Sukses

Dilego Investor Swiss, Harga Kakao Fermentasi Desa Nglanggeran Tembus Rp 120 per Kg

Ketua Badan Usaha Milik Desa (BumDes) Desa Nglanggeran, Ahmad Nasrodin mengungkapkan komoditas kakao desa ini telah diekspor ke Swiss untuk diolah menjadi coklat batangan.

Liputan6.com, Yogyakarta - Desa Nglanggeran Kabupaten Gunung Kidul memiliki potensi yang sangat memadai untuk mendongkrak perekonomian desa tersebut.

Di sektor pariwisata, desa ini memiliki potensi agro wisata dan embung Nglanggeran, serta air terjun musiman Kedung Kandang. Di sektor UMKM, Desa Nglanggeran memiliki beberapa unggulan seperti Pawon Purba, Griya Batik, Griya Spa, dan homestay.

Selain itu, Desa Nglanggeran juga memiliki potensi di sektor perkebunan dengan komoditas utamanya yaitu kakao dan durian. Ketua Badan Usaha Milik Desa (BumDes) Desa Nglanggeran, Ahmad Nasrodin mengungkapkan komoditas kakao desa ini telah diekspor ke Swiss untuk diolah menjadi coklat batangan. Akses pengiriman ke luar negeri ini didapat dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang berada di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

"Pembeli Swiss itu LPEI yang menjembatani. Waktu itu 1 kilo dibawa ke sana, dibuat di sana jadi coklat batangan. Ternyata merek Gunung Kidul tidak dihilangkan dalam kemasan coklatnya. Ini yang membuat saya bangga lagi,” kata Ahmad, dikutip Jumat (3/5/2024).

Sebelumnya, Ahmad mengaku para petani kakao Desa Nglanggeran sering dipermainkan oleh tengkulak dengan mematok harga tawar yang rendah. Dalam catatan Ahmad, perkebunan Desa Nglanggeran sempat terpuruk pada 2016, termasuk penjualan.

Saat itu, harga kakao dijual pada harga di bawah Rp 10 ribu per kilogram (kg). Setelah dipelajari, komoditas yang cukup tahan cuaca adalah kakao yang dapat berbuah meski asupan air minim. Di wilayah ini ada 96 penanam kakao yang bertekad untuk sejahterakan masyarakat setempat lewat kakao.

"2023 hadir LPEI dengan peningkatan SDM akhirnya kakao kita bisa ekspor. Kita ada dua buyer dari Swiss. Kakao yang hanya Rp 20 ribu per kilo di 2016, saat ini diekspor dengan harga Rp 70 ribu per kilo. Untuk sekarang kalau mau ambil kakao fermentasi harganya Rp 120 per kilo," beber Ahmad.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Fokus pada Peningkatan Kapasitas

Direktur Pelaksana Pengembangan Bisnis LPEI, Maqin U. Norhadi menyampaikan, LPEI berfokus pada peningkatan kapasitas dan kompetensi para pelaku usaha, selain berupaya membangun ekosistem ekspor yang solid melalui dukungan kepada sektor komoditas kakao, dalam hal ini Desa Devisa Kakao Gunung Kidul.

Desa ini dikenal sebagai wilayah penghasil kakao dengan lahan perkebunan seluas 10,2 hektar atau setara dengan 5.000 pohon kakao yang mampu memproduksi hingga 10 ton kakao per tahun.

Masyarakat desa telah berhasil menghasilkan beragam produk turunan kakao, termasuk kakao fermentasi, kakao bar, dan kakao nibs. Kegiatan ini dilandasi harapan dapat membantu Desa Devisa Gunungkidul untuk memperluas akses pasar ekspor, meningkatkan kapasitas produksi, serta memenuhi persyaratan sertifikasi yang dibutuhkan oleh pasar.

"Saat ini Desa Devisa Gunungkidul telah berhasil ekspor pertama ke Swiss. Dengan adanya pendampingan dari LPEI maka harapannya warga Desa Nglanggeran mampu melakukan ekspor secara mandiri dan berkelanjutan,” ujar dia.

