Sukses

El Nino Bikin 41 Persen Lahan Padi Kekeringan Ekstrim di 2015, Agustus Nanti Bakal Lebih Parah?

Menko Luhut mengingatkan, El Nino berpotensi menyebabkan dampak kekeringan yang luas dan juga kebakaran hutan dan lahan di beberapa daerah.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan risiko yang ditimbulkan dari fenomena El Nino bagi perekonomian Indonesia.

El Nino adalah fenomena pemanasan suhu muka laut di atas kondisi normal yang terjadi di Samudera Pasifik. Pemanasan suhu muka laut ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia. El Nino memicu kekeringan.

Menko Luhut mengatakan, pasca libur Idul Fitri, ada satu hal yang penting untuk dikoordinasikan, sekaligus merasakan langsung tingginya suhu akhir-akhir ini di beberapa daerah. 

"Sekjen Organisasi Meteorologi Dunia menyatakan bahwa fenomena La Nina yang telah terjadi selama tiga tahun berturut-turut dan membawa cuaca lebih basah akhirnya telah berakhir, sebagai gantinya El Nino akan membawa suhu menjadi tinggi sehingga membuat cuaca menjadi lebih kering," tulis Luhut di akun Instagramnya @luhut.pandjaitan, dikutip Kamis (27/4/2023).

Menko Marves pun membeberkan bahwa data menunjukkan, suhu laut telah mencapai rekor tertingginya setelah terakhir terjadi pada 2016.

"Belum lagi gelombang panas yang mendorong rekor suhu tertinggi di Asia akhir-akhir ini. Dari pemodelan cuaca yang kami dapatkan El Nino di prediksi akan terjadi pada Agustus 2023 meski ketidakpastian tingkat keparahan El Nino masih sangat tinggi," ungkapnya.

Maka dari itu, belajar dari pengalaman tahun 2015 lalu yang terjadi di Indonesia, Luhut mengingatkan, El Nino berpotensi menyebabkan dampak kekeringan yang luas dan juga kebakaran hutan dan lahan di beberapa daerah.

Hal ini tentunya berkorelasi terhadap turunnya produksi pertanian dan pertambangan berdasarkan data IMF, kata Luhut Binsar Pandjaitan.

"Belum lagi dampak luas terhadap inflasi Indonesia dikarenakan besarnya kontribusi inflasi pangan terhadap inflasi keseluruhan. Hal ini terjadi karena diperkirakan 41 persen lahan padi mengalami kekeringan ekstrim di tahun tersebut," jelasnya.

 
 
 
View this post on Instagram

A post shared by Luhut Binsar Pandjaitan (@luhut.pandjaitan)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kekeringan Ancam Pendapatan Rumah Tangga

Luhut dalam unggahannya juga memaparkan Data World Food Programme yang menyebutkan bahwa 3 dari 5 rumah tangga kehilangan pendapatan akibat kekeringan, dan 1 dari 5 rumah tangga harus mengurangi pengeluaran untuk makanan akibat kekeringan.

"Untuk itu, kami akan bersiap dalam kondisi yang paling ekstrem sekalipun. Saya meminta seluruh K/L terkait juga Pemerintah Daerah untuk mulai bersiap sejak dini, memperhitungkan segala langkah yang mesti ditempuh agar pengalaman buruk delapan tahun lalu tidak terulang kembali. Setidaknya sejak saat ini kami menyiapkan teknologi modifikasi cuaca sebagai senjata menghadapi El Nino," pungkas Menko Marves.

"Mari kita semua tetap waspada dan saling menjaga di masa masa sulit seperti ini sehingga kerugian yang terjadi akibat peralihan cuaca bisa kita reduksi bersama demi kemaslahatan masyarakat Indonesia seluruhnya," tutupnya.

3 dari 4 halaman

Kekeringan Panjang Landa Indonesia, Padi Gogo Solusi Jaga Ketahanan Pangan?

Pemerintah tengah bersiap menghadapi musim kemarau atau kekeringan panjang, yang puncaknya diprediksi terjadi di 31 provinsi pada Agustus 2023 mendatang. Kondisi itu berpotensi turut mengganggu ketahanan pangan nasional.

Namun, Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Jarot Widyoko, meyakini ketahanan pangan negara masih bisa terjaga karena ada beberapa komoditas yang bisa diproduksi saat musim kemarau, semisal padi gogo.

Mengutip penjelasan LIPI, padi gogo merupakan jenis padi yang ditanam pada areal lahan kering atau lazim disebut dengan padi tegalan. Budidaya padi gogo sama sekali tidak membutuhkan irigasi dan dapat diaplikasikan pada daerah bercurah hujan rendah.

"Saya yakin bisa. Karena apa, ada tanaman padi yang hidup yang namanya padi Gogo, itu malah di bukit-bukit hidup," ujar Jarot saat ditemui di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (15/2/2023).

Jarot percaya, beberapa jenis padi dan tanaman palawija semisal jagung dan singkong memang tetap bisa tumbuh di musim kering. Terlebih, ia menambahkan, dari sekitar 9 juta ha lahan pertanian, hanya 1,5 juta ha sawah padi saja yang bisa terairi oleh bendungan. Sisanya, tanaman palawija bisa tumbuh tanpa suplai air waduk.

 

4 dari 4 halaman

Efisiensi Suplai Air

Meski begitu, pemerintah dalam hal ini Kementerian PUPR akan melakukan efisiensi suplai air dari bendungan dari sebelum musim kering terjadi. Sehingga ketersediaan cadangan air untuk sektor pertanian bisa terjadi saat kemarau nanti.

"Untuk yang premium bisa padi, padi, padi. Ini diatur mulai dari tingkat tersier dengan sistem penggolongan," kata Jarot.

"Nanti paling banyak (pemakaian air) di dalam proses tanam, yang menurut teman-teman pertanian adalah pada saat pengolahan. Habis itu akan berkurang, berkurang, berkurang. Ini harus dibagi efisiensi pemanfaatan air. Ke depan harus begitu," ungkapnya.

Oleh karenanya, Kementerian PUPR juga berkomitmen menuntaskan total 61 bendungan baru pada 2024. Sehingga kehadirannya bisa mensukseskan program cadangan pangan pemerintah (CPP) yang sedang digalakkan.

"Makanya saya yakin, kalau untuk program CPP, kami akan semaksimal mendukung dari sisi suplai air. Jadi kami akan berupaya terus untuk itu," pungkas Jarot.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.