Sukses

Impor LPG Diprediksi Rp 67 T di 2024, Konversi ke Kompor Induksi jadi Solusi

Tekan Impor, PLN Siap Konversi LPG ke Kompor Induksi Tahun Ini

Liputan6.com, Jakarta PT PLN (Persero) siap mendukung program konversi kompor Liquified Petroleum Gas (LPG) ke kompor induksi pada tahun ini. Langkah ini untuk mendukung upaya pemerintah membangun kemandirian energi dan juga menghemat anggaran pendapatan belanja negara (APBN).

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan, saat ini impor LPG dari tahun ke tahun terus naik seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat. Pada 2024 diprediksi impor LPG bisa mencapai Rp 67,8 triliun.

Dengan beralih ke kompor induksi, ketergantungan terhadap impor LPG bakal berkurang secara bertahap sehingga bakal mendorong kemandirian energi. Tak hanya itu, masalah defisit transaksi berjalan atau ( current account defisit/CAD) akibat impor LPG secara perlahan juga dapat diselesaikan.

"Arahan bapak Presiden (Jokowi) di Istana Bogor sudah sangat jelas, yaitu untuk mengubah energi berbasis impor ke energi berbasis domestik. Salah satunya melalui konversi penggunaan kompor LPG ke kompor induksi," ujar Darmawan, Selasa (15/2/2022).

Tak hanya angka impor, langkah konversi ini juga bakal menekan subsidi LPG dalam APBN yang terus membengkak. Pada tahun ini saja pemerintah menganggarkan Rp 61 triliun untuk subsidi LPG. Angka ini akan terus naik menjadi Rp 71,5 triliun pada 2024.

Saat ini, pemakaian LPG memang dianggap seakan-akan lebih murah dari kompor listrik. Padahal kalau dicermati, harga LPG di pasaran merupakan harga dengan subsidi dari APBN.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Subsidi APBN

Harga keekonomian LPG sebelum disubsidi APBN adalah Rp 13.500 per kg, yang kemudian Harga Eceran Tertinggi (HET) LPG subsidi dibanderol Rp 7.000 per kg. Artinya, pemerintah mengeluarkan anggaran Rp 6.500 untuk subsidi per kg LPG.

"Jadi seakan-akan LPG ini lebih murah dari kompor listrik. Padahal ini membebani APBN. Ada komponen subsidi dari APBN sekitar Rp 6.500," terang Darmawan.

Menghitung perbandingan berbasis kalori, 1 kg LPG setara dengan 7 kWh listrik. Harga keekonomian 1 kg LPG yaitu Rp 13.500 jelas lebih mahal daripada 7 kWh listrik yang biayanya sekitar Rp 10.250.

Artinya, harga keekonomian menggunakan LPG lebih mahal Rp 3.250 per kg dibandingkan dengan pemanfaatan listrik.

PLN juga memastikan pasokan listrik di seluruh sistem kelistrikan dalam kondisi cukup. Hingga satu setengah tahun ke depan, PLN mempunyai cadangan daya hingga 7 gigawatt (GW).

"Dengan program ini, akan ada peningkatan kebutuhan listrik. Proyeksi kami, serapan listrik akan meningkat hingga 13 GW. Ini akan meningkatkan kondisi perusahaan dan keuangan negara tentunya," ujar Darmawan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.