Sukses

Sistem Kelas Dihapus, Iuran BPJS Kesehatan Tak Naik hingga 2024

BPJS Kesehatan secara bertahap akan menghapus kelas 1-3 untuk para pesertanya, dan menggantinya dengan Kamar Rawat Inap Standar (KRIS).

Liputan6.com, Jakarta BPJS Kesehatan secara bertahap akan menghapus kelas 1-3 untuk para pesertanya, dan menggantinya dengan Kamar Rawat Inap Standar (KRIS).

Meskipun ada penerapan kelas standar BPJS Kesehatan ini, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti tak ingin iuran BPJS Kesehatan para pesertanya naik sampai 2024.

"Kami berharap sampai 2024 tidak ada kenaikan iuran," ujar Ghufron di Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Jakarta, Selasa (5/7/2022).

Pertimbangannya, ia tak ingin tunggakan dari para peserta BPJS Kesehatan, utamanya untuk yang kelas 3. "Hitungannya jutaan orang. Bayangkan kalau dua kali lipat, akan menunggak lebih banyak," imbuhnya.

Secara timeline, Kementerian Kesehatan target penerapan kelas standar BPJS Kesehatan bisa full diimplementasikan di seluruh rumah sakit pada 2024.

Guna menggapai target tersebut, Kementerian Kesehatan bersama Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) tengah melakukan revisi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dan peraturan turunannya, termasuk Perpres 64/2020.

Adapun kenaikan iuran BPJS Kesehatan terakhir terjadi per 1 Januari 2021 lalu, tepatnya untuk peserta kelas 3. Biaya yang harus dibayarkan naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 35.000 per bulan.

Bila ditelisik lebih jauh, sebenarnya tida ada kenaikan dalam iuran BPJS Kesehatan kelas 3, yakni sebesar Rp 42.000. Adapun yang membedakan ialah besaran subsidi dari pemerintah, dari sebelumnya Rp 16.500 menjadi hanya Rp 7.000 untuk satu peserta.

Jika tak ada perubahan aturan, semustinya iuran BPJS Kesehatan harus kembali disesuaikan per 1 Januari 2023. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 38 ayat (1) Perpres 64/2020.

"Besaran luran ditinjau paling lama 2 (dua) tahun sekali, dengan menggunakan standar praktik aktuaria jaminan sosial yang lazim dan berlaku umum dan sekurang-kurangnya memperhatikan inflasi, biaya kebutuhan Jaminan Kesehatan, dan kemampuan membayar Iuran."

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dirut: Kelas Standar BPJS Kesehatan Bukan untuk Tutup Defisit

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, angkat bicara soal rencana penghapusan kelas 1-3 bagi peserta BPJS Kesehatan, dan menggantinya jadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

Ali menilai, pemanfaatan kelas standar BPJS Kesehatan sudah tidak relevan jika dikaitkan dengan rencana pemulihan keuangan lembaga. Itu lantaran BPJS Kesehatan sudah tidak defisit lagi pada laporan keuangan 2021.

"Yang jelas BPJS Kesehatan berharap, fokusnya KRIS untuk tingkatkan mutu sekalian ekuitas. Tidak hanya tutup defisit, karena tidak relevan, karena sudah tidak defisit," tegasnya dalam sesi public expose di kantor pusat BPJS Kesehatan, Jakarta, Selasa (5/7/2022).

Oleh karenanya, Ali mengatakan, pihaknya perlu duduk bersama dengan pemangku kepentingan lain semisal Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan Kementerian Kesehatan, guna merumuskan kebijakan implementasi KRIS.

Selain itu, pihaknya juga ingin melihat kesiapan rumah sakit untuk penerapan kelas standar BPJS Kesehatan. Pasalnya, ada sejumlah kriteria yang wajib dipenuhi rumah sakit untuk implementasi KRIS, seperti 1 kamar dengan 4 tempat tidur.

"Ada kriteria lain lagi, harus ada perumusan kembali dan kesepakatan tentang tujuan, tentang definisi KRIS, dan bagaimana kriteria, apakah fisik atau ada non-fisik," tuturnya.

"Ini perlu rumusan lebih komprehensif, lebih matang. Perlu waktu untuk perumusan tersebut," tandas Ali.

3 dari 3 halaman

Bertahun-tahun Defisit, Keuangan BPJS Kesehatan Akhirnya Surplus Rp 38,7 Triliun

BPJS Kesehatan mencatatkan surplus aset neto dana jaminan sosial kesehatan Rp 38,76 triliun di sepanjang 2021 lalu.

Kondisi tersebut membaik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, dimana lembaga mencatatkan defisit senilai Rp 5,69 triliun pada 2020, dan defisit Rp 51 triliun pada 2019.

Dengan capaian tersebut, BPJS Kesehatan sukses mempertahankan predikat Wajar Tanpa Modifikasi (WTM) untuk laporan keuangan 2021 dari akuntan publik.

"Ini merupakan predikat WTM kedelapan secara berturut-turut yang diraih sejak BPJS Kesehatan beroperasi tahun 2014, dan predikat ke-30 sejak era PT Askes (Persero)," ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti dalam sesi public expose di Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Jakarta, Selasa (5/7/2022).

  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.