu prioritas karena kerentanannya di umur bukan di kondisi disabilitasnya,” kata Pandu menjawab pertanyaan Disabilitas Liputan6.com saat ditemui di Jakarta, Selasa (22/11/2022).

Dalam seminar publik Kementerian Kesehatan dan USAID, Pandu juga menyampaikan bahwa lanjut usia (lansia) merupakan kelompok yang rentan terkena COVID-19. Sayangnya, banyak dari mereka yang enggan mendapatkan vaksinasi lengkap hingga booster.

Menurut data Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) yang disajikan pada 22 November 2022, capaian vaksinasi booster baru mencapai 24,3 persen dari total populasi.

Untuk itu, epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono menyampaikan cara agar cakupan vaksinasi booster COVID-19 terutama bagi lansia di Indonesia semakin luas.

Salah satu cara agar masyarakat terutama kelompok lansia bersedia divaksinasi adalah dengan memberi contoh.

“Jadi masyarakat Indonesia itu butuh contoh teladan. Makanya saya mendorong Pak Presiden mau di-booster oleh vaksin produksi Indonesia,” ujar Pandu.

Selain memberi contoh yang baik, pemerintah juga perlu menjelaskan soal manfaat booster.

“Dulu kan kita enggak memikirkan booster, jadi kita hanya tahu vaksinasi lengkap dua dosis cukup. Kita ubah saja definisinya, yang dimaksud vaksinasi lengkap itu adalah vaksinasi sampai dua kali plus booster.”

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Jadi Syarat Perjalanan

Vaksinasi booster sendiri dapat dijadikan sebagai salah satu persyaratan bagi perjalanan dan hal lainnya. Namun, tak boleh dipaksa.

“Kalau dipaksa orang cenderung menolak karena akan ada anggapan bahwa ada yang diuntungkan dari jualan vaksin. Padahal, mayoritas vaksin kita itu donasi dari kerja sama bilateral, multilateral, jadi yang dibeli itu cuman sedikit pada awal pandemi saja.”

Lebih lanjut, Pandu mengatakan bahwa menjadikan vaksin sebagai syarat perjalanan bukanlah sebuah paksaan melainkan strategi.

Dalam strategi ini juga dibubuhkan beberapa pemahaman seperti “ketika mengunjungi sanak saudara maka jangan sampai membawa penyakit” sehingga vaksinasi lengkap dijadikan syarat perjalanan.

Sayangnya, momen vaksinasi booster untuk syarat perjalanan terhenti setelah lebaran usai.

“Harusnya vaksinasi booster saat mudik lebaran itu terus dipertahankan.”

3 dari 4 halaman

Pengaruhi Kasus COVID-19 di Akhir Tahun?

Lantas apakah cakupan vaksinasi booster yang rendah bisa berpengaruh buruk pada kasus COVID-19 di akhir tahun ini?

Terkait hal ini, Pandu percaya bahwa tingkat imunitas masyarakat sekarang cukup baik, tapi tidak berlaku sama bagi semua orang. Yang menjadi korban sebagian besar adalah yang belum vaksinasi atau vaksinasinya belum lengkap.

Terkait akhir pandemi COVID-19, Pandu mengatakan bahwa hal tersebut tak perlu dijawab.

“Sebenarnya enggak perlu dijawab, kapan pandemic berakhir. Yang penting bagaimana pandemic itu kita pertahankan untuk terus terkendali. Penularannya yang dikendalikan, pandemi kan cuma status.”

Jika, saat ini status pandemi dibilang berakhir, maka masyarakat akan menganggap bahwa tak ada lagi penularan. Padahal, saat ini ada varian baru seperti XBB dan BQ.1. Seperti XBB, BQ.1 juga merupakan keturunan dari Omicron.

Kedua subvarian ini kini mendominasi kasus di Indonesia. Menggeser varian sebelumnya yakni BA.4 dan BA.5.

“XBB dan BQ.1 itu jumlahnya sudah 60 persen, dulu kan cuman 30 persen semakin lama semakin naik. Ini sementara, minggu depan sudah berubah lagi.”

4 dari 4 halaman

Pergeseran Dominasi

Pergeseran dominasi dari BA.4 dan BA.5 ke XBB dan BQ.1 terjadi karena virus bersifat kompetitif atau rebutan untuk mendominasi dan mencari korban.

“Dia (virus) bisa survive kalau bisa menginfeksi, supaya dia survive maka harus bisa menginfeksi. Dan di Indonesia ini masyarakatnya sering abai sehingga memberi kesempatan pada virus untuk survive dengan bermutasi.”

“BQ.1 ini masih Omicron, semuanya Omicron, kita dihajar habis-habisan sama Omicron.”

Untuk itu, seharusnya masyarakat sudah memiliki kesadaran sendiri untuk memakai masker hingga vaksinasi.

“Kalau saya yang jadi presiden ya sudah masyarakat harus tanggung jawab sendiri, paksain aja karena nanti masyarakat juga yang merasakan. Tapi tetap sediakan vaksinasi, masker, rumah sakit, dan pengobatan. Tapi sekarang ayo dong mana kontribusi kamu (masyarakat), masa harus dipaksa-paksa terus,” katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.