Sukses

Staf Menkeu Tegaskan Wakaf Sepenuhnya Dikelola Nazir Bukan Pemerintah

Di Indonesia sendiri ada beberapa nazir atau sebagai pengelola dana wakaf.

Liputan6.com, Jakarta Staf Ahli Menteri Keuangan, Suminto menegaskan bahwa pemerintah sama sekali tidak menghimpun dana wakaf. Sebab pengelolaan wakaf uang sepenuhnya akan dipercayakan kepada nazir (pengelola wakaf).

"Wakaf ini sepenuhnya dikelola oleh para nazir, oleh para pengelola wakaf, bukan oleh pemerintah," kata dia dalam diskusi online, seperti dikutip Kamis (4/2/2021).

Dia mengatakan, di Indonesia sendiri ada beberapa nazir atau sebagai pengelola dana wakaf. Mulai dari Badan Wakaf Indonesia (BWI), NU, Muhammadiyah, hingga Dompet Dhuafa.

Suminto menekankan, mereka semua mengelola dana wakaf secara independen dan mandiri. Bahkan sama sekali tidak ada kaitannya dengan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan keuangan negara lainnya.

Ketika dipercaya oleh wakif atau orang yang menawarkan harta bendanya untuk diwakafkan, sebagai nazir mereka akan mengelola dana wakaf itu secara mandiri dan independen.

Kemudian menggunakan hasil dari wakaf uang sesuai dengan apa yang dikehandaki wakif, apakah untuk kemaslahatan umat, pendidikan, hingga lainnya.

"Sekali lagi pemerintah tidak menghimpun dana wakaf, pemerintah tidak mengelola dana wakaf, dan menggunakan dana wakaf," jelasnya.

"Jadi wakaf itu dihimpun dikelola oleh para nazir digunakan berbagai keperluan kemaslahatan umat sesuai dengan para wakif," sambung dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Uang Wakaf Dijamin Tak Sepeser pun Masuk Kantong Negara

Ketua Badan Wakaf Indonesia M Nuh mengatakan, hingga kini tidak seperserpun uang wakaf digunakan untuk pembangunan negara. Hal tersebut menampik berbagai kekhawatiran bahwa wakaf masuk ke kas negara.

"Jadi kami ingin menegaskan, tidak ada sepeser pun uang wakaf itu masuk ke pemerintahan atau kas negara, atau Kementerian Keuangan, itu sama sekali tidak benar," ujarnya dalam diskusi daring, Jakarta, Jumat (29/1).

Munculnya kekhawatiran terhadap wakaf karena adanya pernyataan pemerintah mengenai Gerakan Nasional Wakaf Uang (GWNU) baru-baru ini. Padahal sebenarnya, kata M Nuh, gerakan ini sudah ada sejak 2010.

"Ini pekerjaan lama, sudah ada wakaf uang, sejak 2010. Ini akan terus menerus karena manfaatnya sungguh luar biasa. Khususnya untuk mengurangi gap kemiskinan, itu menjadi project utama kita. Ini juga akan dilaksanakan berdasarkan porject based," jelasnya.

M Nuh menjelaskan, GNWU sesuai dengan aturan dan kaidah diperwakafan, itu masuknya tidak kemana-mana, tentu ke nadzir. Karena uang dari wakif, transaksinya, akadnya dengan nadzir. Itu harus dijelaskan siapa penerima manfaatnya.

"Nadzir mengelola dengan baik, karena wakaf uangnya tidak boleh hilang. Oleh karenanya nadzir punya tanggung jawab agar itu memiliki hasil. Nah hasil itu digunakan untuk membangun rumah sakit dan lain lain," paparnya.

Perbedaan Wakaf dan Infaq

M Nuh menambahkan, wakaf dan infaq memiliki perbedaan. Infaq merupakan sedekah yang boleh dibagikan secara langsung. Sementara wakaf tidak boleh dibagikan secara langsung.

"Bedanya dengan zakat, infaq sedakah, uang ini boleh langsung dibagikan, tapi kalau wakaf tidak boleh melainkan harus diolah uang tersebut dan hasilnya baru bisa dipakai," jelasnya.

Adapun Wakaf dikumpulkan oleh nadzir. Di mana di Indonesia terdapat banyak nadzir yanh sudah diakui keberadaannya dan operasionalnya. Dengan demikian, bisa dipilih kepada siapa wakaf diserahkan.

"Ini semua masuk di nadzir dan jumlahnya sangat banyak, mulai dari BWI, Dompet Dhuafa, ACT, Rumah Zakat, Lazisnu, Lazismu, banyak sekali. Ke siapapun boleh asal nadir itu certified dari BWI," tandasnya.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.