3 dari 4 halaman

LPEI Minta 104 Pelaku UKM Perluas Pasar Ekspor Sepanjang Awal 2024

Sebelumnya diberitakan, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank berhasil membantu 104 eksportir Indonesia untuk mendapatkan buyer baru dari berbagai negara dengan kesepakatan bisnis dengan nilai mencapai Rp 1 miliar. 

LPEI mendorong berbagai produk Indonesia mulai dari fashion, home decor, furniture, makanan dan minuman hingga komoditas rempah untuk berani mendunia. 

Dalam rentang Januari hingga Maret 2024, LPEI telah mengadakan 14 sesi business matching yang melibatkan lebih dari 500 pelaku UKM berorientasi ekspor dengan potensi buyer dari berbagai negara, termasuk Kanada, Belanda, Uni Emirat Arab, Jerman, hingga Australia. 

Kepala Divisi Jasa Konsultasi LPEI, Ilham Mustafa mengatakan LPEI berkolaborasi erat dengan Atase Perdagangan, Indonesian Trade Promotion Center (ITPC), Asosiasi Ekspor, Export Center Surabaya, serta Diaspora Indonesia untuk memfasilitasi UKM dalam mengakses pasar global. 

"Hal ini merupakan salah satu upaya LPEI dalam rangka mendukung Pemerintah untuk meningkatkan ekspor nasional," kata Ilham dalam siaran pers, dikutip Minggu (28/4/2024).

Ilham menambahkan, selain menghubungkan dengan calon pembeli internasional, LPEI juga memberikan pemahaman dan wawasan kepada pelaku UKM tentang identifikasi peluang bisnis baru serta pembentukan kerja sama yang berkelanjutan. 

"Tujuan utama kami adalah memberdayakan pelaku UKM agar dapat bersaing secara global melalui ekspansi pasar luar negeri, sekaligus memperkaya pengalaman mereka dalam berinteraksi dengan buyer luar negeri," tambah Ilham. 

Salah satu UKM yang mendapatkan buyer luar negeri ekspor adalah CV Sabila Multi Kreasindo yang memproduksi home decor dan kriya asal Magelang, Jawa Tengah. CV Sabila Multi Kreasindo berhasil mendapatkan pesanan home decor dengan volume satu kontainer berukuran 20 feet ke Amerika Serikat. 

Kemudian, UKM asal kota Payakumbuh, Sumatera Barat, berhasil mendorong produk rendang berani mendunia dalam business matching yang diselenggarakan oleh LPEI. 

 

 

4 dari 4 halaman

UMKM Asal Bogor Ini Berhasil Ekspor hingga Australia Berkat Pendampingan LPEI

Sebelumnya, Pemilik Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) asal Bogor, Jakarta Candle, Yulianah mengakui sangat terbantu dengan program yang diberikan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) alias Indonesia Eximbank. 

Yulianah mengikuti program Khusus Rintisan Eksportir Baru (Coaching Program for New Exporters/CPNE) dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Dia menuturkan, program dari LPEI sangat membantu produknya hingga bisa ekspor ke Singapura dan Australia. 

"Sangat terbantu dan berhasil untuk pemasaran ke luar negeri. Kita mendapat ilmu tentang bagaimana bisa menarik klien, cara menangani klien baru, dan peraturan perdagangan keluar negeri karena setiap negara beda-beda aturannya,” kata Yulianah dalam FGD LPEI, Senin (19/2/2024). 

Yulianah menambahkan bantuan LPEI sangat terasa dari sisi promosi. Ini karena UMKM nya mendapat fasilitas untuk hadir di beberapa acara besar untuk mengenalkan produk lilin hiasnya. 

"Produk kita banyak dipromosikan, setelah itu langsung banyak yang menghubungi kita. Kita juga difasilitasi untuk mengikuti Trade Expo Indonesia pada 2018, dari sana kita banyak dapa klien,” ujar Yulianah. 

Yulianah memulai bisnis sejak 2011 hanya dengan modal Rp 5 juta, kini produk lilin miliknya berhasil terjual sampai Singapura dan Australia. Tak main-main, omZetnya sampai menyentuh Rp 700 juta per tahun. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.