Sukses

Sri Mulyani Sebut RI Butuh Reformasi Perpajakan, Kenapa?

Sri Mulyani mengatakan sangat penting suatu negara melakukan reformasi dibidang perpajakan. Karena sebuah negara tidak mungkin mendeklarasikan menjadi negara merdeka jika tidak berdaulat.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan alasan Indonesia melakukan reformasi perpajakan. Hal itu disampaikan dalam talkshow perayaan Hari Pajak, Selasa (19/7/2022).

Menurutnya, sangat penting suatu negara melakukan reformasi dibidang perpajakan. Karena sebuah negara tidak mungkin mendeklarasikan menjadi negara merdeka jika tidak berdaulat. Biasanya, kemerdekaan dan kedaulatan itu hanya bisa dijaga kalau memiliki penerimaan negara yang kuat.

“Oleh karena itu hari pajak hari pajak itu 14 Juli, bahkan sebelum Republik lahir karena itu pada masa persiapan kemerdekaan visionnya adalah sebagai sebuah negara merdeka kita harus memiliki landasan pajak yang baik,” kata Menkeu.

Perjalanan pajak di Indonesia menunjukkan banyak hal yang perlu diperbaiki, baik legislasinya, undang-undangnya yang sebelumnya tidak self assessment menjadi self assessment. Dulu ada undang-undang yang mengatur pajak kekayaan, namun sekarang sudah tidak ada, karena sudah direformasi.

“Kita ubah menjadi waktu zaman Pak Mar’ie Muhammad (Menteri Keuangan Zaman orde baru) undang-undang pajak PPH, PPN itu di introduce. Kemudian KUP itu waktu kemudian zaman reformasi yaitu pada Presiden SBY kita harus menjalankan suatu perbaikan penerimaan negara, karena waktu itu krisis 97-98 kan menimbulkan biaya sangat besar pada APBN karena kita membailout sektor keuangan. Jadi untuk menyehatkan kembali APBN pajak harus makin diperbaiki,” jelas Menkeu.

Maka dilakukanlah reformasi perpajakan jilid 1 yang dikomandani oleh Darmin Nasution yang saat itu menjabat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian periode 2015-2019. Dimulai dengan membentuk Large Tax Office (LTO), lalu middle tax office. Dimana Pemerintah saat itu memperbaiki bisnis proses organisasi dan struktur perpajakan, kemudian merevisi undang-undangnya.

“Undang-undang PPH PPN dan KUP itu direvisi Pada masa itu, jadi selalu kalau kita lihat reform itu terdiri dari legislasinya undang-undangnya diubah, di dalam kita perbaiki bisnis prosesnya SDM-nya organisasi dan IT-nya yang ketinggalan,” ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

IT Belum Mumpuni

Zaman Darmin Nasution, IT-nya belum terwujud, yang mana masing-masing kantor atau wilayah membangun sendiri IT-nya. Makanya di Indonesia kalau melakukan tax evasion dan tax avoidance masih mengalami kesulitan, lantaran antarprovinsi saja tidak bisa dilacak transaksi pelayanannya karena tidak integritas.

“Makanya kemudian jilid kedua ini lagi lagi kita lihat undang-undangnya perlu kita ubah makanya ada undang-undang HPP ini, kemudian Which is itu omnibus Law karena terdiri dari undang-undang PPH PPN dan KUP ada di situ bahkan ada bea dan cukai dan kemudian kita juga membuat hubungan keuangan pusat dan daerah,” ujarnya.

Reformasi perpajakan jilid 2 dipicu oleh perekonomian dunia, dimana penggunaan digital teknologi itu semakin meluas. Sehingga di dalam mengelola pajak sekarang tantangannya semakin rumit.

 

3 dari 3 halaman

Selanjutnya

Pemerintah saat itu membuat Perpu menjadi automatic exchange of information, pajak diberikan power untuk bisa mengakses informasi. Indonesia mengikuti internasional tax agreement-nya untuk menghindari base erosion profit shifting.

“Ini semuanya kita lakukan karena sekarang ini kalau kita bicara tentang collection pajak di seluruh dunia semua Menteri-Menteri Keuangan kemarin habis G20 kita juga merasa bahwa kita semuanya perlu untuk memperkuat APBN, karena sudah 2 tahun terkena pandemi, dan ini menimbulkan dampak yang besar,” ujar Menkeu.

Demikian, alasan Pemerintah Indonesia terus melakukan reformasi perpajakan, karena kebutuhan dari perekonomian berubah. Sebab tax rasio Indonesia itu termasuk yang terendah baik dalam region sendiri, maupun di G20 atau di Asean.

“Jadi Indonesia karena kebutuhan development nya masih banyak pendidikan, kesehatan infrastruktur, kebutuhan untuk memperbaiki tni-polri, birokrasi, ini semuanya akan membutuhkan dana,” pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.