Sukses

Tata Ruang Ikut Jadi Penyebab Buruknya Kualitas Udara Jakarta

Polusi udara di Jakarta yang kian memburuk masih menjadi perbincangan, bahkan menjadi persoalan baik pemerintah maupun masyarakat di Indonesia. Pemerintah pernah memberikan himbauan kepada masyarakat untuk menggunakan transportasi umum sebagai upaya mengurangi buruknya kualitas udara saat ini.

Liputan6.com, Jakarta - Polusi udara di Jakarta yang kian memburuk masih menjadi persoalan baik pemerintah maupun masyarakat. Pemerintah pernah memberikan himbauan kepada masyarakat untuk menggunakan transportasi umum sebagai upaya mengurangi buruknya kualitas udara saat ini.

Menurut dosen serta Ketua Prodi S2 Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, Hayati Sari Hasibuan, isu lingkungan merupakan isu yang kompleks, tidak hanya berasal dari satu kegiatan dan satu faktor penyebab.

Dalam hal transportasi, Sari mengatakan bahwa keberadaan interaksi dalam sistem penataan ruang adalah hal yang penting. 

Penataan ruang akan mempengaruhi pergerakan. Pergerakan kemudian mempengaruhi kualitas lingkungan,” kata Sari dikutip Selasa (26/9/2023).

Sistem penataan ruang mempunyai potensi yang baik untuk menjamin kelestarian lingkungan, termasuk apabila sistem penataan ruang mampu mengelola pergerakan penduduk dengan baik.

“Ditribusi ruang untuk perumahan, pekerjaan, pusat perbelanjaan, dan kegiatan lainnya menentukan jarak perjalanan dalam transportasi perkotaan,” kata Sari.

Sari juga mengatakan, oleh karena itu transportasi juga menjadi salah satu sumber pencemaran udara yang mempengaruhi kualitas lingkungan.

Pengaruh antara transportasi sebagai penyebab meningkatnya polusi udara di Jakarta juga membuat pemerintah melakukan beberapa upaya lainnya, seperti memberlakukan WFH.

Lalu, apakah kebijakan WFH efektif dilakukan?

Sari menjelaskan, dari survei yang dilakukannya terhadap 1.697 responden, terdapat 27,34% orang melakukan kegiatannya secara daring, 21,6% orang melakukan kegiatannya secara luring, dan 51,10% orang melakukan kegiatannya secara bauran.

Oleh karena itu, Sari menyimpulkan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat masih berprefensi secara tatap muka atau bauran. Maka, ia juga menyimpulkan bahwa kebijakan tersebut nantinya akan sangat tidak signifikan dalam memperkecil pergerakan perjalanan.

2 dari 2 halaman

Transportasi Berkelanjutan

Transportasi berkelanjutan menurut OECD (1994) merupakan transportasi yang tidak menimbulkan dampak yang berbahaya untuk kesehatan masyarakat dan juga ekosistem, serta memenuhi kebutuhan mobilitas secara konsisten.

Dalam kuliah umum ini, Sari menjelaskan bawa transportasi berkelanjutan punya tiga skema, yaitu avoid untuk menghilangkan pergerakan yang tidak perlu, shifting seperti dari kendaraan pribadi ke angkutan umum, dari angkutan umum skala kecil ke skala besar, serta improve dengan melakukan renewuble energy transportasi.

“Fokus transportasi berkelanjutan bisa dilakukan dengan transit oriented development dan kota ramah pejalan kaki,” kata Sari.

Sebagai informasi, Transit oriented development menurut Sari bisa dilakukan dengan menurunkan emisi/polusi udara dan penggunaan energi dari transportasi, selisih luas RTH (ruang terbuka hijau) yang diperlukan untuk sequentrasi emisi karbon dengan luas RTH yang tersedia, dan lainnya.

“Untuk mewujudkan dua hal tersebut, adalah dengan adanya green transportation, pengembangan kawasan TOD (Transit Oriented Development), Eco-infrastructure, RTH (ruang terbuka hijau), green building, emisi industri, rekayasa perlaku, dan penegakan hukum (regulasi),” kata Sari.

“Dalam mengatasi pencemaran udara atau emii yang berasal dari kegiatan transportasi, tidak hanya dapat dilakukan pada hilir, melainkan harus dimulai dari hulu, yaitu mengintegrasikan tata ruang dengan transportasi. Dalam penrapannya, diperlukan target dan indikator yang jelas mengacu pada konsep localized contxt transit oriented development dan walkability city.”

Video Terkini