Sukses

Anjlok Akibat Teka Teki The Fed, Bos BI Pede Rupiah Perkasa Lagi

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dipanggil oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), untuk melaporkan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang tengah melemah.

Liputan6.com, Jakarta Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dipanggil oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), untuk melaporkan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang tengah melemah.

Menurut dia, kurs rupiah selalu dipengaruhi oleh dua faktor utama, fundamental dan sentimen jangka pendek. Untuk faktor fundamental, Perry meyakini rupiah seharusnya bakal menguat.

Pasalnya, ekonomi nasional kini tengah dipengaruhi sejumlah indikator positif semisal inflasi rendah, pertumbuhan ekonomi tinggi, pertumbuhan kredit bagus, hingga imbal hasil investasi.

Namun, Perry menilai rupiah goncang akibat faktor-faktor teknikal jangka pendek. Mulai dari konflik geopolitik di Timur Tengah hingga teka teki kenaikan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat, The Fed.

"Contohnya bulan Mei terjadi, kemudian ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Demikian juga pada waktu itu Fed fund rate yang diperkirakan akan turun tiga kali rupanya enggak jadi, paling banter akhir tahun ini cuma sekali," ungkapnya, Kamis (20/6/2024).

Merespon kebijakan moneter The Fed yang angin-anginan, BI sempat menaikan suku bunga acuan. Perry mengklaim itu sukses membuat nilai tukar rupiah yang sempat menyentuh level Rp 16.600 per dolar AS turun menjadi Rp 15.900.

Perry juga tak memungkiri rupiah yang sempat menguat kini kembali terperosok ke level mendekati Rp 16.400 per dolar AS, lagi-lagi gara-gara ulah The Fed.

"Faktor globalnya masih Fed Fund Rate ini msh tebak-tebakan sampai akhir tahun mau turun berapa kali. Perkiraan kami sekali hanya akhir tahun saja," imbuh Perry.

"Tapi juga ada kenaikan suku bunga obligasi pemerintah Amerika yang tempo hari hanya 4,5 persen sekarang naik menjadi 6 persen karena memang untuk membiayai utang di Amerika. Demikian juga bank sentral Eropa sudah mulai menurunkan suku bunga. Ini yang menyebabkan kenapa sentimen-sentimen global ini memberikan dampak kepada pelemahan nilai tukar," urainya.

2 dari 4 halaman

Pelemahan Rupiah

Tak hanya dari luar, pelemahan rupiah turut ditekan oleh sentimen-sentimen di tingkat domestik. Seperti pada kuartal II, khususnya Juni 2024 ketika terjadi kenaikan permintaan dari korporasi.

"Biasa kalau triwulan II itu korporasi perlu repatriasi dividen. Perlu juga membayar utang. Tapi biasanya nanti di triwulan III sudah enggak ada lagi. Dan juga yang terakhir disampaikan oleh bu Menteri Keuangan, masalah persepsi sustainibilitas fiskal ke depan yang itu membuat sentimen-sentimen kemudian itu menjadi tekanan nilai tukar rupiah," paparnya.

Kendati begitu, Perry meyakini perkembangan nilai tukar rupiah ke depan akan menguat lagi, meskipun dalam jangka pendek tertekan oleh berbagai sentimen negatif.

"Rupiah secara fundamental itu trennya, jangan ditanya hari per hari loh, ini trennya akan menguat. Inflasi kita rendah, growth bagus, kreditnya bagus. Tapi dari hari ke hari, minggu ke minggu memang faktor sentimen itu akan mempengaruhi gerakannya," tuturnya.

3 dari 4 halaman

Rupiah Ambruk, BI: Masih Lebih Baik Dibanding Won hingga Yen

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memastikan stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga sesuai dengan komitmen kebijakan yang ditempuhnya. Namun BI juga mengakui rupiah masih menghadapi pelemahan di Juni 2024.

"Nilai tukar rupiah pada Juni 2024 (hingga 19 Juni 2024) terjaga, meski sempat tertekan 0,70% (ptp) setelah pada Mei 2024 menguat 0,06% (ptp) dibandingkan dengan nilai tukar akhir bulan sebelumnya," ungkap Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam konferensi pers RDG Juni 2024 disiarkan pada Kamis (20/6/2024).

Gubernur Perry menjelaskan, pelemahan nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh dampak tingginya ketidakpastian pasar global, terutama berkaitan dengan ketidakpastian arah penurunan FFR, penguatan Dolar AS secara luas, dan masih tingginya ketegangan geopolitik.

Sementara dari faktor domestik, tekanan pada Rupiah juga disebabkan oleh kenaikan permintaan valas oleh korporasi, termasuk untuk repatriasi dividen, serta persepsi terhadap kesinambungan fiskal ke depan.

"Dengan perkembangan ini, nilai tukar rupiah melemah 5,92% dari level akhir Desember 2023, lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan Won Korea, Baht Thailand, Peso Meksiko, Real Brazil, dan Yen Jepang masing-masing sebesar 6,78%, 6,92%, 7,89%, 10,63%, dan 10,78%," beber Perry.

 

4 dari 4 halaman

Aliran Modal Asing

Ke depan, nilai tukar rupiah diperkriakan akan bergerak stabil sesuai dengan komitmen Bank Indonesia untuk terus menstabilkan nilai tukar rupiah, serta didukung oleh aliran masuk modal asing, menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik.

Perry juga memastikan, pihaknya terus mengoptimalkan seluruh instrumen moneter termasuk peningkatan intervensi di pasar valas serta penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI.

"Bank Indonesia memperkuat koordinasi dengan Pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023," imbuhnya.