Sukses

Awas, 3 Dampak Ini Bakal Dirasakan Indonesia Jika AS Gagal Bayar Utang

Potensi Amerika Serikat gagal bayar utang, dinilai akan berdampak perekonomian Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, mengungkapkan terkait potensi Amerika Serikat gagal bayar utang, dinilai akan berdampak perekonomian Indonesia.

"Tidak hanya pasar saham yang terkoreksi tajam, potensi gagal bayar utang AS punya dampak yang cukup signifikan bagi indikator makro ekonomi negara berkembang seperti Indonesia," kata Bhima kepada Liputan6.com, Rabu (10/5/2023).

Bhima pun menyebut ada 3 dampak yang akan dirasakan Indonesia, jika AS gagal bayar utang. Pertama, suku bunga jadi lebih mahal, karena AS akan naikkan suku bunga untuk jaga agar investor tetap membeli US Treasury bill.

"Ini artinya bunga pinjaman semakin menghimpit pelaku usaha dan konsumen di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh dibawah 4 persen dalam situasi gagal bayar utang AS terealisasi," ujarnya.

Kedua, adanya capital flight dari Indonesia mencari aset aset yang aman, karena investor mempersepsikan aset sekelas utang AS saja bisa gagal bayar, apalagi aset berisiko tinggi. Ditambah keluarnya modal asing akan lemahkan kurs rupiah.

"Tidak menutup kemungkinan rupiah melemah hingga Rp 16.500 per dollar," katanya.

Kinerja Ekspor

Ketiga, dari kinerja ekspor akan terpengaruh terlebih AS memegang porsi yang penting sebagai mitra dagang tradisional. Produk seperti tekstil, alas kaki, pakaian jadi dan bahan baku industri tujuan AS bisa melemah kinerjanya.

"PHK massal menjadi konsekuensi atas merosotnya kinerja ekspor padat karya," ujarnya.

Disisi lain, situasi risiko utang juga perlu dicermati untuk kondisi Indonesia, dimana porsi utang saat ini 88 persen lebih bentuknya SBN, yang artinya tergantung pada bunga pasar.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Inflasi

Kemudian, tren inflasi dan kenaikan suku bunga bisa membuat beban bunga utang naik signifikan, sementara upaya untuk melakukan pengurangan beban utang menjadi sulit.

"Tahun 2023 saja tren bunga utang mencapai Rp441 triliun atau setara 21,8 persen target penerimaan perpajakan ditahun yang sama. Beban utang ini sudah kelewat berat," ujar Bhima.

Solusinya, Indonesia bisa saja manfaatkan fasilitas debt swap (pertukaran utang dengan program) dan debt suspension (penangguhan bunga utang) meskipun hanya bisa berfungsi dengan kreditur non SBN.

Manajemen risiko fiskal juga menjadi rumit, karena beberapa proyek yang sebelumnya murni pengerjaan BUMN mulai dibebankan ke APBN, baik melalui PMN maupun penjaminan, salah satunya kereta cepat.

"Pemerintah harus cari jalan keluar dengan turunkan ambisi berutang demi mega proyek yang secara ekonomis tidak layak. Selain itu, porsi SBN dari total utang pemerintah sebaiknya dikurangi dengan peningkatan rasio pajak dan pengendalian belanja," pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Negara Terlilit Utang Jumbo, Warga AS Siap-Siap Rasakan Hal Ini

Amerika Serikat dicekam dengan utang terlampau besar. Per Maret 2023, utang Amerika Serikat tembus USD31,45 triliun, dan terancam gagal bayar.

Pada Forbes, E. Napoleatno merinci setidaknya ada 6 dampak yang dirasakan warga Amerika Serikat karena negara memiliki utang sangat besar.

1. Suku Bunga Meningkat

Ketika pemerintah perlu meminjam lebih banyak uang, mereka tentu akan meningkatkan imbal hasil terhadap surat utang negara, obligasi dan instrumen pendapatan tetap lainnya, agar investasi tersebut tetap menarik bagi investor. Dengan demikian, masyarakat harus membayar bunga lebih tinggi pada cicilan mereka.

2. Inflasi

Kondisi negara dengan utang besar dapat menyebabkan tren inflasi terus berlanjut. Hal ini efek dari meningkatnya imbal hasil obligasi.

Di kondisi ini pula, akan semakin banyak perusahaan dalam kondisi tertekan karena harus membayar utang mereka agar tetap dalam keadaan baik. Berada di kondisi tertekan, mau tidak mau perusahaan akan menaikkan harga produk yang lebih tinggi agar dapat membayar kewajiban utangnya.

3. Menurunnya Harga Properti

Sebagaimana meningkatnya tingkat suku bunga, peluang masyarakat akan semakin sedikit untuk dapat mengajukan cicilan rumah. Hal ini disebabkan porsi kewajiban membayar utang lebih besar dibanding utang pokok dari rumah tersebut.

Jika kondisi ini terjadi, dipastikan harga rumah mengalami tekanan yang dapat berdampak pada ekuitas semua pemilik rumah.

4. Belanja Pemerintah Menurun

Pemerintah akan sangat terpaksa mengurangi belanja untuk kebutuhan masyarakat. Sebab, fokus negara saat ini yaitu melunasi utang atau membayar utang.

4 dari 4 halaman

Dampak Selanjutnya

5. Stabilitas Keamanan Nasional

Menurunnya belanja negara untuk kebutuhan masyarakat karena fokus membayar utang dapat berujung ancaman stabilitas keuangan.

6. Imbal Hasil Investasi Rendah

Para investor akan berhati-hati dalam menaruh uang mereka pada instrumen investasi. Meski tingkat suku bunga naik, hal ini tidak cukup menarik minat masyarakat menaruh investasi dengan imbal hasil tinggi.

Suramnya ekonomi negara adidaya itu disampaikan oleh Menteri Keuangan Amerika Serikat, Janet Yellen. Ia memperingatkan adanya malapetaka ekonomi jika Amerika Serikat gagal menaikkan plafon utangnya dalam beberapa minggu mendatang.

"Itu adalah sesuatu yang dapat menghasilkan kekacauan keuangan, itu akan secara drastis mengurangi jumlah pengeluaran dan berarti penerima Jaminan Sosial dan veteran dan orang-orang yang mengandalkan uang dari pemerintah yang mereka berutang, kontraktor, kita tidak akan punya cukup uang untuk membayar tagihan," ujar Yellen dikutip dari CNBC, Selasa (9/5).

Departemen Keuangan dan Kantor Anggaran Kongres pun sama-sama merilis laporan baru pada pekan lalu, yang memprediksi bahwa langkah-langkah luar biasa dapat dilakukan paling cepat 1 Juni, yang lebih cepat dari perkiraan Wall Street atau Gedung Putih. Tanggal baru yang lebih awal adalah hasil dari pendapatan pajak federal yang lebih rendah dari perkiraan pada bulan April.

Presiden AS Joe Biden akan menjadi tuan rumah pertemuan berisiko tinggi di Gedung Putih dengan empat pemimpin tertinggi Kongres yakni Ketua DPR Kevin McCarthy, R-Calif , Pemimpin Minoritas DPR Hakeem Jeffries, DN.Y, Pemimpin Mayoritas Senat Chuck Schumer, DN.Y, dan Pemimpin Minoritas Senat Mitch McConnell, R-Ky.

 

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini