Sukses

3 Bank Raksasa Amerika Kolaps, Tanda-Tanda Ekonomi Dunia 2023 Suram?

Tiga bank besar di Amerika Serikat dikabarkan kolaps, yakni Silvergate Bank, Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank. Meski begitu, Bank Indonesia masih optimis pertumbuhan ekonomi global pada 2023 akan tumbuh sebesar 2,6 persen (yoy), lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya hanya tumbuh 2,3 persen (yoy).

Liputan6.com, Jakarta Tiga bank besar di Amerika Serikat dikabarkan  kolaps, yakni Silvergate Bank, Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank. Meski begitu, Bank Indonesia masih optimis pertumbuhan ekonomi global 2023 akan tumbuh sebesar 2,6 persen (yoy), lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya hanya tumbuh 2,3 persen (yoy).

“Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global 2023 dapat mencapai 2,6 persen, sejalan dengan dampak positif pembukaan ekonomi Tiongkok dan penurunan disrupsi suplai global,” Gubernur Bank Indonesia  Perry Warjiyo di Gedung Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (16/3). 

Meski 3 bank besar Amerika Serikat terguncang, Perry masih optimis pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Eropa lebih baik dari proyeksi sebelumnya dan diikuti oleh risiko resesi yang menurun. 

Perbaikan prospek ekonomi global tersebut diperkirakan menaikkan harga komoditas non-energi, di tengah harga minyak yang menurun akibat berkurangnya disrupsi suplai. 

Perry mengatakan perkembangan positif ekonomi global tersebut serta ekspektasi kenaikan upah karena keketatan pasar tenaga kerja di AS dan Eropa mengakibatkan proses penurunan inflasi global berjalan lebih lambat. Sehingga mendorong kebijakan moneter ketat negara maju berlangsung lebih lama sepanjang 2023.

Pengetatan Kebijakan Moneter

Pengetatan kebijakan moneter dimaksud, ditambah munculnya kasus penutupan tiga bank di AS. Hal ini meningkatkan ketidakpastian pasar keuangan global yang kemudian menahan aliran modal ke negara berkembang dan meningkatkan tekanan nilai tukar di berbagai negara. 

Untuk itu,  Perry mengatakan Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah. Agar bisa memitigasi ketidakpastian pasar keuangan global. 

“Termasuk dampak rambatan penutupan bank di AS terhadap pasar keuangan domestik dan nilai tukar Rupiah,” pungkasnya.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Gedung Putih Pelototi Semua Bank AS, Menyusul Kasus Silicon Valley Bank Kolaps

Gedung Putih kini memantau perkembangan bank-bank kecil di Amerika Serikat, salah satunya First Republic untuk melindungi para deposan menyusul keruntuhan Silicon Valley Bank (SVB) pekan lalu.

Hal itu diungkapkan oleh seorang pejabat Gedung Putih. 

Melansir Channel News Asia, Rabu (15/3/2023) pejabat tersebut menyebutkan bahwa sistem perbankan AS berada dalam "posisi yang jauh lebih baik saat ini" daripada jika tindakan tersebut tidak diambil.

Dia juga menghimbau para deposan untuk yakin bahwa dana mereka akan dilindungi.

"Kami mendedikasikan banyak waktu untuk memastikan bahwa kami melewati ini dengan baik," katanya.

Pejabat itu menambahkan, Gedung Putih terus berkomunikasi dengan Departemen Keuangan AS dan Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) tentang potensi masalah di bank lain, yang kasusnya hampir sama dengan Silicon Valley Bank.

"Kami tentu memantau apa yang terjadi di First Republic. Mereka adalah salah satu bank yang sedikit lebih tertekan, tetapi kami tidak memiliki pengumuman saat ini tentang tindakan apa pun yang kami ambil," ujar pejabat Gedung Putih itu, yang enggan diungkapkan identitasnya.

Selain itu, Gedung Putih juga mengawasi kemungkinan adanya arus keluar uang ke bank-bank besar, dan tetap berkomitmen untuk memastikan persaingan yang kuat di sektor perbankan, beber pejabat itu.

Dilaporkan sebelumnya, sejumlah pelanggan di AS telah bergegas untuk memindahkan dana simpanan mereka ke raksasa perbankan, termasuk JPMorgan Chase & Co, Bank of America dan Citigroup sejak runtuhnya Silicon Valley Bank.

"Presiden memiliki agenda persaingan yang kuat. Kami ingin ada sektor perbankan yang berkembang dengan banyak bank kecil, banyak bank komunitas yang dapat masuk ke sana dan bersaing dengan perusahaan besar," imbuh pejabat tersebut.

"Penting bagi kami agar model bisnis dapat bertahan," tambah dia. 

3 dari 3 halaman

Bos Baru Silicon Valley Bank Rayu Masyarakat Mau Balik Jadi Nasabahnya Lagi

CEO baru Silicon Valley Bank, Tim Mayopoulos kini mengajak para nasabahnya untuk kembali menggunakan layanan SVB, setelah bank tersebut resmi diambil alih regulator Amerika Serikat untuk mengamankan simpanan dana nasabah.

"Hal nomor satu yang dapat Anda lakukan untuk mendukung masa depan lembaga ini adalah membantu kami membangun kembali basis simpanan kami," kata Tim Mayopoulos dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Channel News Asia, Rabu (15/3/2023).

"Baik dengan meninggalkan simpanan di Silicon Valley Bank maupun mentransfer kembali simpanan yang tersisa selama beberapa hari terakhir," sambungnya.

Seperti diketahui, Silicon Valley Bank, pemberi pinjaman utama untuk start-up di seluruh AS sejak 1980-an kolaps dalam 48 jam setelah mengalami krisis modal.

Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) ditunjuk sebagai pengendali Silicon Valley Bank, melikuidasi aset bank dan membayar kembali pelanggannya.

"Kami melakukan semua yang kami bisa untuk membangun kembali, memenangkan kembali kepercayaan Anda dan terus mendukung ekonomi inovasi," lanjut Mayopoulos.

"Kami membuat pinjaman baru dan menghormati sepenuhnya fasilitas kredit yang ada," tambah dia.

Sebelumnya, Mayopoulos telah menyatakan bahwa Silicon Valley Bank masih membuka bisnis dan layanannya seperti biasa.

Melalui sebuah pesan surat kepada klien, Mayopoulos mengatakan pihaknya akan terus memberikan informasi menyusul kebangkrutannya.

"Saya berharap dapat mengenal klien Silicon Valley Bank...Saya juga datang ke peran ini dengan pengalaman dalam situasi seperti ini. Saya adalah bagian dari tim kepemimpinan baru yang bergabung dengan Fannie Mae setelah krisis keuangan. pada 2008-2009, dan saya menjabat sebagai CEO Fannie Mae dari 2012-2018," terangnya, mengutip US News. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.