Sukses

Benarkah Perang Dunia Ketiga Hanya Tinggal Hitung Hari?

Perang dingin AS-China disinyalir sebagai pemicu pecahnya perang dunia ketiga.

Liputan6.com, Jakarta- Doom, alias Nouriel Roubini, salah satu ekonom paling terkenal di dunia percaya bahwa Perang Dunia Ketiga sudah dimulai.

Nouriel Roubini berpendapat bahwa keadaan saat ini antara Amerika Serikat dan Tiongkok memiliki semua ciri khas Perang Dingin dan risiko berubah menjadi perang panas semakin meningkat dari hari ke hari, dan dapat dengan mudah memicu perang besar-besaran. 

Hal ini semakin diperkuat oleh ketegangan saat ini antara AS dan Rusia. Dengan kedua belah pihak yang saling bersitegang, menurutnya, risiko salah perhitungan yang dapat menyebabkan konflik terbuka semakin besar.

"Perang Dunia III sudah dimulai. Dimulai di Ukraina, karena konflik ini memiliki implikasi yang lebih luas yang melampaui Rusia dan Ukraina," kata Roubini pada KTT Yahoo Finance All Markets 2022, mengutip Investmen.uk, Selasa (13/12/2022).

Profesor emeritus di New York University's Stern School of Business ini dikenal sebagai "Dr Doom" karena secara akurat memprediksi sejumlah peristiwa bearish, termasuk krisis keuangan 2008.

“Eskalasi ke dalam perang dunia yang panas, saat tentara terlibat dalam pertempuran sebagai lawan dari perang dingin. Ditambah, negara-negara berusaha untuk saling mengungguli secara politis, akan menyulut "konfrontasi antara AS dan China tentang masalah Taiwan," kata Roubini.

Roubini yakin konfrontasi langsung akan terjadi dalam lima hingga 10 tahun ke depan.

Selain masalah konfrontasi, Roubini juga menyoroti ketidakstabilan ekonomi global yang tahun ini terjadi. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Invasi Rusia-Ukraina dan Xi Jinping

Salah satu pemicu konfrontasi adalah Presiden China Xi Jinping yang sedang mengamati invasi Rusia ke Ukraina untuk membentuk strategi potensial tentang cara merebut kembali Taiwan.

Roubini percaya reunifikasi China dengan negara kepulauan di Asia Timur ini adalah prioritas utama Xi yang ia harapkan sebagai warisannya.

"Dia (Xi Jinping) ingin melampaui sejarah sebagai orang yang mereformasi Tiongkok. Itu karena dia ingin mencatat sejarah sebagai orang yang menyatukan daratan utama dengan Taiwan," kata Roubini.

Roubini melihat peristiwa di masa depan sebagai pemicu yang akan meledakkan AS dan China ke dalam perang panas.

"Kita tidak tahu apakah itu akan terjadi, bagaimana itu akan diselesaikan, tetapi di situlah kita sampai pada Perang Dunia III di antara hal-hal lain," tambah Roubini.

Mengenai masalah Tiongkok, Roubini juga menggemakan beberapa keprihatinan yang disampaikan Sir Jeremy Fleming, director of the Government Communications Headquarters (GCHQ) U.K. spy agency, dalam pidatonya di Royal United Services Institute pada 11 Oktober.

Kedua pria itu setuju bahwa kemajuan strategis Tiongkok dalam upaya mengendalikan data dan teknologi akan menentukan masa depan dan merupakan ancaman keamanan terbesar.

3 dari 4 halaman

Keadaan Ekonomi

Dia juga berpendapat bahwa kondisi ekonomi saat ini adalah resep sempurna untuk Perang Dingin yang panas. Dia menunjuk pada ketidakstabilan baru-baru ini di pasar global sebagai bukti bahwa ada sesuatu yang sedang terjadi.

Contoh nyatanya adalah sanksi ekonomi dari Bart terhadap Moskow yang menaikkan harga pangan dan bahan bakar di seluruh dunia, sementara bank sentral utama menaikkan suku bunga untuk memerangi inflasi, yang akan menekan negara-negara dengan beban utang yang tinggi.

Roubini juga mengingatkan bahwa keadaan saat ini tidak stabil dan bahwa risiko pecahnya konflik berskala besar sudah terlihat di depan mata.

Gejolak baru-baru ini di pasar global telah memicu kekhawatiran akan krisis ekonomi global baru. Jika ketegangan antara Rusia dan Barat terus meningkat, kita bisa menghadapi situasi yang jauh lebih berbahaya.

4 dari 4 halaman

Dokumen Strategi Keamanan Nasional AS Sebut China Tantangan Geopolitik Terbesar Amerika

Konflik Tiongkok dan Amerika juga telah disadari dan diwaspadai sendiri oleh Amerika. Dua bulan lalu, Amerika Serikat Strategi Keamanan Nasionalnya (NSS).

Strategi yang tertuang dalam dokumen setebal 48 halaman itu menjabarkan apa yang dianggap oleh Presiden AS Joe Biden sebagai tantangan terbesar negara dan bagaimana pemerintahannya berencana untuk menavigasinya di dalam dan luar negeri.

NSS – yang diamanatkan Kongres – menggambarkan doktrin Biden yang bersifat ideologis dan pragmatis: menyebut China dan Rusia sebagai musuh geopolitik dalam perspektif “perjuangan antara otokrasi dan demokrasi” dunia, sambil berniat untuk bekerja sama dengan negara berhaluan politik apa pun untuk mengatasi pandemi, perubahan iklim, inflasi dan ancaman global lainnya.

Strategi itu berargumen, pada awal dari apa yang disebut Biden sebagai “dekade yang menentukan” ini terdapat peluang sempit untuk menghadapi tantangan transnasional bersama, bahkan di tengah persaingan negara-negara adidaya, untuk memajukan kepentingan AS dan mengarahkan dunia ke masa depan yang lebih cerah.

"Amerika Serikat akan memimpin dengan nilai-nilai kami dan kami akan bekerja sama dengan sekutu dan mitra kami dan dengan semua orang yang memiliki kepentingan yang sama dengan kami," kata Biden dalam kata pengantarnya, Jumat 14 Oktober 2022.

"Ketika dunia terus menavigasi dampak pandemi dan ketidakpastian ekonomi global yang masih berlangsung, tidak ada negara yang memiliki posisi lebih baik untuk memimpin dengan kekuatan dan tujuan selain Amerika Serikat," sambung dia.

NSS menjabarkan rencana tiga-cabang pemerintahannya: Berinvestasi dalam negeri di bidang industri, inovasi, pendidikan, layanan kesehatan dan demokrasi;

memobilisasi aliansi dan koalisi untuk meningkatkan pengaruh kolektif dan membentuk aturan; memodernisasi dan memperkuat kekuatan militer AS.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.