Sukses

Imbas Kerja Virtual Bikin Pekerja Gen-Z Mudah Menyerah, Mengapa?

Di tengah kondisi virtual, beberapa ahli percaya bahwa pekerja tingkat pemula kehilangan petunjuk penting yang memandu perilaku, kolaborasi, dan jaringan

Liputan6.com, Jakarta - Dunia kerja mulai didominasi dengan karyawan Gen Z yang jumlahnya berkembang pesat. Mereka memasuki dunia kerja pada kondisi ketika fleksibilitas adalah hal yang biasa, komunikasi digital dilakukan di mana-mana, dan karyawan memiliki pengaruh untuk meminta apa yang diinginkan perusahaan.

Meski begitu, pada saat yang sama, pengaturan kerja jarak jauh yang marak dilaksanakan perusahaan di masa kini menimbulkan kekhawatiran yang berkisar pada tidak terjadi hal-hal yang umumnya dapat dilihat wujudnya di tempat kerja.

Hal seperti kurangnya percakapan dan pengamatan informal yang secara tradisional membantu karyawan muda memahami cara bertindak. Di tengah kondisi virtual, beberapa ahli percaya bahwa pekerja tingkat pemula kehilangan petunjuk penting yang memandu perilaku, kolaborasi, dan jaringan, dikutip dari BBC.

“Ini terutama berpusat pada komunikasi, hal-hal seperti memahami norma, nilai, dan etiket: Siapa yang harus Anda hubungi? Bagaimana mereka harus dihubungi? Apakah beberapa orang tidak dapat dijangkau?”  jelas Helen Hughes, profesor rekanan di Leeds University Business School, Inggris.

Namun, dengan kondisi karyawan muda saat ini yang bekerja dari jarak jauh atau hybrid, pertemuan yang biasanya terjadi alami kini telah digantikan oleh lapisan tambahan, yang secara umum dapat dikatakan lebih rumit.

Menurut Hughes, ini bahkan membuat tugas dalam pekerjaan menjadi lebih sulit untuk diselesaikan.

“Miskomunikasi mudah terjadi di lingkungan virtual, misalnya, salah menyimpulkan nada dari e-mail. Mungkin ada kurangnya pemahaman tentang kapan harus mengatur pertemuan. Apakah tepat untuk menunggu dan membuat daftar pertanyaan, atau mengatur panggilan setiap kali diperlukan.” jelasnya, dikutip dari BBC.

Tanpa mengumpulkan informasi-informasi tersebut, karyawan muda akan kesulitan menemukan keseimbangan yang tepat antara tampil terlalu bersemangat atau malas, menurut Hughes.

Ini akan berpengaruh membentuk para pekerja, seperti dijelaskan Hughes, mereka mungkin saja bertingkah mengajukan terlalu banyak pertanyaan untuk terlihat tertarik atau kondisi lainnya mereka tidak bertanya sama sekali karena khawatir pandangan rekan kerja atau atasan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kekurangan Kualitas Kepemimpinan

James Bailey, profesor pengembangan kepemimpinan di Sekolah Bisnis Universitas George Washington juga menjelaskan kemungkinan buruknya bahwa beberapa karyawan Gen-Z mungkin kekurangan kualitas kepemimpinan yang diperlukan untuk masa depan, kecuali model pembelajaran atau sekolah tatap muka sebelumnya dapat diperbarui untuk zaman kerja yang baru.

“Mereka mungkin tidak berjuang dengan melaksanakan tugas tertentu secara mandiri, tetapi mereka mungkin tertinggal dengan keterampilan lintas fungsi yang belum berkembang yang diperlukan untuk mengambil pandangan strategis di seluruh organisasi, [yaitu] peran seorang pemimpin.” jelasnya.

Tentu ini tidak terjadi pada setiap pekerja muda, masih ada sebagian dari mereka yang sedang berjuang mengatasi kondisi ini. Namun bagi banyak karyawan yang tidak berpengalaman ini, pengaturan kerja virtual dapat memperburuk stres pekerjaan baru. 

“Banyak dari masalah ini masih menjadi kecemasan bagi karyawan baru di lingkungan kantor pada umumnya, tetapi kerja jarak jauh tampaknya menonjolkan aspek transaksional,” kata Hughes.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.