Sukses

Terbongkar, Penyebab Pungli Makin Marak di Kawasan Wisata

Masyarakat berbondong-bondong memanfaatkan waktu libur panjang untuk mengunjungi kawasan wisata. Namun, tak sedikit ditemukan beberapa lokasi ternyata terdapat pungutan liar (pungli).

Liputan6.com, Jakarta Masyarakat berbondong-bondong memanfaatkan waktu libur panjang untuk mengunjungi kawasan wisata. Namun, tak sedikit ditemukan beberapa lokasi ternyata terdapat pungutan liar (pungli).

Pengamat Pariwisata, Chusmeru mengungkap penyebab banyaknya pungli di kawasan wisata tersebut. Seharusnya, kata dia, tidak ada biaya di luar pungutan resmi atas pengelolaan kawasan wisata.

"Semestinya tidak terjadi pungli di destinasi wisata, jika pemerintah daerah dan pengelola objek wisata menerapkan manajemen objek wisata secara baik," ujar Chusmeru kepada Liputan6.com, Jumat (10/5/2024).

Menurutnya, pungli bisa hadir ketika pengelolaan tidak sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat. Alhasil, sejumlah oknum masyarakat memanfaatkan kondisi itu untuk mengambil untung dari padat pengunjunga ke kawasan wisata tadi.

"Pungli muncul karena ada sebagian masyarakat di destinasi wisata yang tidak kecipratan rejeki dari sektor pariwisata. Selain itu pungli juga merupakan aji mumpung dari masyarakat ketika destinasi padat pengunjung," jelasnya.

Dia menyarankan, pemerintah daerah dan pengelola tempat wisata melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala. Tujuannya untuk memastikan tidak terjadi pungli. Dia juga meminta pengelola menyiapkan hotline service sebagai tempat pengaduan bagi wisatawan yang terkena pungli.

"Terhadap oknum yang melakukan pungli sebaiknya dilakukan pembinaan dan penertiban, karena dapat merusak citra baik destinasi tersebut," ucapnya.

"Pengunjung yang menemui pungli bisa mengambil sikap menolak, mendokumentasikan oknum yang memungut pungli, atau melaporkan tindakan pungli kepada pihak-pihak terkait yang berwenang," sambung Chusmeru.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

UMKM Raup Cuan

Diberitakan sebelumnya, pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) digadang turut meraup cuan selama periode libur panjang Kenaikan Yesus Kristus, akhir pekan ini. Ini turut menjadi dampak meningkatnya kunjungan ke titik-titik wisata.

Pengamat Pariwisata Chusmeru menaksir roda perekonomian masyarakat di sekitar kawasan wisata akan terdampak positif. Utamanya UMKM sektor kuliner dan kerajinan.

"Yang pasti roda perekonomian di daerah akan bergerak, karena ada perputaran uang dari wisatawan. Dampak positif juga dirasakan UMKM, utamanya yang mendukung sektor pariwisata, seperti kuliner dan kerajinan," ungkap Chusmeru kepada Liputan6.com, Jumat (10/5/2024).

Dia menjelaskan, pada masa libur panjang ini, masyarakat cenderung memanfaatkan untuk berlibur. Apalagi, kata dia, tingkat ekonomi masyarakat sudah semakin membaik.

"Cuaca belakangan ini juga sudah mulai mendukung masyarakat untuk berwisata, meski suhu udara terasa cukup panas," katanya.

Chusmeru melihat setidaknya ada beberapa lokasi yang jadi favorit kunjungan wisata. Misalnya, Bali dan kawasan Puncak, Bogor.

"Selama ini memang kecenderungannya hanya dua daerah yang favorit menjadi destinasi wisata libur panjang, yaitu Bali dan Puncak," ucapnya.

"Meski demikian, daerah lain sesungguhnya juga sangat potensial untuk menjadi destinasi wisata libur panjang, seperti Bandung, Yogya, Semarang, Solo, Malang, Surabaya, Lombok, dan Manado," sambung Chusmeru.

 

3 dari 3 halaman

Pertimbangan Wisatawan

Lebih lanjut, dia mengatakan ada sejumlah faktor yang jadi perhatian masyarakat untuk melakukan wisata. Diantaranya, kemudahan akses, pilihan akomodasi, keragaman kuliner di destinasi, serta variasi objek dan daya tarik wisatanya.

"Tak kalah penting adalah kenyamanan saat menikmati libur panjang," tegasnya.

Di sisi lain, ada juga yang bisa membuat masyarakat ragu mengunjungi kawasan wisata. Berbanding terbalik dengan faktor pendorong di awal, kawasan yang macet hingga marak pungutan liar (pungli) akan membuat masyarakat enggan berwisata.

"Meskipun destinasi itu populer, tapi jika sudah tidak nyaman lagi, maka wisatawan juga akan enggan untuk berkunjung. Misalnya karena macet, tidak aman, banyak pungli, kuliner mahal atau pemalakan di destinasi wisata," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.