Sukses

Erick Thohir: Indonesia Tak Boleh Hanya Mengekor, Saya Yakin Kita Bisa Jadi Pemain Dunia

Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan bahwa Indonesia memiliki hak menjadi bagian dari ekosistem yang akan dibangun dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyampaikan keyakinannya atas kemampuan Indonesia menjadi negara maju, termasuk sebagai pusat pertumbuhan ekonomi global. 

Melalui unggahan video di akun Instagram pribadinya @erickthohir, Menteri BUMN mengatakan bahwa ia melihat Indonesia sebagai bangsa yang besar.

"Negara berkembang untuk maju seperti Indonesia itu hak segala bangsa. Semua dunia mengakui, kalau dulu China tahun 80 an sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, hari ini Indonesia salah satunya," ujar Erick Thohir dalam video tersebut, dikutip Rabu (1/3/2023).

Sebagai salah satu pusat pertumbuhan ekonomi dunia, menurut Erick Thohir, dan jika ingin menjadi negara yang maju Indonesia juga memiliki hak menjadi bagian dari ekosistem yang akan dibangun dunia.

"Supaya konteksnya win win, ini yang namanya beyond globalization ala Indonesia. Kita juga mesti punya apa? globalisasi versi Indonesia. Negara berkembang jadi maju, masa gak boleh?" ucap Menteri BUMN.

"Tidak boleh hanya menjadi penonton dan mengekor. Saya YAKIN kita bisa jadi pemain dunia di tengah era globalisasi," tulisnya.

 
 
 
View this post on Instagram

A post shared by Erick Thohir (@erickthohir)

Beberapa pekan lalu, semangat untuk Indonesia menjadi negara maju juga telah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Kita sekarang negara berkembang tapi keinginan jadi negara maju itu harus dengan cara apa pun, harus," ujar Jokowi, saat membuka muktamar ke-18 PP Muhammadiyah di Balikpapan, Kalimantan Timur Rabu (22/2).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Konsep Ekonomi Ini Bisa Bawa Indonesia jadi Negara Maju Berkat Kearifan Lokal

Perkembangan ekonomi di Nusantara dilakukan oleh banyak etnis dengan melandaskannya pada sikap kekeluargaan, solidaritas sosial dan kearifan lokal maupun agama. Konsep itu dipopulerkan oleh Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University, Prof Dr. Didin S. Damanhuri dengan sebutan Nusantaranomics.

Hal tersebut menjadi pembahasan dalam Simposium dan Loka Karya Nasional Nusantaranomics di Jakarta, Senin (27/2/2023) kemarin.

Ketua Panitia acara yang juga Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Eka Sastra menjelaskan, simposium ini merupakan Kerjasama berbagai lembaga yakni IPB, KADIN, LKEN, Kemendagri dan APKASI.

Ia mengharapkan Nusantaranomics dapat menjadi sumber rujukan bagi kepala daerah di Indonesia untuk memajukan masyarakatnya.

"Terima kasih kepada Kemendagri, Kemenkop UMKM, Kementerian BUMN atas kerjasamanya, terkhusus kepada bapak Prof Didin atas gagasan beliau sebagai ide besar Nusantaranomics. Terima kasih juga kepada kepala daerah yang datang, semoga melalui simposium ini masyarakat kita semakin sejahtera. Bangsa ini bisa besar kalau kita mengelola berdasarkan karakteristik dan keunikan masing masing daerah itulah yang disebut dengan nusantaranomics sebab setiap daerah punya potensi dan sumber daya potensial masing-masing," ujar Eka yang juga menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Investasi.

Nusantaranomics, merupakan model pendekatan ekonomi politik ala Indonesia yang memiliki kemiripan karakteristik dengan konsep ekonomi solidaritas (The Solidarity Economy). Konsep ini ditandai dengan lahirnya kewirausahaan genuine khas masyarakat Nusantara.

“Nusantaranomcs bisa menjadi basis pertumbuhan lokal, menjadi sumbangan Indonesia untuk kancah global, karena saat ini kita masih dipaksa untuk mengadopsi model-model pemikiran dari barat. Namun, di saat yang sama kita saat ini juga makin merasakan bahwa pemikiran yang berbasis reailtas masyarakat (local) yang memiliki perbedaan sejarah ini kompabilitasnya relatif kurang pas dengan apa yang terjadi di Indonesia,” jelas Rektor IPB University, Prof. Arif Satria dalam pembukaan Simposium dan Lokakarya Nasional ini.

3 dari 4 halaman

Perekonomian Sendiri

Pada acara yang dihadiri ratusan peserta, terdiri dari kepala daerah, akademisi hingga mahasiswa itu, Arif Satria menyebut, gagasan Nusantaranomics oleh Prof Didin S. Damanhuri dapat menjadi sumber pencerah bagi pemikir-pemikir ekonomi di Indonesia.

“Hari ini kita haus pemikiran baru, pemikiran alteratif yang menyempal dari mainstream yang ada. Agar kita tidak terjebak satu sumber pemikiran karena itu saya yakin dengan adanya gagasan ini akan semakin menyemarakkan, menginspirasi pemikir-pemikir di Indonesia untuk yakin kita memiliki model kepercayaan sendiri untuk mengonstruksi model perekonomian Indonesia sendiri," ungkapnya

"Tidak lagi terjebak mengagungkan pemikiran-pemikiran barat karena sejatinya orang barat juga tidak tahu apa yang ada di Indonesia,” lanjut Arif.

4 dari 4 halaman

ndonesia Tak Akan Jadi Negara Maju Jika Tak Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Indonesia saat ini disebut tengah mengalamo bonus demografi yang menjadi peluang untuk meningkatkan taraf ekonomi nasional. Namun, nyatanya masa puncak bonus demografi ini tersisa dalam waktu yang cukup singkat.

Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan kalau puncak bonus demografi terjadi selama 10 tahun, antara 2020-2030. Namun, semasa pandemi sekitar 3 tahun belakangan, masa itu kurang dimanfaatkan.

"Sehingga kesepatan kita untuk memanfaatkan bonus demografi, untuk keluar dari middle income trap, itu hanya tinggal tahun 2023 ini sampai 2030 dan itu sekali lagi itu hanya terjadi dalam 1 kali dalam setiap sejarah peradaban Indonesia," kata dia dalam Grand Launching LPS HII dan LPS MSDM Apindo, Kamis (23/2/2023).

"Kalau kita gak bisa memanfaatkan itu, lupakan Indonesia akan pernah menjadi negara yang sejahtera," sambungnya.

Dia mengatakan masa krusial untuk memanfaatkan masa puncak bonus demografi berkisar 5-7 tahun kedepan. Ini pula yang tengah menjadi perhatian pemerintah saat ini dan kedepannya.

Susiwijono menyontohkan banyak negara yang gagal memanfaatkan puncak bonus demografi ini. Sehingga, negara-negara itu gagal meningkatkan taraf ekonominya.

Brazil dan Malaysia

Sebut saja, Brazil dan Malaysia yang disebut oleh Susiwijono yang akhirnya terjebak dalam posisi middle income trap. Maka, kesempatan untuk mengambil langkah, kata dia, hanya ada di masa 5-7 tahun kedepan.

"Sehingga itulah pentingnya masa-masa puncak bonus demografi, kalau kita mau jadi negara sejahtera, kesempatannya hanya ini, lupakan untuk masa-masa yang lain kalau kita tidak bisa sukses di 5 tahun kedepan," tegasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.