Sukses

Taliban Larang Penggunaan Mata Uang Asing di Afghanistan

Afghanistan tengah menghadapi krisis ekonomi karena penarikan dukungan keuangan internasional setelah Taliban mengambil alih negara tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Taliban telah melarang penggunaan mata uang asing di Afghanistan. Langkah ini dinilai bisa berdampak mengganggu ekonomi negara tersebut.

"Situasi ekonomi dan kepentingan nasional di negara itu mengharuskan semua warga Afghanistan menggunakan mata uang Afghanistan dalam setiap perdagangan mereka," menurut pengumuman Taliban, seperti dikutip dari laman BBC, Rabu (3/11/2021).

"Kami menginstruksikan semua warga, pemilik toko, pedagang, pengusaha dan masyarakat umum untuk selanjutnya melakukan semua transaksi di Afghanistan dan secara ketat menahan diri dari menggunakan mata uang asing," kata juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid dalam sebuah pernyataan yang diposting online.

"Siapa pun yang melanggar perintah ini akan menghadapi tindakan hukum," ujar pernyataan itu.

Diketahi bahwa Afghanistan tengah menghadapi krisis ekonomi karena penarikan dukungan keuangan internasional setelah Taliban mengambil alih negara tersebut.

Di sisi lain, dolar AS telah digunakan secara luas di pasar Afghanistan.

Dolar juga sering digunakan untuk perdagangan di daerah yang berbatasan dengan negara tetangga Afghanistan, seperti Pakistan.

Miliaran dolar aset luar negeri Afghanistan dibekukan oleh The Federal Reserve (Bank Sentral AS) dan bank sentral di Eropa.

"Kami percaya bahwa sangat penting bagi kami untuk mempertahankan sanksi kami terhadap Taliban tetapi pada saat yang sama menemukan cara untuk bantuan kemanusiaan yang sah agar sampai ke rakyat Afghanistan. Itulah tepatnya yang kami lakukan," terang Wakil Menteri Keuangan AS, Wally Adeyemo kepada US Senate Banking Committee bulan lalu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

IMF Peringatkan Ekonomi Afghanistan Bisa Menyusut 30 Persen Tahun Ini

Sementara itu, Taliban telah menyerukan pembebasan aset Afghanistan yang ditahan di luar negeri karena negara itu menghadapi krisis uang yang parah.

Afghanistan juga dilanda eksodus bantuan asing. Hibah dari luar negeri sebelumnya membiayai tiga perempat dari belanja publiknya.

Awal tahun ini, Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan Afghanistan tidak akan lagi dapat mengakses sumber dayanya, sementara Bank Dunia juga menghentikan pendanaan untuk proyek-proyek di negara itu.

Bulan lalu, IMF memperingatkan bahwa ekonomi negara itu bisa menyusut 30 persen 2021 ini, yang dapat mendorong jutaan orang di sana berada dalam kemiskinan dan menyebabkan krisis kemanusiaan.

IMF juga memperingatkan bahwa krisis ekonomi Afghanistan dapat memicu krisis pengungsi yang berdampak pada negara-negara tetangga, salah satunya Turki dan Eropa.

Tak hanya krisis ekonomi, Afghanistan juga dilanda kekeringan parah, yang telah merusak sebagian besar tanaman gandumnya dan membuat harga melonjak.

Adapun Program Pangan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang memperingatkan bahwa jutaan warga Afghanistan dapat menghadapi kelaparan karena kombinasi dari kekeringan, konflik, serta pandemi COVID-19.

Namun, meski negara-negara Barat telah menyatakan ingin mencegah krisis kemanusiaan di Afghanistan, mereka menolak untuk secara resmi mengakui pemerintah Taliban.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.