Sukses

Kerap Dianggap Manja, Penelitian Ungkap Gen Z Ternyata Sangat Peduli pada Orang Lain

Stereotipe yang melekat pada Gen Z yaitu mereka generasi manja dan sensitif, tetapi sebuah penelitian mengungkap fakta sebenarnya, apa itu?

Liputan6.com, Jakarta - Sekadar informasi, Gen Z adalah mereka yang lahir di tahun 1995 sampai dengan 2010. Sekarang ini, banyak bersebaran video mengenai generasi yang lahir di era digital ini.

Seperti unggahan video di akun TikTok @don.gustavio pada September lalu. Dalam video itu dibandingkan bagaimana reaksi anak 80an, 90an, dan anak 2000-an saat diberi tahu tentang wajahnya yang cemong.

Video hiburan itu berhasil membuat warganet tertawa. Reaksi anak 80an diperlihatkan hanya merespon biasa dan pergi ke toilet untuk membersihkannya. Anak 90an memberi tanggapan dengan candaan. Menariknya adalah anak 2000-an yang merespon begitu sensitif dan emosional.

“80 bijak, 90 ledek-ledekan tapi santuy, 20 masyaAllah tabarokallah,” tulis akun @halidafadil.

“Adek gue kelahiran 2000an tiap disuruh orangtua malah ngelawan, gue yang lahir 90an disuruh tetep lakuin walaupun misuh-misuh,” tambah akun @panggilajatataataucacita.

Lalu, apa benar anak kelahiran 2000an atau kerap yang disebut Gen Z itu begitu sensitif dan manja? Untuk mencari tahunya, terdapat penelitian oleh Roberta Katz, seorang senior sarjana penelitian di Stanford’s Center for Advanced Study in the Behavioral Sciences (CASBS) membahas tentang bagaimana Generasi Z, generasi yang paling beragam, mengalami, dan memahami dunia.

Mengutip situs News.stanford.edu, Selasa (11/10/2022), sejak 2017, Katz bersama dengan rekan penulisnya, Sarah Ogilvie, ahli bahasa di Universitas Oxford, Jane Shaw sejarawan sekaligus kepala sekolah Harris Manchester College di Oxford,  dan Linda Woodhead, sosiolog di King’s College London, bekerja sama sebagai bagian dari proyek penelitian CASBS multitahun guna memahami Generasi Z. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tipikal Gen Z

Penelitian tersebut mengungkap, salah satu ciri khas pada Gen Z adalah pengemudi self-driver atau pengemudi mandiri yang sangat peduli pada orang lain.

Menurut peneliti, Gen Z berjuang untuk komunitas yang beragam, sangat kolaboratif dan sosial, menghargai fleksibilitas, relevansi, keaslian, dan kepemimpinan non-hierarkis. Penelitian juga mengungkapkan, Gen Z juga memiliki kecemasan tentang perubahan iklim, memiliki sifat pragmatis tentang pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.

Gen Z yang tumbuh dalam masyarakat yang terhubung dengan internet membentuk cara Gen Z melihat dan mengalami dunia dan kehidupan kehidupan sehari-hari.

Teknologi terkait internet telah secara dramatis mengubah kecepatan, skala, dan cakupan komunikasi manusia, menghasilkan perubahan signifikan dalam cara orang bekerja, bermain, berbelanja, mencari teman, dan belajar tentang orang lain.

Untuk Gen Z yang tinggal di Amerika Serikat dan Inggris (dua tempat yang dipelajari), norma yang mereka alami sebagai anak-anak adalah dunia yang beroperasi dengan kecepatan, skala, dan ruang lingkup.

Mereka mengembangkan fasilitas awal dengan alat digital canggih yang memungkinkan mereka mandiri dan juga kolaboratif. Demikian pula, karena mereka dapat belajar tentang orang dan budaya di seluruh dunia sejak usia dini, mereka mengembangkan apresiasi yang lebih besar terhadap keragaman dan pentingnya menemukan identitas unik mereka sendiri.

3 dari 4 halaman

Yang Sering Disalahpahami Tentang Gen Z

Menurut penelitian itu, untuk beberapa waktu, orang-orang kritis terhadap apa yang mereka lihat sebagai generasi yang terlalu dimanja dan lunak. Gen Z disebut "snowflake atau kepingan salju" dan "tidak mau tumbuh dewasa."

Akan tetapi, banyak dari penilaian negatif itu berasal dari kesalahpahaman tentang bagaimana rasanya tumbuh dewasa di dunia saat ini jika dibandingkan dengan bagaimana orang tua mereka tumbuh dewasa.

Sebagai contoh, Gen Z telah dikritik sebagai pemalas karena mereka tidak memiliki pekerjaan sepulang sekolah. Namun, banyak Gen Z telah menghasilkan uang yang signifikan secara online melalui berbagai kegiatan, bahkan termasuk penempatan produk di situs rekomendasi fashion.

Peneliti menambahkan, contoh lain menyangkut SIM, yang dianggap sebagai ritual menuju kedewasaan. Orang tua mengkritik Gen Z yang tidak terburu-buru mengikuti tes mengemudi ketika mereka berusia 16 tahun. 

Namun, kritik ini gagal mempertimbangkan bahwa Gen Z tidak perlu mengemudi saat mereka memiliki akses siap pakai ke layanan transportasi online seperti Uber dan Lyft.

4 dari 4 halaman

Gen Z Lebih Suka Komunikasi Langsung

Ada sebuah hal mengejutkan dari penelitian ini, peneliti sebelumnya beranggapan bahwa Gen Z akan lebih menyukai jenis komunikasi digital. 

Namun, saat ada pertanyaan wawancara, "jenis komunikasi apa yang paling Anda sukai?", peneliti berpikir Gen Z akan menjawab dengan jenis komunikasi digital favorit mereka. Misalnya, komunikasi dengan  email, chat group, DM, FaceTime, Skype, dan lain-lain. 

Ternyata sebaliknya, hampir setiap orang yang disurvei mengatakan bentuk komunikasi favorit mereka adalah komunikasi secara langsung.

Temuan para peneliti ini didasarkan pada 120 wawancara yang dikumpulkan di tiga kampus, yakni Universitas Stanford, Foothill College, sebuah perguruan tinggi komunitas di Los Altos Hills, California, dan Universitas Lancaster, Inggris.

Satu set kelompok fokus dan dua survei di Amerika Serikat dan Inggris diberikan kepada sampel yang mewakili lebih dari 2.000 orang dewasa berusia antara 18 dan 25 tahun.

Kontribusi lebih lanjut untuk pemahaman sarjana tentang Gen Z adalah penciptaan iGen corpus, repositori digital 70 juta item bahasa lisan dan tulisan dari orang-orang berusia 16 hingga 25 tahun, yang mencakup transkrip dari wawancara para peneliti dan kelompok fokus, sebagai serta data publik dari platform media sosial Twitter, Reddit, Twitch, 4chan dan YouTube, serta meme dari Facebook dan Instagram.

Ogilvie, peneliti utama tim peneliti corpus, bersama dengan tim asisten peneliti mahasiswa Stanford, menerapkan algoritme machine learning untuk menemukan banyak cara anak muda saat ini mengekspresikan diri.

Secara keseluruhan, penelitian para cendekiawan menawarkan gambaran tentang siapa Gen Z sebenarnya, apa yang penting bagi mereka dan mengapa. Temuan dari penelitian Katz dan rekan penulisnya dirinci dalam sebuah buku baru, Gen Z, Explained: The Art of Living in a Digital Age yang diterbitkan University of Chicago Press tahun 2021.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.